Langsung ke konten utama

Tasyri Pada Masa Keemasan Islam (Abad II-IV H)



(Tabi’it Tabi’in)

Kondisi Umat Islam
}  Berakhirnya periode Dinasti Umayyah tahun 750 M (II H), dan naiknya Dinasti Abbasiyyah sebagai penguasa Daulah Islamiyah.
}  Gerakan keagamaan mulai menguat kembali, terutama dalam pemikiran hukum Islam.
}  Para khalifah Dinasti Abbasiyyah memberikan yang cukup bagi pertumbuhan pengetahuan. Misalnya Harun Ar-Rasyid yang menggaji tinggi kaum ilmuwan dan meminta anaknya (Al-Amin dan Al-Ma’mun) untuk belajar agama kepada Imam Malik.


Faktor Kemajuan Tasyri
}  Tumbuhnya kajian-kajian ilmiah. Hal ini telah dimulai pada masa khalifah Al-Mansur, khalifah kedua. Terjemahan dan pengetahuan asing memarnai corak pemikiran.
}  Kebebasan berpendapat (berijtihad). Dialog Imam Malik dan khalifah Abu Ja’far Al-Mansur dapat menjadi bukti.
}  Adanya Kodifikasi ilmu. Fiqh, ushul fiqh, fatwa sahabat dan tabi’in, Tafsir, dll.

Periode Kodifikasi
Hadist.
}  Meskipun ada larangan dari Nabi, namun larangan tersebut tidak ditujukan pada semua sahabat, tetapi khusus penulis wahyu.
}  Abdullah bin Umar (dijelaskan dalam Musnad Imam Ahmad bin Hambal) menyatakan diperbolehkan oleh Rasulullah menulis hadist.
}  Nabi juga pernah memerintahkan menulis khutbahnya lalu untuk diberikan orang yang memintanya, “Tulislah untuk Abu Syat”.
}  Sebenarnya telah dimulai pada masa Dinasti Umayyah, khalifah Umar bin Abdul Aziz.
}  Hal ini didorong karena kekhawatiran ada banyak orang yang bohong dengan menggunakan pendapat Nabi (hadist).
}  Abu Bakar bin Muhammad bin Hazm dan Ibnu Syihab adalah dua sahabat yang diperintahkan oleh khalifah Umar.

3 Tahap Penulisan Hadist
1) Dimulai pada awal abad II H, yakni pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
}  Kemudia muncullah penulis-penulis hadist di berbagai wilayah, seperti Muhammad Ishaq dan Malik bin Anas (Madinah); Rabi’ah bin Shuaih dan Hammad din Abi Sulaiman (Basrah); Sufyan Tsauri (Kuffah); Auza’i (Syam); Ma’mar (Yaman); Ibnu Mubarak (Khurasan); dan Laits bin Sa’ad (Mesir).
}  Tahap ini hadis telah ditulis per-bab; bab shalat, jual beli, dll.
2) Akhir Abad II H.
}  Tahap ini hadis ditulis berdasarkan sanad (periwayatnya).
}  Misalnya; kumpulan hadist Abu Hurairah merupakan hadist-hadist yang diriwayatkan oleh Abu Bakar, dll.
}  Para ulama hadis dengan metode ini; Abdullah bin Musa, Naim bin Hammad, Ishaq bin Rahawaih, Usman bin Syaibah.
}  Musnah Imam Ahmad bin Hambal menggunakan metode ini dan masih digunakan hingga sekarang.
3) Pertengahan Abad III H.
}  Periode ini penulisan hadis kembali seperti semula, yakni berdasarkan bab-bab tertentu.
}  Bedanya, hadis dipisahkan dari pendapat (qaul) sahabat dan fatwa-fatwanya.
}  Hadist disusun secara sistematis menurut penulisan fiqh.
}  Hadist-hadist shahih dan dhaif dipisahkan, serta dibuat syarat tertentu dari penerimaan riwayat hadist.
}  Periode ini dinilai sebagai masa kecermelangan hadist.
}  Lahirlah ulama-ulama hadist yang terkenal hingga saat ini (kutub al-sittah), seperti:
1)      Muhammad bin Ismail al-Bukhari (w. 265 H)
2)      Muslim bin Hajjaj al-Naisaburi (w. 261 H)
3)      Abu Daud Sulaiman bin Asy’at al-Sajastani (w. 275 H)
4)      Abu Abdullah Muhammad bin Yazid al-Quzaini (Ibnu Majjah) (w. 273 H)
5)      Abu Isa Muhammad bi  Isa al-Salami al-Tarmidzi (w. 279 H)
6)      Abu Abdurrahman Ahmad bin Syua’ib an-Nasa’i (w. 303 H).

Perkembangan Tafsir
}  Tafsir pada hakikatnya terlah berkembang pada masa Rasulullah dan Sahabat.
}  Rasulullah merupakan penafsir utama dari Al-Qur’an, demikian para sahabat juga menjadi penafsir.
}  Salah satu yang sangat terkenal adalah Abbas, paman Rasulullah.
}  Tafsir yang dimaksud di sini adalah penjelasan Rasulullah terkait dengan hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an.
}  Namun banyak ayat Al-Qur’an yang mengandung hukum dan belum mendapatkan tafsir dari Rasulullah.
}  Tabi’in kemudian menuliskan tafsir yang pernah dilakukan oleh Rasulullah dan sahabat.
}  Nama-nama penulis tafsir pada masa awal periode ini adalah Sufyan bin Uyainah, Waki bin Jarah, dan Ishaq bin Rahawaih.
}  Penulisan tafsir kemudian dilakukan secara sistematis menurut kronologi ayat.
}  Periode ini muncullah tafsir Ibnu Juraih, Saddi bin Muhammad bin Ishaq, Ibnu Jarir at-Tabari.

Metodologi Tafsir
}  Tafsir bi al-Maktsur, dilakukan dengan menafsirkan ayat dengan hadist dan atsar sahabat.
}  Lahirlah penafsir seperti Suyuthi, Syaukani, dan Thabari.
}  Tafsir bi al-Ra’y, tafsir berdasarkan ra’y (rasio) dan ijtihad. Dikenal pulan dengan istilah takwil.
}  Tafsir ayat ahkam, menafsirkan ayat-ayat hukum secara tematis.

Kodifikasi Fiqh
}  Tiga metode penulisan fiqh:
1)      Gabungan Hadist, fatwa sahabat dan tabi’in. Karya yang paling terkenal dengan metode ini adalah Al-Muwattha’ karya Imam Malik.
o   Al-Muwattha’ menggabungkan hadist, qaul sahabat, ijtihad tabi’in dan tradisi orang-orang Madinah.
o   Jami’ Kabir, karya Sufyan Tsauri dan Ikhtilaf al-Hadist, karya Imam Syafi’i juga menggunakan metode ini.

2) Fiqh ditulis secara terpisah dengan hadist dan atsar sahabat.
o   Ulama Hanafiyah banyak menggunakan metode ini.
o   Al-Kharaj, karya Abu Yusuf menjadi contoh. Kitab ini merupakan persembahan kepada khalifah Harun Ar-Rasyid, yang berisi mengenai administrasi negara, keuangan dan kedaulatan negara Islam.
o   Dhahir ar-Riwayah al-Sittah, Muhammad bin Hasan; al-Ashl, al-Jami al-Kabir, Al-Jami al-Shaghir, Al-Ziyadah, al-Sair al-Kabir, dan al-Sair al-Shighar (memuat pendapat Abu Hanifah).
o   Al-Mudawwanah, juga dapat digolongkan metode ini. kitab ini berisi dialog Imam Malik dengan muridnya.

3) Penulisan fiqh komparatif.
o   Fiqh yang ditulis dengan metode ini adalah menulis fiqh secara sistematis dengan didukung dalil-dalil (al-Qur’an dan Hadist), pendapat (ijtihad) dan komparasi dengan pendapat-pendapat ulama.
o   Kitab Al-Umm karya Imam Syafi’i adalah kitab Fiqh yang pertama menggunakan metode ini.
o   Kelebihan metode ini mudah dipahami dan dipelajari oleh siapapun.

Penyusunan Ushul Fiqh
}  Ushul Fiqh merupakan metodologi berijtihad dalam menemukan hukum.
}  Ushul Fiqh sendiri pada hakikatnya telah ada semenjak Rasulullah dan Sahabat, hanya saja belum disusun.
}  Misalnya maslahah sebagai alasan hukum yang diambil Abu Bakar dalam kasus fokus pada jabatan dan meninggalkan berdagang, dharurat yang diambil Umar dalam kasus pencuri, illat sebagai alasan hukum Usman dalam kasus unta liar.
}  Ar-Risalah karya Imam Syafi’i merupakan salah satu kitab Ushul Fiqh yang paling awal.

Munculnya Imam Madzhab
}  Dr Thaha Jabir Fayyadh al-Ulwani mencatat ada 13 imam madzhab yang berafiliasi sunni, namun hanya sembilan yang dapat diketahui jelas dasar metode fiqhiyah yang mereka gunakan. Mereka adalah:
1)      Imam Abu Said bin Yasar Al-Bashri (w.110 H).
2)      Imam Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit bin Zuthi (w. 150 H)
3)      Imam Auza’i Abu Amr Abdurrahaman bin Amru bin Muhammad (w. 157 H).
4)      Imam Sufyan bin Said bin Masruq al-Tsauri (w. 160 H)
5)      Imam Laits bin Sa’ad (w. 157 H)
6)      Imam Malik bin Anas al-Anshari (w. 179 H)
7)      Imam Sufyan bin Uyainah (w. 198 H)
8)      Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i (w. 204 H)
9)      Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal (w. 241 H).

Selanjutnya...
Empat Imam Madzhab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AL HAKIM, MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH

Oleh: Siti Farida Sinta Riyana (11510080); Nur Aufa Handayani (11510081); Ahmad Ali Masrukan (11519985); Mayura (11510096); dan Muryono ( 11511038) A.       Al Ahkam 1.         Pengertian Al-Ahkam (hukum), menurut bahasa artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu. Sedang menurut istilah ialah ‘Khithab (titah) Allah Swt. atau sabda Nabi Muhammad Saw. yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf , baik itu mengandung perintah, larangan, pilihan, atau ketetapan.

HUKUM SYAR’I (ا لحكم الشر عي)

OLEH: Ulis Sa’adah (11510046); Langga Cintia Dessi (11510089); dan Eka Jumiati (11510092) A.       HAKIKAT HUKUM SYAR’I Menurut para ahli ushul fiqh (Ushuliyun), yang dikatakan hukum syar’i ialah khitab (sabda) pencipta syari’at yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang mengandung suatu tuntutan, atau pilihan atau yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KHILAFIYAH

Disusun Oleh : Abdul Majid (111-11-074); Irsyadul Ibad (111-11-094);  dan Dwi Silvia Anggraini   (111-11-095) PENDAHULUAN Perbedaan selalu ada dalam kehidupan karena hal ini merupakan sunah Rasul yang berlaku sepanjang masa. Perbedaan juga terjadi dalam segi penafsiran dan pemahaman hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui hukum tidaklah sekaku dalam hal penerapannya pada masa awal islam, pada masa itu Nabi Muhammad sebagai tolak ukur  dan akhir dari setiap permasalahan yang ada pada masa itu. Akan tetapi perbedaan itu semakin jelas terlihat ketika era para sahabat dan para tabi’in yang ditandai dengan adanya berbagai aliran atau madzhab yang bercorak kedaerahan dengan tokoh dan kecenderungan masing-masing.