Langsung ke konten utama

Pengantar Perubahan Sosial dan Hukum



Disarikan oleh: Sukron Ma’mun

Pengertian Perubahan Sosial
Kingsle Davis memberikan pengertian perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam sturktur masyarakat dan fungsi masyarakat (Soekanto, 2000:336). Pengertian ini merujuk pada hal-hal yang bersifat mendasar dalam sebuah tatanan sosial masyarakat, yakni struktur dan fungsi yang ada di dalamnya. Davis memberikan contoh munculnya gerakan buruh dalam masyarakat kapitasi yang mengakibatkan perubahan dalam struktur sosial mereka dan fungsi yang kelompok-kelompok masyarakat di dalamnya. Keberadaan dan posisi buruh dihadapan kelompok kapital, yang meyebabkan perubahan organisasi ekonomi dan politik.

Contoh yang paling ekstrim dalam konteks ini adalah revolusi industri yang terjadi di negara-negara Eropa. Bagaimana perubahan struktur sosial yang terjadi dalam elemen-elemen masyarakat kemudian mengubah sistem sosial, budaya dan politik yang ada di dalam masyarakat tersebut. Tidak hanya di negera-negara Eropa, di berbagai kawasan lain perubahan juga dapat dilihat, seperti di Indonesia perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu, masa revolusi, pembangunan, reformasi dan lain-lain.
Gillin dan Gillin memiliki pemahaman yang lebih detail dalam perubahan sosial, perubahan sosial diartikan sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat (Koening, 1957:279). Pengertian ini memeberikan penjelasan bahwa perubahan sosial terjadi karena persoalan material yang bersifat fisik, seperti berubahnya budaya material, kondisi geografis, jumlah masyarakat, dan lain-lain, serta juga bersifat non fisik atau immaterial, seperti sistem idoelogi, cara pandang, dan munculnya idea tau gagasan baru. Tetapi keudanya, baik material ataupun immaterial tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling terkait.
 Sementara Selo Soemardjan memberikan pengertian bahwa perubahan sosial diartikan sebagai segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosial, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku diantara kelompok-kelompok masyarakat (Soekanto, 2000:337). Pengertian ini nampak sebagaimana pengertian yang diberikan oleh Davis, yakni menekankan pada titip poros perubahan ada pada struktur masyarakat.  

Jenis Perubahan Sosial
Ilmuwan sosial membagi jenis perubahan menjadi tiga; berdasarkan waktu terjadinya, berdasarkan impact-nya, dan berdasarkan agennya.
1)        Perubahan sosial yang didasarkan pada waktu terjadinya dapat dipilah menjadi dua, yakni:
a)         Evolusi. Evolusi adalah perubahan yang memerlukan waktu lama dan rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat. Dalam evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu. Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan, keperluan, keadaan dan kondisi-kondisi baru yang sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Rentetan perubahan-perubahan tersebut, tidak perlu sejalan dengan rentetan peristiwa-peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan (Bohannam, 1963:360).
       Alex Inkeles (1965:31) mengungkapkan teori evolusi ini dalam tiga jenis. Pertama, unilinear theories of evolution.  Teori ini menegaskan bahwa perubahan sosial yang bersifat evulutif terjadi melalui tahapan tertentu, dari bentuk yang sederhana menuju bentuk yang kompleks. Teori ini banyak diserap dari August Comte dan Herbert Spencer.
       Teori ini juga memiliki variasi yang lain, yakni cyclical theories yang dipelopori oleh Vilfredo Pareto. Pareto berpendapat bahwa masyarakat dan kebudayaan mempunyai tahap-tahap perkembanagan yang merupakan lingkaran.  Teori ini didukuung pula oleh Pitirim A Sorokin.
       Kedua, universal theories of evolution yang menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidaklah melalui tahap-tahap tertentu yang tetap. Teori ini mengemukakan bahwa perubahan sosial aaupun kebudayaan dalam masyarakat telah memiliki garis evolusi tertentu. Herbert Spencer mengungkapkan dalam teori ini diyakini bahwa masyarakat berkembang dari homogen menjadi hetrogen. Teori ini sebenarnya ingin menyatakan bahwa perubahan dalam masyarakat merupakan hal yang lazim terjadi dan masing-masing telah mengikuti polanya.
       Ketiga, multi lined theories of evolution. Teori ini menekankan pada upaya analisa pada tahap-tahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat. Misalnya bagaimana perubahan sistem pencaharian dari berburu ke bercocok tanam berpengaruh pada sistem kekeluargaan, dan lain-lain.
b)        Revolusi. Berbeda dengan evolusi, revulusi berlangsung dalam waktu yang cepat dan menyangkut dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat. Dalam revolusi perubahan dapat terjadi secara terencana ataupun tidak. Ukuran kecepatan dalam revolusi sebenarnya bersifat relative. Revolusi sendiri kadang memakan waktu yang lama. Revolusi industri di Inggris misalnya memakan waktu yang lama, dari tahap produkti tanpa menggunakan mesin, hingga menggunakan mesin. Perubahan tersebut dianggap cepat karena mengubah sendi-sendi masyarakat yang kemudian berimbas pada perubahan sistem kekeluargaan, sistem pola hubungan buruh dan majikan, dan lain-lain. Bahkan tidak jarang revolusi diawali dulu dengan suatu pemberontakan (rebellion). Indonesia contoh revolusi yang pernah direncanakan adalah pengubahan sistem pemerintahan dari demokrasi menuju sistem komunis.
Revolusi dapat terjadi jika terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1)      Harus ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan.
2)      Adanya pemimpin atau kelompok orang yang dianggap mampu.
3)      Pemimpin harus mampu menerjemahkan keinginan masyarakat dan merencanakan sebuah aksi atau gerakan.
4)      Tujuan yang dirancang harus bersifat konkrit.
5)      Harus ada “momentum” yang mendukung adanya sebuah gerakan.
2)        Berdasarkan impact-nya. Jenis perubahan dalam kategori ini dipilah menjadi dua, perubahan besar dan perubahan kecil. Besar ataupun kecilnya perubahan bukan didasarkan pada perubahannya sendiri melainkan efek yang ditimbulkan (Moore, 1965: 72). Jika perubahan tersebut mengubah sistem dasar dari sebuah masyarakat, maka perubahan tersebut disebut sebagai perubahan besar, namun jika tidak memberikan efek yang mendasar maka perubahan tersebut disebut sebagai perubahan kecil. Contoh, perubahan mode pakaian mungkin tidak akan mengubah sistem dasar kehidupan masyarakat, maka perubahan ini disebut sebagai perubahan kecil. Tetapi jumlah pertumbuhan pendudukan yang meningkat cepat bisa jadi akan berpengarus besar pada sistem dasar kehidupan masyarakat. Misalnya hak ulayat desa semakin luntur karena areal tanah tidak seimbang dengan kepadatan penduduk, muncullah bermacam-macam lembaga hubungan kerja, peraturan baru, dan lain-lain yang intinya bertujuan mengambil manfaat sebesar-besarnya dari sebidang tanah yang tidak begitu luas. Keadaan inilah yang kemudian oleh Clifford Geertz disebut sebagai shared poverty.
3)        Berdasarkan agennya, yakni dikehendaki atau direncanakan (planned change) dan tidak dikendaki atau tidak direncanakan (unplanned change). Perubahan ini dilakukan oleh pihak-pihak yang menghendaki adanya perubahan yang disebut sebagai agen perubahan (agent of change). Pihak-pihak inilah yang merencanakan adanya perubahan dengan membuat planning yang disebut social planning atau kadang disebut sebagai social engineering atau rekayasa sosial (Fairchild, 1976: 282). Kenyataan dalam masyarakat Indonesia, bayak sekali agen perubahan, baik yang diperankan secara individu ataupun komunal.
Perubahan sosial yang dikehendaki dilakukan dengan cara yang terrencana dan terukur. Hanya saja, kadang dalam proses perubahan tersebut terdapat perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki juga mengiringi. Salah satu contoh adanya reformasi birokrasi di negara ini dalam sistem reformasi yang diusung oleh masyarakat Indonesia sejak tahun 1998 lalu. Model birokrasi yang sentralis atau berpusat pada kekuasaan tunggal kemudian diubah menjadi kekuasaan diasporas (menyebar). Keinginan yang muncul adalah adanya pembagian wewenang yang tidak hanya dimiliki pada kekuasaan tertinggi, tetapi mulai meresap ke bawah. Hal ini disebabkan kekuasaan sentralis, cenderung mengabaikan kenyataan di lapangan dan program kerja atau pembangunan tidak tepat sasaran. Sehingga jika kekuasaan disebar atau diberikan pada kekuasaan di bawah, maka program akan lebih mengena dan sesuai dengan kebutuhan riil. Tetapi perubahan ini juga dibarengi oleh perubahan yang tidak dikehendaki, yakni adanya penyimpangan kekuasaan dan keinginan oknum-oknum yang justru kerukasan secara massif terjadi pada semua lini. Kongkirtnya korupsi yang dahulu sentralis ada pemerintahan pusat, kini juga massif terjadi di pemerintahan-pemerintahan lokal.

Fakto-Faktor yang Menyebabkan
Secara umum faktor-faktor yang menyebabkan adanya perubahan sosial dalam masyarakat dapat dikelompokkan menjadi  dua, yakni faktor material dan immaterial. Namun secara lebih rinci faktor tersebut dapat dirinci dalam lima hal
a)        Bertambahnya atau berkurangnya penduduk. Bertambahnya penduduk menyebabkan banyak hal yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, struktur masyarakat, nilai, dan cara pandang masyarakat kemudian menjadi berubah. Contoh sederhana, padatnya atau meningkatnya populasi di Jawa mengakibatkan muncul berbagai macam aturan dalam pemilikan tanah, sewa tanah, gadai tanah, bagi hasil dalam panen, dan lain-lain. Pada saat yang lain menurunnya jumlah penduduk juga mengubah pola dan kebijakan dalam berbagai hal dalam sebuah masyarakat. Misalnya, program bantuan kesejahteraan bagi pasangan yang memiliki jumlah anak tertentu di Singapura. Pasangan-pasangan didorong untuk memiliki keturunan dengan program bantuan dari pemerintah, karena jumlah penduduk yang sedikit.
b)        Penemuan-penemuan baru. Penemuan memiliki posisi penting dalam perubahan sosial, baik penemuan tersebut dalam kategori discovery ataupun invention. Discovery adalah model penemuan yang menjadi embrio adanya inovasi (invention) dalam berbagai hal. Discovery bersifat original, sementara invention pengembangan-pengembangan yang menjadi lengkapnya semua penemuan. Secara sederhana kita dapat mempelajari siapa yang menemukan mobil pertama kali, alat komunikasi, dan lain-lain. Lantas bagaimana perkembangan selanjutnya dari penemuan-penemuan awal. Inilah yang disebut discovery dan invention.
Penemuan dalam konteks ini juga akan mengubah sosial masyarakat, baik yang bersifat mendasar ataupun hal-hal yang bersifat sederhana. Contoh, bagaimana penemua alat baca suara dan tekologi yang melingkupinya mengubah sistem pembuktian dalam kasus hukum.
c)        Pertentangan atau konflik. Konflik merupakan sesuatu yang bersifat mutlak adanya dalam komunitas masyarakat dimanapun. Hampir tidak ada komunitas masyarakat yang tidak memiliki konflik. Sehingga konflik bersifat alami, tidak dapat dihindari. Karenanya konflik dalam teori ilmu sosial menduduki major theory. Sehingga konflik juga tidak bisa dihidari atau tidak perlu dihindari jika telah terjadi, namun perlu diselesaikan untuk kelansungan masyarakat. Dalam konteks perubahan sosial, konflik juga mengakibatkan adanya perubahan baik yang bersifat mendasar ataupun tidak dalam sistem masyarakat, termasuk ia akan mengubah pola hubungan dan hokum yang berlaku dalam masyarakat.
d)        Terjadinya revolusi atau pemberontakan (rebellion). Pemeberontakan dan konflik hampir memiliki kemiripan, yakni adanya pertentangan dalam komunitas masyarakat. Bedanya adalah rebellion  atau pemberontakan merupakan manifestasi konflik yang bersifat fisik, sementara konflik tidak mesti berujung pada kontak fisik. Rebellion  akan mengubah kehidupan masyarakat, baik perubahan yang bersifat mendasar ataupun penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan.
e)        Masuknya budaya lain. Kadangkala dalam model ini dua kebudayaan bertemu dan salaing mempengaruhi. Boleh jadi satu kebudayaan lebih unggul atau dominan atas kebudayaan lain, atau masing-masing melebur dan menjadi kebudayaan baru. Proses inilah yang kemudian dalam istilah antropologi disebut sebagai akulturasi. Tetapi jika sebuah kebudayaan diserap begitu saja, maka ia disebut sebagai asimilasi. Dalam teori kebudayaan ada dua istilah penting dalam proses penerimaan budaya, yakni penetration pasifique dan penetration violent. Penetration pasifique adalah masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia. Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat. Sementara penetration violent adalah masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat. Wujud budaya dunia barat antara lain adalah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350 tahun lamanya. Budaya warisan Belanda masih melekat di Indonesia antara lain pada sistem pemerintahan Indonesia.  

Bagaimana dengan Perubahan Hukum?
Perubahan hokum akan terjadi sering dengan perubahan sosial itu sendiri. Perubahan hukum dianggap juga sebagai bagian dari perubahan budaya, karena pada hakikatnya hukum merupakan produk kebudayaan masyarakat yang bersifat immaterial, yakni sebuah ekspresi masyarakat yang bersifat abstrak ayng tertuang dalam nilai, system, norma dan kemudian berwujud dalam sebuah aturan atau perundang-undangan.  

Daftar Bacaan
Alex Inkeles, What is Sociology? An Introduction to the Discipline and Profession, Prentice Hall of India (private) Ltd. New Delhi, 1965.
Henry Pratt Fairchil and 100 authorities, Dictionary of Sociology and Related Science. Littlefield Adams and Co, Amea-Iowa, 1979.
Kingsley Davis, Human Society, New York: The Macmillan Company, 1960.
Mac Iver, Society: a Textbook of Sociology, Farrar and Rinehart, New York, 1973.
Paul Bohannan, Social Anthropology, Holt Rinehart and Winston, New York, 1963.
Soerjono Soekanto, Sosiologi; Suatu Pengantar, Jakarta: rajawali Press, 2000.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AL HAKIM, MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH

Oleh: Siti Farida Sinta Riyana (11510080); Nur Aufa Handayani (11510081); Ahmad Ali Masrukan (11519985); Mayura (11510096); dan Muryono ( 11511038) A.       Al Ahkam 1.         Pengertian Al-Ahkam (hukum), menurut bahasa artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu. Sedang menurut istilah ialah ‘Khithab (titah) Allah Swt. atau sabda Nabi Muhammad Saw. yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf , baik itu mengandung perintah, larangan, pilihan, atau ketetapan.

HUKUM SYAR’I (ا لحكم الشر عي)

OLEH: Ulis Sa’adah (11510046); Langga Cintia Dessi (11510089); dan Eka Jumiati (11510092) A.       HAKIKAT HUKUM SYAR’I Menurut para ahli ushul fiqh (Ushuliyun), yang dikatakan hukum syar’i ialah khitab (sabda) pencipta syari’at yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang mengandung suatu tuntutan, atau pilihan atau yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KHILAFIYAH

Disusun Oleh : Abdul Majid (111-11-074); Irsyadul Ibad (111-11-094);  dan Dwi Silvia Anggraini   (111-11-095) PENDAHULUAN Perbedaan selalu ada dalam kehidupan karena hal ini merupakan sunah Rasul yang berlaku sepanjang masa. Perbedaan juga terjadi dalam segi penafsiran dan pemahaman hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui hukum tidaklah sekaku dalam hal penerapannya pada masa awal islam, pada masa itu Nabi Muhammad sebagai tolak ukur  dan akhir dari setiap permasalahan yang ada pada masa itu. Akan tetapi perbedaan itu semakin jelas terlihat ketika era para sahabat dan para tabi’in yang ditandai dengan adanya berbagai aliran atau madzhab yang bercorak kedaerahan dengan tokoh dan kecenderungan masing-masing.