Langsung ke konten utama

DINASTI ABBASIYAH I (Kemunculan hingga Keemasan)




Oleh:
Wahid Nur Arifin (115-13-060); Winda Listyaningsih (115-13-058); Nur Lailatul Maghfiroh (115-13-057); Fitri Nurul Jannah (115-13-042); Indah Novitasari (115-13-044); Sakina Tunnisia (115-13-066)

A.     Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Pemerintahan dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al- Abbas, paman Rasulullah, sementara Khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash- Sahffah bin Muhammad bin Ali Bin Abdulah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul abbas Ash- saffah,dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Selama lima abad dari tahun 132-656 H (750 M- 1258 M). Kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim (Alawiyun) setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunana Rasulullah dan anak-anaknya.
Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat kegiatan, anatara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam memainkan peranya untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muthalib. Dari nama Al- Abbas paman Rasulullah inilah, nama ini di sandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu Humaimah, Kufah, dan khurasan.

Di kota Mumaimah bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya bernama Al-imam Muhammad bin Ali yang merupakan peletak dasar-dasar bagi berdirinya dinasti Abbasiyah. Para penerang Abbasiyah berjumlah 150 orang di bawah para pimpinannya yang berjumlah 12 orang dan puncak pimpinannya adalah Muhammad bin Ali.
Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia. Akan tetapi imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umyayah terakhir, Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti Umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya diekskusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu bahwa ia akan terbunuh, dan memerintahkan untuk pindah ke Kufah. Sedangkan pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah. Segeralah Abul Abbas pindah dari Humaimah ke Kufah di iringi oleh para pembesar Abbasiyah yang lain seperti Abu Ja’far,Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali.
Penguasa Umayyah di Kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah, ditaklukan oleh Abbasiyah dan di usir ke Wasit. Abu Salamah selanjutnya berkemah di Kufah yang telah di taklukan pada tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abbul Abbas di perintahkan untuk mengejar khalifah Umayyah terakhir, marwan bin Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri, dimana akhirnya dapat di pukul di dataran rendah sungai Zab. Khlifah itu melarikan diri hingga ke Fustat di mesir, dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al- Fayyum, tahun 132 H/750 M. Dan berdirilah Dinasti Abbasiyah yang di pimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abbul Abbas Ash- Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.
B.     Sistem Pemerintahan
Penggantian Umayyah oleh Abbasiyah ini di dalam kepimpinan masyarakat islam lebih dari sekedar penggantian dinasti. Ia merupakan revolusi dalam sejarah islam, revolusi Prancis dan revolusi Rusia didalam sejarah barat. Seluruh anggota keluarga Abbas dan pimpinan umat islam mengatakan setia kepada Abbul Abbas Ash-shaffah sebagai khalifah mereka. Ash-Shaffah kemudian pindah ke Ambar, sebelah barat sungai Eufrat dekat Baghdad.
Kekhaliffahan Ash-Shaffah hanya bertahan selama 4 tahun, 9 bulan. Ia wafat pada tahun 136 H di Abar, Satu kota yang telah di jadikannya sebagai tempat kedudukan pemerintahan. Ia berumur tidak lebih dari 33 tahun. Bahkan ada yang mengatakan umur ash-Shaffah ketika meinggal dunia adalah 29 tahun.
Selama dinasti Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang di terapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarahwan biasanya membagi masa pemerintahan bani Abbasiayah dalam 4 periode berikut :
  1. Masa Abbasy I, yaitu semenjak lahirnya Daulah Abbasiyah tahun 132 H/ 750 M, sampai meninggalnya khalifah al- wasiq tahun 232 H/ 847 M.
  2. Masa Abbasy II, yaitu mulai khalifah Al Mutawakkal tahun 232 H/ 847 M, sampai berdirinya Daulah Buwaihiyah di Baghdad tahun 334 H/ 946 M.
  3. Masa Abbasy III, yaitu dari berdirinya Dinasti Buwaihiyah tahun 334 H/ 946 M, sampai masuknya kaum Seljuk ke Baghdad tahun 447 H/ 1055 M.
  4. Masa Abbasy IV, yaitu masuknya orang-orang Saljuk tahun 447 H/ 1055 M sampai jatuhnya Baghdad ketangan Bangsa Tatar dibawah pimpinan pimpinan Hulako khan tahun 656 H/ 1268 M.
C.     Perkembangan dan masa kejayaan Daulah Abbasiyah
Sebagai sebuah dinasti, kekhalifahan Bani Abbasiyah yang berkuasa lebih dari lima abad, telah banyak memberikan sumbangan positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Dari sekitar 37 orang khalifah yang pernah berkuasa, terdapat beberapa orang khalifah yang benar-benar memliki kepedulian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, serta berbagai bidang lainnya, seperti bidang-bidang sosial dan budaya.
Diantara kemjuan dalam bidang sosila budaya adalah terjadinya proses akulturasi dan asimilasi masyarakat. Keadaan sosial masyarakat yang majemuk itu membawa dampak positif dalam perkembangan dan kemajuan peradaban Islam pada masa ini. Karna dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki, dapat dipergunakan untuk memajukan bidang-bidang sosial budaya lainnya yang kemudian menjadi lambang bagi kemajuan bidang sosial budaya dan ilmu pengetahuan lainnya. Diantara kemajuan ilmu pengetahuan sosial budaya yang ada pada masa Khalifah Dinasi Abbasiyah adalah seni bangunan dan arsitektur, baik untuk bangunan istana, masjid, bangunan kota dan lain sebagainya. Seni asitektur yang dipakai dalam pembanguanan istana dan kota-kota, seperti pada istana Qashrul dzahabi, dan Qashrul Khuldi, sementara banguan kota seperti pembangunan kota Baghdad, Samarra dan lain-lainnya.
Kemajuan juga terjadi pada bidang sastra bahasa dan seni musik. Pada masa inilah lahir seorang sastrawan dan budayawan terkenal, seperti Abu Nawas, Abu Athahiyah, Al Mutanabby, Abdullah bin Muqaffa dan lain-lainnya. Karya buah pikiran mereka masih dapat dibaca hingga kini, seperti kitab Kalilah wa Dimna. Sementara tokoh terkenan dalam bidang musik yang kini karyanya juga masih dipakai adalah Yunus bin Sulaiman, Khalil bin Ahmad, pencipta teori musik Islam, Al farabi dan lain-lainnya.
Selain bidang –bidang tersebut diatas, terjadi juga kemajuan dalam bidang pendidikan. Pada masa-maa awal pemerinath Dinasti Abbasiyah, telah banyak diushakan oleh para khalifah untuk mengembangakan dan memajukan pendidikan. Karna itu mereka kemudian mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga tingakat tinggi.
Daulah Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya khalifah al Mahdi (775-785 M) sampai khalifah al-Mutawakkil (847-861 M). Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun, setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbasiyah mulai menurun dalam bidang politik meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan berkembang.
Kalau dasar-dasar pemerintahan Bani Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al-Abbas dan Abu Ja’far al-Mansur, maka puncak keemasannya dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu:
1.      Al-Mahdi (775-785 M)
Pada masa pemerintahannya kondisi negara sangat stabil dan tidak ada gerakan-gerakan signifikan. Ia sangat geram dengan gerakan Zindiq, yaitu paham agama manawiyah paganistik (penyembah cahaya dan kegelapan).
2.      Al-Hadi (775-786 M)
Bisa dikatakan masa pemerintahannya adalah yang paling singkat diantara khalifah yang lain, yaitu hanya 3 bulan saja. Selama ia memimpin, ia berusahan untuk mencabut gelar putra mahkota dari yang Ayahnya (Al-Mahdi) kepada saudaranya Harun Ar-Rasyid untuk diberikan pada anaknya. Namun, upaya itu gagal. Ia berhasil menaklukan pemeberontakan yang dilakukan Husein bin Ali ibnul Husein ibnul Hasan bin Ali di Mekah dan Madinah atau yang dikenal dengan perang Fakh.
3.      Harun al-Rasyid (785-809 M)
Pada masa inilah Islam mengalami puncak kejayaan yang luar biasa, ia merupakan raja paling agung dalam sejarah peradaban Islam (golden age of Islam). Penaklukan dan penyerbuan ke Romawi telah dilakukannya pada usian 20 tahun. Pemahamn ilmu pengetahuan dan Agamanya begitu kental, ia adalah seorang ulama sekaligus politisi.
Salah satu jasa terbesarnya ialah pembangunan Bait Al-Hikmah, sebuah pusat ilmu pengetahuan dan perdaban dunia pada masa itu. Pada masa ini keadaan negara sangatlah stabil dan tenang, tidak terdapat pemberontakan yang signifikan.
Ia berhasil melakukan ekspansi ke negeri Romawi dan berhasil mangalahkan Nicephorus, Raja Romawi masa itu.
4.      Al-Ma’mun (813-833 M)
Pada masa kekuasaannya terjadi beberapa pemberontakan, yang paling krusial ialah fitnah yang mengatakan bahwa Al-Quran adalah mahluk dan bukan wahyu yang diturunkan (218H/833M), sedangkan Al-Makmun meyakini pendapat yang dikeluarkan kaum Mu’tazilah ini. Imam Ahmad bin Hanbal (imam besar hukum 4 mazhab) dibunuh karena mempertahankan kesucian Al-Quran adalah wahyu.
Al-Makmun mengambil banyak pelajaran dari sejarah khilafah yang ia pahami, ia sadar bahwa khilafah bukanlah miliknya secara khusus yang diwariskan kepada anaknya, dan pemerintahan dalam pandangannya bertujuan untuk kemaslahatan umum. Ia tidak menjadikan anaknya sebagai penerus tahta. Kekuasaannya berlangsung selama 20 tahun.
5.      Al-Mu’tashim (833-842 M)
Ia adalah saudara dari Abdullah Al-Makmun. Pada masa kekuasaannya ia lebih memilih orang-orang Turki untuk bekerja di pemerintahan dibanding sebelumnya yang memilih orang-orang Arab dan Persia. Keputusan ini merupakan sebuah dilema bagi keturunan dan anak-anaknya (orang Arab), karena secara tidak langsungmenyerahkan kekuasaan pada orang Turki sepenuhnya. Pemerintahannya berlangsung selama 9 tahun.
6.      Al-Wasiq (842-847 M)
Pembesar-pembesar Turki mencapai posisi yang terhormat pada masanya, bahkan memberikan gelar “Sultan” kepada seorang panglima Turki yang bernama Asynas, sehingga membuat panglima tersebut memiliki kekuasaan yang sangat luas. Pemerintahannya berlangsung selama 5 tahun.
7.      Al-Mutawakkil (847-861 M)
Orang-orang Turki mulai menguasai kunci-kunci pemerintahan, ia berusaha untuk menghapus kekuasaan orang-orang Turki namun gagal. Al-Mutawakkil sangat tidak setuju dengan pendapat bahwa Al-Quran adalah mahluk sehingga ia menaruh hormat pada Imam Ahmad bin Hanbal yang menentang pendapat tersebut. Akibat meluasnya pengaruh orang Turki terhadap pemerintahan, dibunuhlah Al-Mutawakkil oleh orang Turki. Pemerintahannya berlangsung selama 15 tahun.
Popularitas Daulah Bani Abbasiyah mencapai puncaknya pada zaman khalifah Harun al-Rasyid dan putranya al-Makmun. Ketika mendirikan sebuah akademi pertama dilengkapi pula dengan lembaga untuk penerjemahan. Adapun kemajuan yang dapat dicapai adalah sebagai berikut.
Secara terperinci perkembangan dan kejayaan peradaban Daulah Abbasiyah tersebar dalam banyak bidang antara lain:
1.      Bidang ekonomi
Pada masa al-Mahdi, perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara timur dan barat juga banyak membawa kekayaan. Basrah menjadi pelabuhan yang penting.

2.      Bidang Politik dan Pemerintahan
Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Mansyur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru ini al-Manshur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di antaranya dengan membuat semacam lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sebagai koordinator dari kementrian yang ada, Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata.
Khalifah al Mansur menunjuk Muhammad Abd al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman Negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat, pada masa al Mansur, jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.
Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, kebijakan-kebijakan politik yang dikembangkan antara lain:
  1. Memindahkan ibu kota negara dari Damaskus ke Baghdad
  2. Memusnahkan keturunan Bani Umayyah
  3. Merangkul orang-orang Persia, dalam rangka politik memperkuat diri, Abbasiyah memberi peluang dan kesempatan besar kepada kaum Mawali.
  4. Menumpas pemberontakan-pemberontakan
  5. Menghapus politik strata social
  6. Para khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, gubernur dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan Mawali.
  7. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia
  8. Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya.
  9. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintah.
3.      Bidang ilmu pengetahuan
Popularitas Daulah Bani Abbasiyah mencapai puncaknya pada zaman khalifah Harun al-Rasyid dan putranya al-Makmun. Ketika mendirikan sebuah akademi pertama di lengkapi pula dengan lembaga untuk penerjemahan. Adapun kemajuan yang dapat dicapai adalah sebagai berikut :
a.       Lembaga dan kegiatan ilmu pengetahuan
Sebelum dinasti Bani Abbasiyah, pusat kegiatan dunia Islam selalu bermuara pada masjid. Masjid dijadikan center of education. Pada dinasti Bani Abbasiyah inilah mulai adanya pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan ke dalam ma’had. Lembaga ini kita kenal ada dua tingkatan:
1)      Maktab/kuttab dan masjid yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak remaja belajar dasar-dasar bacaan, menghitung dan menulis serta anak remaja belajar dasar-dasar ilmu agama.
2)      Tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam Islam pergi ke luar daerah atau ke masjid-masjid, bahkan ke rumah gurunya. Pada tahap berikutnya, mulailah dibuka madrasah-madrasah yang dipelopori Nizhamul Muluk yang memerintah pada tahun 456-485 H. Lembaga inilah yang kemudian berkembang pada masa dinasti Bani Abbasiyah.
Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada pemerintahan bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada saat itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.
Gerakan keilmuan pada dinasti Abbasiyah lebih bersifat spesifik, kajian keilmuan yang kemanfaatannya bersifat keduniaan bertumpu pada ilmu kedokteran, di samping kajian yang bersifat pada al-Qur’an dan al-Hadits, sedang astronomi, mantiq dan sastra baru dikembangkan dengan penerjemahan dari Yunani.
Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan.
Di samping itu, kemajuan tersebut juga ditentukan oleh dua hal yaitu :
o   Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa itu memberi saham-saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Pengaruh Persia yang sangat kuat dalam bidang pemerintahan juga banyak berjasa dalam pengembangan ilmu, filsafat dan sastra. Pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat, sedang pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi.
o   Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase.
ü  Fase pertama, pada masa khalifah al-Mansur hingga Harun al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq
ü  Fase kedua, berlangsung mulai khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300 H.
ü  Fase ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang yang diterjemahkan semakin luas.
o   Ilmu kalam muktazilah yang memiliki daya dorong tinggi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan
o   Faktor ekonomi yang berkembang baik notabene telah memberikan kontribusi yang besar terhadap kemajuan ilmu pengetahuan
o   Khalifah-khalifah yang alim juga berpengaruh besar terhadap berkembangnya ilmu pengetahuan
b.      Kemajuan dalam bidang ilmu agama
Pada masa dinasti Bani Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang, terutama dua metode, yaitu tafsir bil al-ma’tsur (interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari nabi dan para sahabat), dan tafsir bil al-ra’yi (metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran daripada hadits dan pendapat sahabat).
Dalam bidang hadits, pada zamannya hanya bersifat penyempurnaan, pembukuan dari catatan dan hafalan dari para sahabat. Pada zaman ini juga mulai diklasifikasikan secara sistematis dan kronologis.
Dalam bidang fiqh, pada masa ini lahir fuqaha legendaris, seperti Imam Hanifah (700-767 M), Imam Malik (713-795 M), Imam Syafi’i (767-820 M) dan Imam Ahmad ibn Hambal (780-855 M).
Ilmu lughah tumbuh berkembang dengan pesat pula karena bahasa Arab yang semakin dewasa memerlukan suatu ilmu bahasa yang menyeluruh.
c.       Sains dan teknologi
Kemajuan dalam bidang ilmu sains antara lain:
ü  Astronomi, ilmu ini melalui karya India Sindhind, kemudian diterjemahkan Muhammad ibn Ibrahim al-Farazi (77 M). Di samping itu, masih ada ilmuwan Islam lainnya, seperti Ali ibn Isa al-Asturlabi, al-Farghani, al-Battani, Umar al-Khayyam dan al-Tusi.
ü  Kedokteran, dokter pertama yang terkenal adalah Ali ibn Rabban al-Tabari. Tokoh lainnya al-Razi, al-Farabi dan Ibnu Sina.
ü  Kimia, tokohnya adalah Jabir ibn Hayyan (721-815 M). Tokoh lainnya al-Razi, al-Tuqrai yang hidup di abad ke-12 M.
ü  Sejarah dan geografi, tokohnya Ahmad ibn al-Yakubi, Abu Ja’far Muhammad bin Ja’far bin Jarir al-Tabari. Kemudian ahli ilmu bumi yang terkenal adalah Ibnu Khurdazabah (820-913 M).
d.      Lahirnya tokoh-tokoh Intelektual Muslim
Pada masa daulah Bani Abbasiyah, telah banyak tokoh-tokoh intelektual muslim yang berhasil menemukan berbagai bidang ilmu pengetahuan, antara lain yaitu :
1)      Filsafat
Setelah kitab-kitab filsafat Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, kaum muslimin sibuk mempelajari ilmu filsafat, sehingga lahir filosof dunia yang terkenal, yaitu :
Ø  Abu Ishak al-Hindy (karyanya lebih dari 231 judul)
Ø  Abu Nashr al-Faraby (karyanya sebanyak 12 buah)
Ø  Ibnu Sina (karyanya al Syifa’, al-Qanun fil al-Thib)
Ø  Ibnu Bajah
Ø  Ibnu Thufail
Ø  Al-Ghazali (terkenal dengan karyanya Ihya’ Ulumuddin)
Ø  Ibn Rusyd (terkenal dengan Averoes di wilayah barat).
2)      Kedokteran
Daulah Bani Abbasiyah telah melahirkan banyak dokter kenamaan, yaitu:
Ø  Abu Zakaria Yuhana ibn Maskawaih
Ø  Sabur ibn Sahal
Ø  Abu Zakaria al-Razi (tokoh pertama yang membedakan cacar dengan measles)
Ø  Ibnu Sina
3)      Matematika
Di antara ahli matematika Islam terkenal adalah pengarang kitab al-Gebra (al-Jabar), ahli matematika yang berhasil menemukan angka nol (0).
4)      Farmasi dan Kimia
Di masa para ahli farmasi dan kimia pada masa pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah adalah Ibnu Baithar (karyanya yang terkenal adalah al-Mughni).
5)      Perbintangan
Tokoh ilmu perbintangan antara lain:
  • Abu Manshur al-Falaky
  • Jabir al-Batany (pencipta teropong bintang)
  • Raihan al-Bairleny
  • Abu Ali al-Hasan ibn al-Hitami (terkenal dengan al-Hazen dalam bidang optik).
6)      Tafsir dan Hadits
Ilmu tafsir yang berkembang pesat adalah tafsir al-Ma’tsur dan al-Ra’yi di antara tokoh-tokohnya adalah :
  • Ibnu Jarir al-Thabari (ahli tafsir al-Ma’tsur
  • Ibnu Athiyah al-Andalusy (ahli tafsir al-Ma’tsur)
  • Abu Bakar Asam (ahli tafsir al-Ra’yi)
  • Abu Muslim Muhammad (ahli tafsir al-Ra’yi)
Sedangkan tokoh ilmu hadits yang terkenal antara lain :
Ø  Imam Bukhari
Ø  Imam Muslim
Ø  Ibnu Majah
Ø  Abu Dawud
Ø  Al-Nasa’i
7)      Kalam dan Bahasa
Perdebatan para ahli mengenai dosa, pahala, surga, dan neraka serta pembicaraan mereka mengenai ilmu ketuhanan atau tauhid menghasilkan ilmu, yaitu ilmu tauhid dan ilmu kalam. Para pelopornya adalah Jaham ibnu Shafwan, Wasil bin Atha’.
Sedangkan ilmu bahasa yang berkembang pada waktu itu adalah nahwu, bayan, badi’ dan arudl.
Di antara ilmuwan bahasa yang terkenal, adalah:
  • Imam Sibawih (karyanya terdiri dari 2 jilid setebal 1.000 halaman)
  • Al-Kasai
  • Abu Zakaria al-Farra (kitab nahwunya terdiri dari 6.000 halaman)

Daftar Pustaka
Ahmad Amin, Dhuha Al islam, Jilid I, (Kairo: Lajnah al Ta’lif Wa al Nasyr, Tanpa tahun)
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004)
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997)
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid 3, terj. Muhammad Labib Ahmad, (Jakarta: Pustaka al Husna Baru, 2003).
Syalabi A, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Pustaka Alhusna, Jakarta.1983
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006)
Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Penerbit Kota Kembang, 1989)
Hasymy, A. (Ed.), Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia,(Jakarta: PT. Al Ma’arif, 1993)
Jurji Zaidan, Tarikh Al Tamaddun Al Islam-Tamaddun- Al Islami, Jilid III, (Kairo: Dar Al-Hilal,tt)
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: PT. Thoha Putra, 2003)
Philip K. Kitti, History of The Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dkk. (Jakarta; Serambi Ilmu Semesta, 2006).
Wahid N. Abbas, Kazanah Sejarah Kebudayaan Islam, PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo. 2009
Amin Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Amzah, Jakarta.2009

Komentar

  1. Subhanallah... semoga Islam selalu menjadi rahmatan lil alamin.

    futmasepta fanya ulinnuha (211-13-038)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

AL HAKIM, MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH

Oleh: Siti Farida Sinta Riyana (11510080); Nur Aufa Handayani (11510081); Ahmad Ali Masrukan (11519985); Mayura (11510096); dan Muryono ( 11511038) A.       Al Ahkam 1.         Pengertian Al-Ahkam (hukum), menurut bahasa artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu. Sedang menurut istilah ialah ‘Khithab (titah) Allah Swt. atau sabda Nabi Muhammad Saw. yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf , baik itu mengandung perintah, larangan, pilihan, atau ketetapan.

HUKUM SYAR’I (ا لحكم الشر عي)

OLEH: Ulis Sa’adah (11510046); Langga Cintia Dessi (11510089); dan Eka Jumiati (11510092) A.       HAKIKAT HUKUM SYAR’I Menurut para ahli ushul fiqh (Ushuliyun), yang dikatakan hukum syar’i ialah khitab (sabda) pencipta syari’at yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang mengandung suatu tuntutan, atau pilihan atau yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KHILAFIYAH

Disusun Oleh : Abdul Majid (111-11-074); Irsyadul Ibad (111-11-094);  dan Dwi Silvia Anggraini   (111-11-095) PENDAHULUAN Perbedaan selalu ada dalam kehidupan karena hal ini merupakan sunah Rasul yang berlaku sepanjang masa. Perbedaan juga terjadi dalam segi penafsiran dan pemahaman hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui hukum tidaklah sekaku dalam hal penerapannya pada masa awal islam, pada masa itu Nabi Muhammad sebagai tolak ukur  dan akhir dari setiap permasalahan yang ada pada masa itu. Akan tetapi perbedaan itu semakin jelas terlihat ketika era para sahabat dan para tabi’in yang ditandai dengan adanya berbagai aliran atau madzhab yang bercorak kedaerahan dengan tokoh dan kecenderungan masing-masing.