Langsung ke konten utama

JENIS-JENIS PERKAWINAN

Disusun Oleh :
Sri Jarwati (211-12-025); Rahayu Puspaningrum (211-12-026);
Rahmat  Bayu Anggoro (211-12-032); dan Habib Mansyur (211-12-000)

A.    PENDAHULUAN
Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang biasanya intim dan seksual[1]. Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. Perkawinan atau pernikahan merupakan legalisasi penyatuan antara laki-laki dan perempuan sebagai suami isteri oleh institusi agama, pemerintah atau kemasyarakatan. Untuk memperbaiki masyarakat, harus menilik kembali peran dan fungsi keluarga dapat ditarik kesimpulan bahwa Perkawinan merupakan pintu gerbang kebahagiaan menuju keluarga yang bahagia serta harmonis[2].

B.     PEMBAHASAN
Berikut ini merupakan bentuk-bentuk perkawinan beserta pengertian / arti definisi :
JENIS-JENIS PERNIKAHAN
A.    Ada beberapa jeis-jenis perkawinan yang dapat kita cermti secara universal, diantaranya [3]:
                              1.            Perkawinan poligami
Suatu perkawinan dimana seorang suami mempunyai istri lebih dari satu, dan ada banyak alasan yang mendasari bentuk perkawinan ini diantaranya: anak, jenis kelamin anak, ekonomi, status sosial,dll.
                              2.            Perkawinan eugenis
Suatu bentuk perkawinan yang bertujuan untuk memperbaiki atau memuliakan ras.
                              3.            Perkawinan periodik atau term marriage
Yaitu merencanakan adanya suatu kontrak tahap pertama selama 3-5 tahun, dan kontrak tahap kedua ditempuh selama 10 tahun, dan perpanjangan kontrak dapat dilakukan untuk perpanjangan tahap ketiga yang memberikan hak pada kedua pasangan “untuk saling memilki” secara permanen
                              4.            Perkawinan percobaan atau trial marriage
Dua orang akan melibatan diri dalam suatu relasi atau hubungan yang sangat intim dan mencobanya terlebih dahulu selama satu perode tertentu, jika dalam periode itu kedua belah pihak bisa saling menyesuaikan atau merasa cocok barulah dilakukan ikatan pernikahan yang permanen.

                              5.            Perkawinan persekutuan.
Yaitu pola perkawinan yang menganjurkan dilaksanakannya perkawinan tanpa anak,  dengan melegalisasi keluarga berencana atau KB atas dasar kesepakatan kedua belah pihak.

B.     Bentuk Perkawinan Menurut Jumlah Istri / Suami[4]
1)             Monogami
Monogami adalah suatu bentuk perkawinan / pernikahan di mana si suami tidak menikah dengan perempuan lain dan si isteri tidak menikah dengan lelaki lain. Jadi singkatnya monogami merupakan nikah antara seorang laki dengan seorang wanita tanpa ada ikatan penikahan lain.
2)             Poligami
Poligami adalah bentuk perkawinan di mana seorang pria menikahi beberapa wanita atau seorang perempuan menikah dengan beberapa laki-laki.

Berikut ini poligami akan kita golongkan menjadi dua jenis :
·         Poligini : Satu orang laki-laki memiliki banyak isteri. Disebut poligini sororat jika istrinya kakak beradik kandung dan disebut non-sororat jika para istri bukan kakak adik.
·         Poliandri : Satu orang perempuan memiliki banyak suami.Disebut poliandri fraternal jika si suami beradik kakak dan disebut non-fraternal bila suami-suami tidak ada hubungan kakak adik kandung.
C.     Bentuk Perkawinan Menurut Asal Isteri / Suami[5]
a)      Endogami
Endogami adalah suatu perkawinan antara etnis, klan, suku, kekerabatan dalam lingkungan yang sama.
b)      Eksogami.
Eksogami adalah suatu perkawinan antara etnis, klan, suku, kekerabatan dalam lingkungan yang berbeda.
Eksogami dapat dibagi menjadi dua macam, yakni :
·         Eksogami connobium asymetris terjadi bila dua atau lebih lingkungan bertindak sebagai pemberi atau penerima gadis seperti pada perkawinan suku batak dan ambon.
·         Eksogami connobium symetris apabila pada dua atau lebih lingkungan saling tukar-menukar jodoh bagi para pemuda.
Eksogami melingkupi heterogami dan homogami;
·         Heterogami adalah perkawinan antar kelemahan sosial yang berbeda seperti misalnya anak bangsawan menikah dengan anak petani.
·         Homogami adalah perkawinan antara kelas golongan sosial yang sama seperti contoh pada anak saudagar / pedangang yang kawin dengan anak saudagar / pedagang.

D.    Bentuk Perkawinan Menurut Hubungan Kekerabatan Persepupuan[6]:
1.    Cross Cousin.
Cross Cousin adalah bentuk perkawinan anak-anak dari kakak beradik yang berbeda jenis kelamin.
2.    Parallel Cousin
Cross Cousin adalah bentuk perkawinan anak-anak dari kakak beradik yang sama jenis kelaminnya. 
Macam-macam Pernikahan Bentuk-bentuk pernikahan menurut islam :
  1. Nikah syighor; seorang wali mengawinkan putrinya dengan seorang laki-laki dengan tanpa mahar. Point yang terpenting dalam bentuk pernikahan ini adalah tanpa mahar. Kesepakatan tanpa mahar ini yang merupakan hal yang bathil. Berkitan dengan mahar, yang paling berhak menentukan maharnya adalah pengantin perempuan dan harus diserahkan kepada pengantin perempuan, bukan walinya.
  2. Nikah mut’ah / Kawin kontrak Yakni menikah dalam waktu tertentu saja sesuai dengan kesepakatan dalam akadnya. Mut’ah berarti nikmat, nikah mut’ah adalah nikah yang bertujuan mencari kenikmatannya saja. Kaum sunni mengharamkan nikah mut’ah, sementara kaum syi’ah menghalalkannya. Pada kasus orang yang berniat menikahi seorang wanita dalam waktu tertentu saja tetapi tidak dinyatakannya, maka:
Ø  Pernikahannya sah secara lahiriah.
Ø  Orang tersebut berdosa disebabkan niat yang tidak benar.
Nikah mut’ah pernah dihalalkan diawal-awal turunnya Islam, sebagaimana dihalalkannya minum khamr sebelum diharamkannya.
Syi’ah menghalalkannya karena mereka hanya menerima hadits-hadits tertentu dari jalur ahlul bait dan tidak menerima dari sahabat selain ahlul bait.
  1. Nikah Muhallil Yakni nikah untuk mengakali hukum Allah. Dalam Islam, seseorang yang sudah mentalaq istrinya sebanyak tiga kali maka ia tidak boleh lagi rujuk kepada istrinya tersebut. Pernikahan muhallil adalah pernikahan sandiwara yang bertujuan untuk melepaskan larangan tersebut (menghalalkan).
  2. Pernikahan dengan ahli kitab Tidak ada perbedaan pendapat bahwa wanita muslim haram hukumnya menikah dengan pria ahli kitab. Sementara untuk sebaliknya, mengenai laki-laki muslim menikahi wanita ahli kitab ada perbedaan pendapat:
Ø  Boleh, dengan dalil-dalil: QS. Al Maidah: 5, dilakukan oleh beberapa sahabat
Ø  Tidak boleh, dengan alasan bahwa wanita-wanita Yahudi an Nasrani sekarang ini bukan wanita ahlli kitab.
E. Bentuk Perkawinan Menurut Pembayaran Mas Kawin / Mahar
Mas kawin adalah suatu tanda kesungguhan hati sebagai ganti rugi atau uang pembeli yang diberikan kepada orang tua si pria atau si wanita sebagai ganti rugi atas jasa membesarkan anaknya, atau emberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang, atau jasa yang selama itu tidak bertentangan dengan hukum islam (ps. 1 huruf d.KHI. hukumnya wajib, yang menurut kesepakatan  para ulama merupakan salah satu syarat sah nya nikah.
Komplikasi hukum islam di indonesia merumuskan pada pasal 30 “calon mempe;ai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang bentuk, jumlah serta jenisnya diepakati oleh kedua belah pihak”. Penentuan besarnya mahar didasarkan atas kesederhanaan dan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran islam.(ps. 31. KHI).
Dan diantara macam-macam mahar, yaitu :
1. Mahar / Mas Kawin Barang Berharga
2. Mahar / Mas Kawin Uang
3. Mahar / Mas Kawin Hewan / Binatang Ternak, dan lain-lain.

C.    KESIMPULAN
 Proses pemilihan jodoh berlangsung seperti system pasar ekonomi[7]. System ini berbeda-beda dari masyarakat ke masyarakat lain, tergantung pada siapa yang mengatur transaksinya.

DAFTAR PUSTAKA


Kuzari ,Achmad. 1995. Nikah Sebagai Perikatan. Pt Raja Grafindo Persada.  Jakarta.
Undang-undang perkawinan no.1 tahun 1974, tujuan perkawinan

Mansur,Herawati. 2011. Psikologi Ibu danAnak Untuk Kebidanan. Salemba Media. Jakarta.

Ahmad.2000. perkawinan sebagai perikatan. Surabaya.


J. Goode,William. 2007. sosiologi keluarga. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Hadinastshu,lenycy.  Jenis-jenis pernikahan. (Online), (http://lenycyhadinatshu.wordpress.com/jenis-jenis-pernikahan/ ,diakses 11 november 2014).




[1] Achmad Kuzari,Nikah Sebagai Perikatan,Jakarta,Pt Raja Grafindo Persada,1995
[2] Undang-undang perkawinan no.1 tahun 1974, tujuan perkawinan
[3] Herawati Mansur, Psikologi Ibu danAnak Untuk Kebidanan,Jakarta,Salemba Media,2011.
[4]  Dwi nita noor, sosiologi ,Magelang, citra press, 2011,12
[5] Ahmad rofiq, perkawinan sebagai perikatan, Surabaya,2000,24
[6] Dwi nita nor, soiologi,magelang,2011,9
[7] William J. Goode, sosiologi keluarga,Jakarta,PT Bumi Aksara,2007,65

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AL HAKIM, MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH

Oleh: Siti Farida Sinta Riyana (11510080); Nur Aufa Handayani (11510081); Ahmad Ali Masrukan (11519985); Mayura (11510096); dan Muryono ( 11511038) A.       Al Ahkam 1.         Pengertian Al-Ahkam (hukum), menurut bahasa artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu. Sedang menurut istilah ialah ‘Khithab (titah) Allah Swt. atau sabda Nabi Muhammad Saw. yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf , baik itu mengandung perintah, larangan, pilihan, atau ketetapan.

HUKUM SYAR’I (ا لحكم الشر عي)

OLEH: Ulis Sa’adah (11510046); Langga Cintia Dessi (11510089); dan Eka Jumiati (11510092) A.       HAKIKAT HUKUM SYAR’I Menurut para ahli ushul fiqh (Ushuliyun), yang dikatakan hukum syar’i ialah khitab (sabda) pencipta syari’at yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang mengandung suatu tuntutan, atau pilihan atau yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KHILAFIYAH

Disusun Oleh : Abdul Majid (111-11-074); Irsyadul Ibad (111-11-094);  dan Dwi Silvia Anggraini   (111-11-095) PENDAHULUAN Perbedaan selalu ada dalam kehidupan karena hal ini merupakan sunah Rasul yang berlaku sepanjang masa. Perbedaan juga terjadi dalam segi penafsiran dan pemahaman hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui hukum tidaklah sekaku dalam hal penerapannya pada masa awal islam, pada masa itu Nabi Muhammad sebagai tolak ukur  dan akhir dari setiap permasalahan yang ada pada masa itu. Akan tetapi perbedaan itu semakin jelas terlihat ketika era para sahabat dan para tabi’in yang ditandai dengan adanya berbagai aliran atau madzhab yang bercorak kedaerahan dengan tokoh dan kecenderungan masing-masing.