Langsung ke konten utama

TAHUN PERTAMA DI YATHRIB


 Materi untuk kelompok I. Materi ini saya ambil dari: http://media.isnet.org/islam/Haekal/Muhammad/.
Anda bisa juga mengakses pada website tersebut. 
BAGIAN KESEBELAS: TAHUN PERTAMA DI YATHRIB              (1/4)
Muhammad Husain Haekal
 
Yathrib menyambut Muhajir Besar - Pembinaan mesjid dan tempat-tempat tinggal Nabi Kebebasan beragama bagi seluruh penduduk Yathrib - Orang-orang Yahudi Medinah- Muhammad mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan Anshar - Perjanjiannya dengan Yahudi menetapkan kebebasan beragama - Perkawinan Muhammad dengan Aisyah - Azan  sembahyang - Teladan dan ajaran-ajaran Muhammad - Kuatnya agama baru dan takutnya pihak Yahudi - Kiblat dari al-Masjid'l-Aqsha dialihkan ke al-Masjid'l-Haram - Delegasi Nasrani ke Medinah - Pertemuan tiga agama di Yathrib - Kaum Muslimin mempertimbangkan kedudukannya terhadap Quraisy
 
BERBONDONG-BONDONG penduduk Yathrib ke luar rumah hendak menyambut   kedatangan Muhammad, pria dan wanita.  Mereka berangkat setelah tersiar berita tentang hijrahnya, tentang Quraisy yang hendak membunuhnya, tentang ketabahannya menempuh panas yang begitu membakar dalam  perjalanan  yang  sangat meletihkan, mengarungi bukit pasir dan batu karang di tengah-tengah dataran Tihama, yang justru memantulkan sinar matahari yang panas dan membakar itu. Mereka keluar karena terdorong ingin mengetahui sekitar berita tentang ajakannya yang sudah tersiar  di seluruh jazirah. Ajakan ini juga yang sudah mengikis kepercayaan-kepercayaan lama yang diwarisi dari nenek-moyang mereka, yang sudah dianggap begitu suci.
 
Akan tetapi mereka keluar itu bukan disebabkan oleh dua alasan ini saja, melainkan lebih jauh lagi, yakni karena  orang  yang hijrah   dari  Mekah  ini  akan  menetap  di  Yathrib.  Setiap golongan, setiap kabilah  dari  penduduk  Yathrib,  dari  segi politik   dan  sosial  dalam  hal  ini  memberikan  efek  yang bermacam-macam. Inilah  yang  lebih  banyak  mendorong  mereka menyongsong  keluar, daripada sekedar ingin melihat orang ini. Juga mereka ingin mengetahui, benarkah hal itu akan memperkuat dugaan mereka, ataukah mereka harus menarik diri.
 
Oleh  karena itu, sambutan orang-orang musyrik dan Yahudi atas kedatangan Nabi tidak kurang daripada sambutan kaum Muslimin, baik  dari Muhajirin maupun dari kalangan Anshar. Mereka semua mengerumuninya. Sesuai dengan perasaan yang  berkecamuk  dalam hati masing-masing terhadap  pendatang  orang  besar  itu, denyutan jantung merekapun tidak sama  pula  satu  sama  lain. Mereka  sama-sama  mengikutinya  tatkala  ia melepaskan kekang untanya  dan  membiarkannya  berjalan  sekehendaknya  sendiri, dengan agak   kurang   teratur  karena  masing-masing  ingin memandang  wajahnya. Semua ingin   mengelilinginya   dengan pandangan  mata  tentang  orang  yang gambarnya sudah terlukis dalam jiwa masing-masing, tentang  orang  yang  telah  membuat Ikrar  Aqaba  kedua,  bersama-sama  penduduk  kota  ini – guna melakukan perang  mati-matian  terhadap  Quraisy;  orang  yang telah   hijrah  meninggalkan  tanah  airnya,  berpisah  dengan keluarganya  dengan  memikul  segala  tekanan  permusuhan  dan tindakan   kekerasan   dari   mereka  selama  tigabelas  tahun terus-menerus. Ini semua demi keyakinan tauhid  kepada  Allah, tauhid yang dasarnya adalah merenungkan alam semesta ini serta mengungkapkan hakekat yang ada dengan jalan itu.
 
Unta yang  dinaiki  Nabi  alaihi  ssalam  berlutut  di  tempat penjemuran kurma milik Sahl dan Suhail b. Amr. Kemudian tempat itu dibelinya guna dipakai tempat membangun mesjid.  Sementara tempat  itu dibangun ia tinggal pada keluarga Abu Ayyub Khalid b. Zaid al-Anshari. Dalam membangun mesjid itu  Muhammad  juga turut  bekerja  dengan  tangannya  sendiri. Kaum Muslimin dari kalangan  Muhajirin  dan   Anshar   ikut   pula   bersama-sama
membangun. Selesai mesjid itu dibangun, di sekitarnya dibangun pula tempat-tempat  tinggal  Rasul.  Baik  pembangunan  mesjid maupun   tempat-tempat   tinggal   itu  tidak  sampai  memaksa seseorang,  karena  segalanya  serba  sederhana,   disesuaikan dengan petunjuk-petunjuk Muhammad.
 
Mesjid itu merupakan sebuah ruangan terbuka yang luas, keempat temboknya  dibuat daripada  batu  bata  dan  tanah.   Atapnya sebagian  terdiri  dari  daun  kurma  dan  yang  sebagian lagi dibiarkan terbuka, dengan salah  satu  bagian  lagi  digunakan tempat orang-orang fakir-miskin yang tidak punya tempat-tinggal. Tidak ada penerangan  dalam  mesjid  itu  pada malam  hari.  Hanya  pada waktu salat Isya diadakan penerangan dengan membakar jerami.  Yang  demikian  ini  berjalan  selama sembilan   tahun.  Sesudah  itu  kemudian  baru  mempergunakan lampu-lampu  yang  dipasang  pada  batang-batang  kurma   yang dijadikan  penopang atap itu. Sebenarnya tempat-tempat tinggal Nabi sendiri tidak lebih  mewah  keadaannya  daripada  mesjid, meskipun memang sudah sepatutnya lebih tertutup.
 
Selesai  Muhammad  membangun  mesjid  dan  tempat-tinggal,  ia pindah dari rumah Abu Ayyub ke tempat ini.  Sekarang  terpikir olehnya  akan adanya hidup baru yang harus dimulai, yang telah membawanya dan membawa dakwahnya itu harus  menginjak  langkah baru  lebih  lebar.  Ia  melihat  adanya suku-suku yang saling bertentangan dalam kota ini, yang oleh  Mekah  tidak  dikenal. Tapi   juga  ia  melihat  kabilah-kabilah  dan  suku-suku  itu semuanya merindukan adanya suatu kehidupan damai dan tenteram, jauh  dari  segala  pertentangan dan kebencian, yang pada masa lampau telah  memecah-belah  mereka.  Kota  ini  akan  membawa ketenteraman  pada masa yang akan datang, yang diharapkan akan lebih kaya dan lebih terpandang daripada Mekah.  Akan  tetapi, bukanlah  kekayaan  dan  kehormatan Yathrib  itu yang menjadi tujuan Muhammad yang pertama, sekalipun ini ada  juga.  Segala
tujuan  dan  daya-upaya, yang pertama dan yang terakhir, ialah meneruskan risalah,  yang  penyampaiannya  telah  dipercayakan Tuhan  kepadanya,  dengan  mengajak dan memberikan peringatan. Akan  tetapi,  oleh  penduduk  Mekah  sendiri,   dengan   cara kekerasan  risalah  ini  dilawan  mati-matian, sejak dari awal kerasulannya sampai  Rada  waktu  hijrah.  Karena  takut  akan penganiayaan dan tindakan kekerasan pihak Quraisy, risalah dan iman  itu  tidak  sampai   memasuki   setiap   kalbu. Segala penganiayaan  dan  tindakan  kekerasan  ini  menjadi perintang antara iman dengan kalbu manusia yang belum lagi menerima iman itu.
 
Baik  kaum Muslimin maupun yang lain seharusnya percaya, bahwa barangsiapa menerima pimpinan Tuhan dan sudah masuk  ke  dalam agama Allah, akan terlindung ia dari gangguan; bagi orang yang sudah beriman akan tambah kuat imannya, sedang bagi yang masih ragu-ragu,  atau masih takut-takut atau yang lemah akan segera pula menerima iman itu.
 
Pikiran itulah yang mula-mula meyakinkan Muhammad, ia  tinggal di Yathrib, ke arah itu politiknya ditujukan dan dengan tujuan itu pula hendaknya sejarah hidupnya  ditulis.  Ia  tak  pernah memikirkan  kerajaan,  harta-benda  atau  perniagaan.  Seluruh tujuannya ialah memberikan ketenangan jiwa  bagi  mereka  yang menganut  ajarannya dengan jaminan kebebasan bagi mereka dalam menganut kepercayaan agama masing-masing.  Baik  bagi  seorang Muslim,  seorang  Yahudi,  atau  seorang Kristen masing-masing mempunyai kebebasan  yang  sama  dalam  menganut  kepercayaan, kebebasan  yang  sama  menyatakan  pendapat dan kebebasan yang sama pula menjalankan  propaganda  agama.  Hanya  kebebasanlah yang   akan   menjamin   dunia   ini  mencapai  kebenaran  dan kemajuannya dalam menuju kesatuan yang integral dan terhormat. Setiap   tindakan   menentang   kebebasan  berarti  memperkuat kebatilan, berarti menyebarkan kegelapan  yang  akhirnya  akan mengikis habis percikan cahaya yang berkedip dalam hati nurani manusia. Percikan cahaya  ini  yang  akan  menghubungkan  hati nurani  manusia  dengan alam semesta ini, dari awal yang azali sampai pada akhirnya yang abadi, suatu hubungan yang  menjalin rasa  kasih  sayang  dan  persatuan,  bukan rasa kebencian dan kehancuran
 
Dengan pemikiran inilah wahyu itu disampaikan kepada  Muhammad sejak  ia  hijrah.  Dan  karena itu pula ia sangat mendambakan perdamaian, dan tidak menyukai perang. Dalam  hal  ini  selama hidupnya ia sangat cermat sekali. Ia tidak menempuh jalan itu, kalau tidak terpaksa karena membela kebebasan,  membela  agama dan  kepercayaan.  Bukankah,  ketika  mendengar  ada mata-mata memanggil-manggil Quraisy, memberi peringatan  tentang  mereka itu,  penduduk  Yathrib yang ikut mengadakan Ikrar Aqaba kedua berkata kepadanya?
 
"Demi Allah yang telah  mengutus  tuan  atas  dasar  kebenaran kalau  sekiranya  tuan sudi, penduduk Mina itu besok akan kami habiskan dengan pedang kami."
 
Dijawabnya:
"Kami tidak diperintahkan untuk itu."
 
Bukankah ayat pertama yang datang mengenai perang berbunyi?
 
"Diijinkan (berperang) kepada mereka  yang  diperangi,  karena mereka  dianiaya;  dan  sesungguhnya Allah Maha kuasa menolong mereka." (Qur'an, 8: 39)
 
Dan bukankah ayat berikutnya mengenai soal  perang  itu  Tuhan berfirman?
 
"Dan  perangilah  mereka  supaya  jangan  ada lagi fitnah, dan agama seluruhnya untuk Allah." (Qur'an, 2: 193)
 
Jadi  pertimbangan  pikiran  Muhammad  dalam  hal  ini   hanya mempunyai  satu  tujuan  yang  luhur, yaitu menjamin kebebasan beragama dan menyatakan pendapat. Hanya  untuk  mempertahankan itulah  perang dibenarkan, dan hanya untuk itu pula dibenarkan menangkis serangan pihak agresor, sehingga  jangan  ada  orang yang  dapat  dikacau  dari  agamanya dan jangan pula ada orang yang ditindas karena kepercayaan atau pendapatnya.
 
Kalau inilah tujuan Muhammad  dalam  pertimbangannya  mengenai masalah  Yathrib  serta  harus menjamin adanya kebebasan, maka penduduk kota ini pun menyambutnya dalam pikiran yang  serupa, meskipun  setiap  golongan pertimbangannya saling bertentangan satu sama lain. Penduduk Yathrib pada waktu itu  terdiri  dari kaum  Muslimin  -  Muhajirin  dan Anshar - orang-orang musyrik dari  sisa-sisa  Aus  dan  Khazraj  -  sedang  hubungan  kedua
golongan   ini   sudah   sama-sama   kita   ketahui;  kemudian orang-orang  Yahudi:  Banu  Qainuqa  di  sebelah  dalam,  Banu Quraiza  di  Fadak,  Banu'n-Nadzir  tidak  jauh  dari sana dan Yahudi Khaibar di Utara.
 
Ada pun kaum Muhajirin dan Anshar,  karena  solidaritas  agama baru itu, mereka sudah erat sekali bersatu. Sungguhpun begitu, kekuatiran  dalam  hati  Muhammad  belum  hilang samasekali, kalau-kalau suatu waktu kebencian lama di kalangan mereka akan kembali timbul.  Sekarang  terpikir  olehnya   bahwa   setiap keraguan  semacam itu harus dihilangkan. Usaha ini akan tampak juga pengaruhnya
 
Sebaliknya golongan musyrik dari sisa-sisa  Aus  dan  Khazraj, akibat  peperangan-peperangan masa lampau, mereka merasa lemah sekali di tengah-tengah kaum Muslimin dan Yahudi  itu.  Mereka mencari  jalan  supaya  antara  keduanya  itu  timbul insiden. Selanjutnya golongan Yahudi dengan tiada  ragu-ragu  merekapun menyambut  baik kedatangan  Muhammad dengan dugaan bahwa mereka akan dapat membujuknya dan  sekaligus merangkulnya  ke  pihak mereka,  serta  dapat pula diminta bantuannya membentuk sebuah jazirah  Arab.  Dengan  demikian  mereka   akan   dapat   pula membendung   Kristen,  yang  telah  mengusir  Yahudi,  -bangsa pilihan Tuhan - dari  Palestina,  Tanah  yang  Dijanjikan  dan tanah air mereka itu.
 
Dengan  dasar  pikiran  itulah  mereka masing-masing bertolak. Mereka membukakan jalan  supaya  tujuan  mereka  masing-masing mudah tercapai.
 
Di  sinilah  fase  baru  dalam hidup Muhammad itu dimulai yang sebelum  itu  tiada  seorang  nabi  atau  rasul  yang   pernah mengalaminya. Di sini dimulainya suatu fase politik yang telah
diperlihatkan oleh Muhammad dengan segala kecakapan, kemampuan dan pengalamannya, yang akan membuat orang jadi termangu, lalu menundukkan  kepala  sebagai  tanda  hormat  dan  rasa  kagum. Tujuannya yang pokok akan mencapai Yathrib - tanah airnya yang baru - ialah meletakkan dasar kesatuan politik dan organisasi, yang  sebelum  itu  di  seluruh  wilayah  Hijaz belum dikenal; sungguhpun jauh sebelumnya di Yaman memang sudah pernah ada.
 
Sekarang ia bermusyawarah dengan kedua wazirnya itu  Abu  Bakr dan  Umar  -  demikianlah  mereka dinamakan. Dengan sendirinya yang menjadi pokok pikirannya yang  mula-mula  ialah  menyusun barisan  kaum Muslimin serta mempererat persatuan mereka, guna menghilangkan segala  bayangan  yang  akan  membangkitkan  api permusuhan  lama di kalangan mereka itu. Untuk mencapai maksud ini  diajaknya  kaum   Muslimin   supaya   masing-masing   dua bersaudara,  demi  Allah. Dia sendiri bersaudara dengan Ali b. Abi  Talib.  Hamzah  pamannya  bersaudara  dengan  Zaid  bekas budaknya.  Abu  Bakr  bersaudara  dengan Kharija b. Zaid. Umar ibn'l-Khattab, bersaudara dengan 'Itban b. Malik  al-Khazraji. Demikian  juga  setiap  orang  dari  kalangan  Muhajirin  yang sekarang sudah banyak jumlahnya di Yathrib  -  sesudah  mereka yang  tadinya  masih  tinggal  di  Mekah  menyusul  ke Medinah setelah Rasul hijrah  -  dipersaudarakan  pula  dengan  setiap orang  dari pihak Anshar, yang oleh Rasul lalu dijadikan hokum saudara sedarah  senasib.  Dengan  persaudaraan  demikian  ini persaudaraan kaum Muslimin bertambah kukuh adanya.
 
Ternyata  kalangan  Anshar memperlihatkan sikap keramahtamahan yang luarbiasa terhadap saudara-saudara mereka kaum  Muhajirin ini,  yang  sejak  semula  sudah  mereka  sambut  dengan penuh gembira. Sebabnya ialah, mereka telah meninggalkan Mekah, dan bersama  itu mereka tinggalkan pula segala yang mereka miliki, harta-benda dan semua kekayaan. Sebagian besar  ketika  mereka memasuki  Medinah  sudah hampir tak ada lagi yang akan dimakan
disamping mereka memang bukan orang  berada  dan  berkecukupan selain  Usman  b.  'Affan.  Sedangkan yang lain sedikit sekali yang dapat membawa sesuatu yang berguna dari Mekah.
 
Pada suatu hari Hamzah paman Rasul pergi mendatanginya  dengan permintaan kalau-kalau ada yang dapat dimakannya. Abdur-Rahman b. 'Auf yang sudah bersaudara dengan Sa'd bin'r-Rabi'  ketika di  Yathrib  ia  sudah  tidak  punya apa-apa lagi. Ketika Sa'd menawarkan hartanya akan dibagi dua, Abdur-Rahman menolak.  Ia hanya  minta  ditunjukkan  jalan  ke  pasar. Dan di sanalah ia mulai berdagang mentega dan keju.  Dalam  waktu  tidak  berapa lama,  dengan  kecakapannya  berdagang ia telah dapat mencapai kekayaan kembali, dan dapat pula memberikan  mas-kawin  kepada salah   seorang   wanita   Medinah.   Bahkan  sudah  mempunyai kafilah-kafilah yang pergi  dan  pulang  membawa  perdagangan. Selain Abdur-Rahman, dari kalangan Muhajirin, banyak juga yang telah melakukan hal serupa itu. Sebenarnya  karena  kepandaian orang-orang  Mekah  itu  dalam  bidang  perdagangan sampai ada orang mengatakan: dengan perdagangannya itu ia dapat  mengubah pasir sahara menjadi emas.
 
Adapun   mereka  yang  tidak  melakukan  pekerjaan  berdagang, diantaranya ialah  Abu  Bakr,  Umar,  Ali  b.  Abi  Talib  dan lain-lain.  Keluarga-keluarga mereka terjun kedalam pertanian, menggarap  tanah   milik   orang-orang   Anshar   bersama-sama pemiliknya.   Tetapi   selain   mereka  ada  pula  yang  harus menghadapi kesulitan dan kesukaran hidup.  Sungguhpun  begitu, mereka ini tidak mau hidup menjadi beban orang lain. Merekapun membanting  tulang  bekerja,  dan  dalam  bekerja  itu  mereka merasakan  adanya ketenangan batin, yang selama di Mekah tidak pernah mereka rasakan.
 
Di samping itu  ada  lagi  segolongan  orang-orang  Arab  yang datang  ke  Medinah  dan menyatakan masuk Islam, dalam keadaan miskin dan serba kekurangan sampai-sampai ada diantara  mereka yang   tidak  punya  tempat  tinggal.  Bagi  mereka  ini  oleh Muhammad disediakan tempat di  selasar  mesjid  yaitu  shuffa [bahagian mesjid yang beratap] sebagai tempat tinggal mereka.
 
Oleh  karena  itu  mereka  diberi nama Ahl'sh-Shuffa (Penghuni Shuffa). Belanja mereka diberikan dari  harta  kaum  Muslimin, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar yang berkecukupun.
 
Dengan adanya persatuan kaum Muslimin dengan cara persaudaraan itu Muhammad sudah merasa  lebih  tenteram.  Sudah  tentu  ini merupakan  suatu  langkah  politik  yang  bijaksana sekali dan sekaligus menunjukkan  adanya  suatu  perhitungan  yang  tepat serta  pandangan  jauh. Baru tampak kepada kita arti semua ini bila kita melihat segala daya-upaya kaum Munafik  yang  hendak merusak  dan  menjerumuskan  kaum Muslimin ke dalam peperangan
antara Aus dengan Khazraj dan antara Muhajirin dengan  Anshar. Akan  tetapi suatu operasi politik yang begitu tinggi dan yang menunjukkan adanya kemampuan luarbiasa, ialah apa  yang  telah dicapai  oleh Muhammad dengan mewujudkan persatuan Yathrib dan meletakkan  dasar  organisasi  politiknya  dengan   mengadakan persetujuan  dengan  pihak  Yahudi atas landasan kebebasan dan persekutuan yang  kuat  sekali.  Orang  sudah  melihat  betapa mereka  menyambut baik kedatangannya dengan harapan akan dapat dibujuknya ke pihak mereka.  Penghormatan  mereka  ini  dengan segera  dibalasnya  pula  dengan  penghormatan yang sama serta mengadakan tali silaturahmi dengan mereka.  Ia  bicara  dengan kepala-kepala  mereka,  didekatkannya pembesar-pembesar mereka dibentuknya dengan mereka itu suatu tali persahabatan,  dengan pertimbangan  bahwa mereka juga Ahli Kitab dan kaum monotheis. Lebih dari itu bahwa pada waktu  mereka  berpuasa  iapun  ikut puasa.   Pada  waktu  itu  kiblatnya  dalam  sembahyang  masih menghadap ke Bait'l-Maqdis,  titik  perhatian  mereka,  tempat terkumpulnya  semua  Keluarga  Israil.  Persahabatannya dengan
pihak Yahudi dan persahabatan pihak Yahudi  dengan  dia  makin sehari makin bertambah erat dan dekat juga.

BAGIAN KESEBELAS: TAHUN PERTAMA DI YATHRIB1              (2/4)
 
Orang  yang begitu mulia, sangat rendah hati, orang yang penuh kasih sayang, selalu memenuhi janji,  sifatnya  yang  pemurah, selalu   terbuka   bagi  si  miskin,  bagi  orang  yang  hidup menderita,  ini  juga  yang  memberikan  kewibawaan  kepadanya terhadap  penduduk  Yathrib. Dan semua ini telah sampai kepada suatu ikatan perjanjian  persahabatan  dan  persekutuan  serta menetapkan adanya kebebasan beragama. Perjanjian ini – menurut hemat kita  -  merupakan  suatu  dokumen  politik  yang  patut dikagumi  sepanjang  sejarah.  Dan  fase  yang  dialami  dalam sejarah hidup Rasul ini belum pernah dialami oleh seorang nabi atau  rasul lain. Pernah ada Isa, ada Musa, ada nabi-nabi yang lain sebelum itu. Mereka  terbatas  hanya  pada  dakwah  agama saja.  Mereka  menyampaikan  itu  kepada  orang  dengan  jalan berdebat, dengan jalan mujizat. Sesudah itu mereka  tinggalkan ditangan  para  penguasa  yang  kemudian, dan untuk menyiarkan dakwahnya itu harus  dilakukan  dengan  kekuatan  politik  dan membela  kebebasan  orang  yang  sudah  beriman  kepadanya itu dengan kekuatan senjata yang disertai peperangan  pula.  Agama Kristen  disiarkan  oleh  murid-muridnya yang kemudian sesudah Isa.  Mereka  dan  pengikut-pengikut   mereka   masih   selalu mengalami  siksaan.  Baru setelah ada raja-raja yang cenderung kepada agama ini, ia dilindunginya dan disiarkan. Begitu  juga halnya dengan agama lain, di dunia Timur ataupun di Barat.
 
Sebaliknya  Muhammad,  tersebarnya  Islam serta menangnya misi kebenaran itu harus  berada  ditangannya.  Ia  menjadi  Rasul, menjadi negarawan, pejuang dan penakluk. Semua itu demi Allah, demi misi kebenaran, yang oleh karenanya ia diutus. Dalam  hal ini   semua,   sebenarnya  dia  adalah  orang  besar,  lambing kesempurnaan  insani  par  exellence  dalam  arti  kata   yang sebenarnya.
 
Antara  kaum  Muhajirin  dan Anshar dengan orang-orang Yahudi, Muhammad  membuat  suatu  perjanjian  tertulis   yang   berisi pengakuan  atas  agama  mereka  dan harta-benda mereka, dengan syarat-syarat timbal balik, demikian bunyinya:
 
"Dengan nama Allah, Pengasih dan Penyayang.  Surat  Perjanjian ini  dari Muhammad - Nabi; antara orang-orang beriman dan kaum Muslimin dari kalangan Quraisy dan Yathrib serta yang mengikut mereka  dan  menyusul mereka dan berjuang bersama-sama mereka; bahwa mereka adalah satu umat di luar golongan orang lain.
 
"Kaum Muhajirin dari kalangan  Quraisy  adalah  tetap  menurut adat   kebiasaan   baik  yang  berlaku2  di  kalangan  mereka, bersama-sama menerima  atau  membayar  tebusan  darah3  antara sesama mereka dan mereka menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil diantara sesama orang-orang beriman.
 
"Bahwa Banu Auf  adalah  tetap  menurut  adat  kebiasaan  baik mereka  yang  berlaku,  bersama-sama  membayar  tebusan  darah seperti yang sudah-sudah. Dan setiap  golongan  harus  menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil diantara sesama orang-orang beriman."
 
Kemudian disebutnya tiap-tiap suku4 Anshar itu serta  keluarga tiap   puak:   Banu'l-Harith,   Banu   Saida,   Banu   Jusyam Banu'n-Najjar, Banu 'Amr b. 'Auf dan Banu'n-Nabit. Selanjutnya disebutkan,
 
"Bahwa   orang-orang   yang  beriman  tidak  boleh  membiarkan seseorang yang menanggung beban hidup dan  hutang  yang  berat diantara  sesama mereka. Mereka harus dibantu dengan cara yang baik dalam membayar tebusan tawanan atau membayar diat.
 
"Bahwa seseorang yang beriman tidak boleh mengikat janji dalam menghadapi mukmin lainnya.
 
"Bahwa  orang-orang  yang  beriman  dan bertakwa harus melawan orang yang melakukan kejahatan diantara mereka  sendiri,  atau orang   yang   suka  melakukan  perbuatan  aniaya,  kejahatan permusuhan atau berbuat kerusakan diantara orang-orang berima sendiri,  dan mereka semua harus sama-sama melawannya walaupu terhadap anak sendiri.
 
"Bahwa seseorang yang  beriman  tidak  boleh  membunuh  sesama mukmin lantaran orang kafir untuk melawan orang beriman.
 
"Bahwa  jaminan  Allah  itu  satu:  Dia  melindungi yang lemah diantara mereka.
 
"Bahwa  orang-orang  yang   beriman   itu   hendaknya   saling tolong-menolong satu sama lain.
 
"Bahwa  barangsiapa dari kalangan Yahudi yang menjadi pengikut kami, ia berhak  mendapat  pertolongan  dan  persamaan;  tidak menganiaya atau melawan mereka
 
"Bahwa  persetujuan  damai orang-orang beriman itu satu; tidak dibenarkan seorang mukmin mengadakan perdamaian sendiri dengan meninggalkan  mukmin  lainnya  dalam  keadaan  perang di jalan Allah. Mereka harus sama dan adil adanya.
 
"Bahwa setiap orang yang berperang  bersama  kami,  satu  sama lain harus saling bergiliran.
 
"Bahwa  orang-orang  beriman itu harus saling membela terhadap sesamanya yang telah tewas di jalan Allah.
 
"Bahwa orang-orang yang beriman dan bertakwa hendaknya berada dalam pimpinan yang baik dan lurus.
 
"Bahwa orang tidak dibolehkan melindungi harta-benda atau jiwa orang Quraisy dan tidak boleh merintangi orang beriman.
 
"Bahwa barangsiapa membunuh orang beriman yang tidak  bersalah dengan  cukup  bukti  maka  ia  harus  mendapat  balasan  yang setimpal kecuali bila keluarga si terbunuh sukarela  (menerima tebusan).
 
"Bahwa  orang-orang  yang beriman harus menentangnya semua dan tidak dibenarkan mereka hanya tinggal diam.
 
"Bahwa seseorang yang beriman yang telah mengakui  isi  piagam ini  dan  percaya kepada Allah dan kepada hari kemudian, tidak dibenarkan menolong  pelaku  kejahatan  atau  membelanya,  dan bahwa barangsiapa yang menolongnya atau melindunginya, ia akan mendapat kutukan dan murka Allah pada hari kiamat, dan tak ada sesuatu tebusan yang dapat diterima.
 
"Bahwa  bilamana  diantara  kamu  timbul  perselisihan tentang sesuatu masalah  yang  bagaimanapun,  maka  kembalikanlah  itu kepada Allah dan kepada Muhammad - 'alaihishshalatu wassalam.
 
"Bahwa   orang-orang Yahudi   harus   mengeluarkan   belanja bersama-sama orang-orang beriman  selama  mereka  masih  dalam keadaan perang.
 
"Bahwa  orang-orang  Yahudi  Banu  Auf adalah satu umat dengan orang-orang beriman. Orang-orang  Yahudi  hendaknya  berpegang pada   agama   mereka,   dan  orang-orang  Islampun  hendaknya berpegang pada agama mereka pula,  termasuk  pengikut-pengikut mereka  dan  diri mereka sendiri, kecuali orang yang melakukan perbuatan aniaya dan durhaka. Orang semacam ini hanyalah  akan menghancurkan dirinya dan keluarganya sendiri.
 
"Bahwa   terhadap  orang-orang  Yahudi  Banu'n-Najjar,  Yahudi Banu'l-Harith, Yahudi Banu Sa'ida, Yahudi Banu-Jusyam,  Yahudi Banu  Aus,  Yahudi  Banu  Tha'laba,  Jafna  dan Banu Syutaiba5 berlaku sama seperti terhadap mereka sendiri.
 
"Bahwa tiada seorang dari  mereka  itu  boleh  keluar  kecuali dengan ijin Muhammad s.a.w.
 
"Bahwa seseorang tidak boleh dirintangi menuntut haknya karena dilukai; dan barangsiapa  yang  diserang  ia  dan  keluarganya harus  berjaga  diri,  kecuali jika ia menganiaya. Bahwa Allah juga yang menentukan ini.
 
"Bahwa  orang-orang  Yahudi  berkewajiban  menanggung nafkah mereka  sendiri  dan  kaum Musliminpun berkewajiban menanggung nafkah mereka sendiri pula. Antara  mereka  harus  ada  tolong menolong  dalam  menghadapi  orang yang hendak menyerang pihak yang mengadakan piagam perjanjian ini.
 
"Bahwa     mereka     sama-sama berkewajiban, saling nasehat-menasehati  dan  saling  berbuat kebaikan dan menjauhi segala perbuatan dosa.
 
"Bahwa seseorang tidak dibenarkan  melakukan  perbuatan  salah terhadap  sekutunya,  dan bahwa yang harus ditolong ialah yang teraniaya.
 
"Bahwa orang-orang Yahudi  berkewajiban  mengeluarkan  belanja bersama orang-orang beriman selama masih dalam keadaan perang.
 
"Bahwa  kota Yathir adalah kota yang dihormati bagi orang yang mengakui perjanjian ini.
 
"Bahwa tetangga itu seperti jiwa sendiri, tidak boleh diganggu dan diperlakukan dengan perbuatan jahat.
 
"Bahwa tempat yang dihormati itu tak boleh didiami orang tanpa ijin penduduknya.
 
"Bahwa bila diantara orang-orang yang mengakui perjanjian  in terjadi  suatu  perselisihan yang dikuatirkan akan menimbulka kerusakan, maka tempat  kembalinya  kepada  Allah  dan  kepada Muhammad  Rasulullah  -s.a.w.  - dan bahwa Allah bersama orang yang teguh dan setia memegang perjanjian ini.
 
"Bahwa melindungi orang-orang  Quraisy  atau  menolong  mereka tidak dibenarkan.
 
"Bahwa  antara mereka harus saling membantu melawan orang yang mau  menyerang  Yathrib  ini.  Tetapi  apabila  telah   diajak berdamai maka sambutlah ajakan perdamaian itu.
 
"Bahwa  apabila  mereka diajak berdamai, maka orang-orang yang beriman  wajib  menyambutnya,  kecuali   kepada   orang   yang memerangi  agama.  Bagi  setiap  orang,  dari pihaknya sendiri mempunyai bagiannya masing-masing.
 
"Bahwa orang-orang Yahudi Aus, baik diri mereka  sendiri  atau pengikut-pengikut  mereka  mempunyai  kewajiban seperti mereka yang sudah menyetujui  naskah  perjanjian  ini  dengan  segala kewajiban   sepenuhnya  dari  mereka  yang  menyetujui  naskah perjanjian ini.
 
"Bahwa kebaikan itu bukanlah kejahatan  dan  bagi  orang  yang melakukannya  hanya  akan memikul sendiri akibatnya. Dan bahwa Allah bersama pihak  yang  benar  dan  patuh menjalankan  isi perjanjian ini.
 
"Bahwa orang tidak akan melanggar isi perjanjian ini, kalau ia bukan orang yang aniaya dan jahat.
 
"Bahwa barangsiapa yang keluar atau tinggal dalam kota Medinah ini, keselamatannya tetap terjamin, kecuali orang yang berbuat aniaya dan melakukan kejahatan.
 
"Sesungguhnya Allah melindungi orang yang berbuat kebaikan dan bertakwa."
 
Inilah  dokumen  politik  yang telah diletakkan Muhammad sejak seribu tiga ratus lima puluh tahun yang lalu  dan  yang  telah menetapkan  adanya  kebebasan  beragama,  kebebasan menyatakan pendapat; tentang keselamatan harta-benda dan  larangan  orang melakukan  kejahatan.  Ia  telah  membukakan  pintu baru dalam kehidupan politik dan peradaban dunia masa  itu.  Dunia,  yang selama  ini  hanya  menjadi  permainan tangan tirani, dikuasai oleh  kekejaman   dan   kehancuran   semata.   Apabila   dalam penandatanganan  dokumen  ini orang-orang Yahudi Banu Quraiza, Banu'n-Nadzir dan Banu Qainuqa tidak ikut serta, namun  tidak selang  lama  sesudah itu merekapun mengadakan perjanjian yang serupa dengan Nabi.
 
Demikianlah,  seluruh  kota  Medinah  dan   sekitarnya   telah benar-benar  jadi  terhormat  bagi  seluruh  penduduk.  Mereka berkewajiban  mempertahankan  kota  ini  dan  mengusir  setiap serangan  yang  datang  dari  luar.  Mereka harus bekerja sama antara sesama mereka guna menghormati segala  hak  dan  segala macam kebebasan yang sudah disetujui bersama dalam dokumen ini.
 
Muhammad  sudah  cukup  merasa lega dengan hasil demikian ini. Kaum Musliminpun merasa tenteram menjalankan  kewajiban  agama mereka, baik dalam berjamaah ataupun sendiri-sendiri.
 
Mereka   tidak  lagi  kuatir  ada  gangguan  atau  akan  takut difitnah. Ketika itulah Muhammad  menyelesaikan  perkawinannya dengan  Aisyah  bt.  Abi  Bakr,  yang  waktu  itu baru berusia sepuluh atau sebelas  tahun.  Ia  adalah  seorang  gadis  yang lemah-lembut  dengan  air  muka  yang manis dan sangat disukai dalam  pergaulan.  Ketika  itu  ia  sedang  menjenjang  remaja puteri,   mempunyai  kegemaran  bermain-main  dan  bersukaria.
Pertumbuhan badannya baik sekali.
 
Pertama ia pindah ke tempatnya yang sekarang di samping tempat Sauda di sisi mesjid, ia melihat Muhaminad adalah seorang ayah yang penuh kasih-sayang, seorang suami yang penuh  cintakasih. Ia  tidak  keberatan  ikut  bermain-main  dengan barang-barang mainannya itu. Dengan itu Aisyah telah menghiburnya pula  dari pikiran  yang  berat-berat yang selalu menjadi bebannya karena suasana politik Yathrib yang kini sudah mulai diarahkan dengan sebaik-baiknya itu.
 
Dalam   suasana   kaum  Muslimin  yang  sudah  mulai  tenteram menjalankan tugas-tugas agama itu, pada  waktu  itu  kewajiban zakat  dan  puasa  mulai  pula dijalankan hukumnya. Di Yathrib inilah Islam  mulai  menemukan  kekuatannya.  Ketika  Muhammad sampai  di  Medinah,  bila  ketika  itu waktu-waktu sembahyang sudah tiba, orang berkumpul bersama-sama tanpa dipanggil. Lalu terpikir    akan    memanggil   orang   bersembahyang   dengan mempergunakan terompet seperti orang-orang Yahudi. Tetapi  dia tidak  menyukai terompet  itu.  Lalu dianjurkan mempergunakan genta, yang akan dipukul waktu sembahyang,  seperti  dilakukan oleh orang-orang Nasrani.
 
Tetapi  kemudian  sesudah  ada  saran dari Umar dan sekelompok Muslimim - menurut satu sumber, - atau dengan  perintah  Tuhan melalui  wahyu,  menurut sumber lain - penggunaan genta inipun dibatalkan dan diganti dengan azan. Selanjutnya diminta kepada Abdullah b. Zaid b. Tha'laba:
 
"Kau pergi dengan Bilal dan bacakan kepadanya - maksudnya teks azan - dan suruh dia menyerukan azan itu, sebab suaranya lebih merdu dari suaramu.
 
Di  samping  mesjid  ada sebuah rumah kepunyaan seorang wanita dari Banu'n-Najjar yang lebih tinggi dari mesjid.  Bilal  naik keatas rumah itu lalu menyerukan azan. Dengan demikian, setiap hari di waktu fajar seluruh penduduk Yathrib mendengar  seruan
bersembahyang itu diucapkan dengan alunan suara yamg indah dan lembut sekali, yang ditujukan Bilal ke  segenap  penjuru,  dan menggema ke telinga pendengarnya:
 
"Allahu  Ahbar!  Allahu  Akbar! Asyhadu an la ilaha illa Allah Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Hayy 'ala'  sh-shala  hay 'ala'l-falah.  Allahu  Akbar.  Allahu  Akbar.  La  ilaha  illa
Allah." (Allah Maha Besar! Allah Maha Besar! Aku bersaksi  tak ada  tuhan  selain  Allah.  Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Utusan Allah. Marilah sembahyang. Marilah mencapai kemenangan. Allah  Maha  Besar.  Allah  Maha  Besar.  Tak ada tuhan selain Allah).
 
Dengan demikian ini rasa takut yang selama ini membayangi kaum Muslimin  telah  berubah  jadi aman dan tenteram. Yathrib kini telah menjadi Madinat'r-Raslll - menjadi  Kota  -  Rasulullah. Penduduk kota ini yang bukan Islam sudah pula merasakan adanya kekuatan kaum Muslimin  - suatu kekuatan yang  bersumber  dari lubuk   hati  yang  sudah  mengenal  pengorbanan,  yang  sudah mengalami pelbagai macam penderitaan, demi membela iman.  Kini mereka  memetik  buahnya,  buah  kesabaran dan ketabahan hati. Mereka  merasakan  adanya  kebebasan   beragama   yang   telah ditentukan  Islam  itu dan bahwa tidak ada kekuasaan seseorang atas manusia lain, dan bahwa agama hanya  bagi  Allah  semata,hanya  kepadaNya adanya pengabdian itu. Di hadapan Tuhan semua manusia itu sama.  Balasan  yang  akan  mereka  terima  sesuai dengan  perbuatan  yang  mereka  lakukan  dan dengan niat yang telah mendorong perbuatan itu.
 
Sekarang  jalan  sudah  terbuka  di  hadapan  Muhammad   dalam menyebarkan  ajaran-ajarannya  itu. Dan biarlah pribadinya dan segala tingkah lakunya yang  akan  menjadi  teladan  tertingg dalam  ajaran-ajarannya  itu.  Dan  biarlah ini pula yang akan menjadi batu pertama dalam pembinaan peradaban Islam.
 
Batu pertama ini ialah persaudaraan umat manusia: persaudaraan yang  akan  mengakibatkan  seseorang  tidak  sempurna  imannya sebelum  ia  dapat  mencintai  saudaranya  seperti   mencintai dirinya  sendiri  dan  sebelum persaudaraan demikian itu dapat mencapai kebaikan dan  rasa  kasih-sayang  tanpa  suatu  sikap lemah  dan  mudah  menyerah.  Ada  orang  yang bertanya kepada Muhammad; "Perbuatan apakah yang baik dalam  Islam?"  Dijawab:Sudi  memberi  makan  dan  memberi  salam  kepada  orang yang kaukenal dan yang tidak kaukenal."
 
Dalam khutbah pertama yang diucapkannya di Medinah ia berkata: "Barangsiapa  yang  dapat  melindungi  mukanya dari api neraka sekalipun hanya dengan sebutir kurma,  lakukanlah  itu.  Kalau itupun  tidak  ada,  maka  dengan  kata-kata  yang baik. Sebab dengan itu, kebaikan itu mendapat balasan sepuluh kali lipat." Dan  dalam  khutbahnya  yang kedua dikatakannya: "Beribadatlah kamu sekalian kepada Allah  dan  janganlah  mempersekutukanNya dengan  apapun. Benar-benar takutlah kamu kepadaNya. Hendaklah kamu jujur terhadap Allah tentang apa yang kamu  katakan  baik itu;  dan  dengan  ruh  Allah  hendaklah  kamu sekalian saling cinta-mencintai.  Allah  sangat  murka   kepada   orang   yang melanggar janjinya sendiri."
 
Dengan  kata-kata ini dan yang semacam ini ia berbicara dengan sahabat-sahabatnya itu, ia berkhutbah di mesjid  kepada  oran banyak,   sambil   bersandar  pada  batang  pohon kurma  yang dijadikan penopang atap mesjid itu, yang kemudian lalu disuruh buatkan  mimbar  terdiri  dari tiga tangga. Waktu menyampaikan khutbah ia berdiri  pada  tangga  pertama,  dan  pada  tingkat tangga kedua di waktu ia duduk.
 
Bukan  hanya  kata-katanya  itu saja yang menjadi sendi ajaran adanya persaudaraan demikian itu, yang dalam  peradaban  Islam merupakan   bagian   yang   penting   sekali,  melainkan  juga perbuatannya serta teladan  yang  diberikannya  adalah  contoh persaudaraan  dalam  bentuknya  yang benar-benar sempurna. Dia adalah  Rasulullah  -  Utusan  Allah;  tapi   tidak   mau   ia menampakkan  diri dalam gaya orang berkuasa, atau sebagai raja atau pemegang kekuasaan duniawi. Kepada sahabat-sahabatnya  ia berkata:  "Jangan  aku  dipuja,  seperti  orang-orang  Nasrani memuja anak Mariam. Aku adalah hamba Allah.  Sebutkan  sajalah hamba Allah dan RasulNya."
 
Sekali  pernah  ia  mendatangi  sekelompok  sahabat-sahabatnya sambil  bertelekan  pada  sebatang  tongkat.  Mereka   berdiri menyambutnya.  Tapi  dia berkata: "Jangan kamu berdiri seperti orang-orang asing yang mau saling diagungkan.
 
Apabila ia mengunjungi sahabat-sahabatnya iapun  duduk  dimana saja   ada   tempat   yang   terluang.   Ia   bergurau  dengan sahabat-sahabatnya, bergaul dengan  mereka,  diajaknya  mereka bercakap-cakap, anak-anak merekapun diajaknya bermain-main dan didudukkannya mereka itu dipangkuannya.  Dipenuhinya  undangan  yang  datang  dari  orang  merdeka  atau  dari si budak dan si miskin. Dikunjunginya  orang  yang  sedang  sakit,  yang  jauh tinggal  di  sana, di ujung kota. Orang yang datang minta maaf dimaafkannya. Dan ia yang memulai memberi salam  kepada  orang yang  dijumpainya.  Ia  yang  lebih  dulu mengulurkan  tangan menjabat sahabat-sahabatnya. Apabila ada orang  yang  menunggu ia  sedang  salat, dipercepatnya sembahyangnya lalu ditanyanya orang itu akan  keperluannya.  Sesudah  itu  kembali  lagi  ia meneruskan  ibadatnya.  Baik  hati  ia kepada setiap orang dan
selalu senyum.  Dalam  rumah-tangga,  ia  ikut  memikul  beban keluarga:  ia  mencuci  pakaian,  menambalnya dan memerah susu kambing. Ia juga yang menjahit terompahnya,  menolong  dirinya sendiri  dan  mengurus  unta.  Ia  duduk  makan bersama dengan bujang, ia juga mengurus  keperluan  orang  yang  lemah,  yang menderita  dan orang miskin. Apabila ia melihat seseorang yang sedang dalam kebutuhan ia dan keluarganya mengalah,  sekalipun mereka   sendiri   dalam  kekurangan,  tak  ada  sesuatu  yang disimpannya untuk  besok;  sehingga  tatkala  ia  wafat,  baju besinya  sedang  tergadai  di  tangan  seorang Yahudi – karena untuk keperluan belanja keluarganya. Sangat  rendah  hati  ia, selalu  memenuhi janji. Tatkala ada sebuah delegasi dari pihak Najasi datang, dia  sendiri  yang  melayani  mereka,  sehingga sahabat-sahabat menegurnya:
 
"Sudah cukup ada yang lain," kata sahabat-sahabatnya itu.
 
"Mereka  sangat  menghormati  sahabat-sahabat  kita," katanya. "Saya ingin membalas sendiri kebaikan mereka.

BAGIAN KESEBELAS: TAHUN PERTAMA DI YATHRIB1              (3/4)
Muhammad Husain Haekal
 
Begitu setianya ia, sehingga  bila  ada  orang  menyebut  nama Khadijah,  selalu menimbulkan kenangan yang indah baginya. Di sinilah Aisyah berkata: "Saya tidak pernah iri  hati  terhadap seorang   wanita  seperti  terhadap  Khadijah,  bilamana  saja mendengar ia mengenangkannya."  Ketika  ada  seorang  wanita datang   ia   menyambutnya   begitu  gembira  dan  ditanyainya baik-baik. Bila wanita itu sudah pergi,  ia  berkata:  "Ketika masih  ada Khadijah ia suka mengunjungi kami." Bahwa mengingat hubungan  baik  masa  lampau  adalah  termasuk  iman.   Begitu halusnya  perasaannya, begitu lembutnya hatinya, ia membiarkan cucunya bermain-main dengan dia ketika ia  sembahyang.  Bahkan ia bersembahyang dengan Umama, puteri Zainab puterinya, sambil dibawa di atas bahunya; bila  ia  sujud  diletakkan,  bila  ia berdiri dibawanya lagi.
 
Kebaikan   dan   kasih-sayang   yang   sudah   menjadi   sendi persaudaraan itu, yang dalam peradaban dunia  modern  sekarang juga  menjadi  dasar  bagi  seluruh  umat  manusia tidak hanya terbatas sampai  di  situ  saja,  melainkan  melampaui  sampai kepada binatang juga. Dia sendiri yang bangun membukakan pintu untuk seekor kucing yang sedang berlindung di tempat itu.  Dia sendiri  yang  merawat  seekor  ayam jantan yang sedang sakit; kudanya dielus-elusnya dengan lengan bajunya. Bila  dilihatnya Aisyah   naik  seekor  unta,  karena  menemui  kesukaran  lalu binatang itu ditarik-tariknya,  iapun  ditegurnya:  "Hendaknya kau berlaku lemah-lembut." Kasih-sayangnya itu meliputi segala hal, dan selalu memberi perlindungan kepada  siapa  saja  yang memerlukannya.
 
Tetapi  ini  bukan  sikap  kasih-sayang  karena lemah atau mau menyerah, juga bersih dari segala sifat  mau  menghitung  jasa atau  sikap  tinggi  diri. Ini adalah persaudaraan dalam Tuhan antara Muhammad dengan semua mereka  yang  berhubungan  dengan dia.  Disinilah  dasar  peradaban  Islam  yang  berbeda dengan sebahagian besar peradaban-peradaban  lain.  Islam  menekankan pada  keadilan  disamping  persaudaraan  itu,  dan berpendapat bahwa tanpa adanya keadilan  ini  persaudaraan  tidak  mungkin ada.
 
"Barangsiapa  menyerang  kamu, seranglah dengan yang seimbang, seperti mereka menyerang kamu." (Qur'an, 2: 194)
 
"Dengan hukum qishash berarti kelangsungan  hidup  bagi  kamu, hai orang-orang yang mengerti." (Qur'an, 2: 179)
 
Sifatnya  harus  untuk  mempertahankan jiwa semata-mata dengan kemauan yang bebas sepenuhnya dan  untuk  mencari  rida  Tuhan tanpa   ada  maksud  lain.  Itulah  sumber  persaudaraan  yang meliputi segala kebaikan dan kasih-sayang. Ini harus bersumber juga  dari  jiwa  yang  kuat,  tidak  mengenal menyerah selain kepada Allah, dan dengan  ketaatan  kepadaNya  ia  tidak  pula merasa  lemah.  Tak  ada  rasa  takut akan menyelinap ke dalam hatinya  kecuali  dari  perbuatan  maksiat  atau   dosa   yang dilakukannya. Dan jiwa itu tidak akan jadi kuat kalau ia masih di bawah kekuasaan yang lain dan tidak akan jadi kuat kalau ia masih   di   bawah   kekuasaan   hawa-nafsunya.  Muhammad  dan sahabat-sahabatnya  telah  hijrah  dari  Mekah  supaya  jangan berada  di  bawah kekuasaan Quraisy dan jangan ada jiwa mereka yang akan jadi lemah karenanya. Jiwa itu akan menyerah  kepada kekuasaan  hawa-nafsu  kalau sudah jasmani yang dapat berkuasa kedalam rohani dan akal pikiran dapat dikalahkan oleh kehendak nafsu.  Dan  akhirnya  kehidupan  materi  ini  juga yang dapat menguasai hidup kita, padahal kita sudah tidak memerlukan yang demikian,  sebab  ini  memang  sudah berada di bawah kekuasaan kita.
 
Di sini Muhammad adalah contoh kekuatan jiwa yang ideal sekali atas  kehidupan  ini,  suatu  kekuatan  yang membuat dia sudah tidak peduli lagi akan  memberikan  segala  yang  ada  padanya kepada   orang  lain.  Itu  sebabnya  sampai  ada  orang  yang mengatakan:  Dalam  memberi   Muhammad   sudah   tidak   takut kekurangan. Dan supaya jangan ada sesuatu dalam hidup ini yang dapat menguasainya, sebaliknya dia yang harus menguasai,  mak ia  keras  sekali  menahan  diri dalam arti hidup materi, sama kerasnya dengan keinginannya hendak mengetahui segala  rahasia yang  ada  dalam  hidup  materi  itu, ingin mengetahui hakekat sesungguhnya tentang semua itu. Begitu jauhnya ia menahan diri sehingga  lapik tempat dia tidur hanya terdiri dari kulit yang diisi dengan serat. Makannya tak pernah kenyang. Tak pernah ia makan  roti  dari  tepung  sya'ir6  dua  hari  berturut-turut. Sebagian besar makannya adalah  bubur.7  Pada  hari-hari  yang lain  ia  makan  kurma. Jarang sekali ia dan keluarganya dapat makanan roti sop.8 Bukan sekali saja ia harus menahan  lapar. Sudah  pernah  perutnya  diganjal  dengan  batu  untuk menahan teriakan rongga pencernaannya itu.
 
Itulah yang sudah biasa dikenal tentang makannya, meskipun ini tidak  berarti  ia  pantang  sekali-sekali  makan makanan yang enak-enak.  Juga  ia  dikenal  suka  sekali  makan  kaki  anak kambing, labu, madu dan manisan.
 
Begitu  juga  kesederhanaannya  dalam hal pakaian sama seperti dalam  makanan.  Suatu  hari  ada  seorang  wanita  memberikan sehelai  pakaian  kepadanya  yang  memang  diperlukan.  Tetapi kemudian diminta oleh orang lain yang juga memerlukannya  guna mengkafani  mayat.  Pakaian  itu diberikannya. Pakaiannya yang dikenal terdiri dari sebuah baju dalam  dan  baju  luar,  yang terbuat   dari   wol,   katun   atau  sebangsa  serat.  Tetapi sekali-sekali ia tidak menolak memakai  pakaian  dari  tenunan Yaman  sebagai  pakaian  yang  mewah sesuai dengan acara bila memang menghendaki demikian. Juga alas  kaki  yang  dipakainya sederhana  sekali.  Tak  pernah ia memakai sepatu selain waktu mendapat  hadiah  dari  Najasyi  berupa  sepasang  sepatu  dan seluar.
 
Sungguhpun  begitu dalam hal menahan diri dan menjauhi masalah duniawi bukanlah berarti ia hidup menyiksa diri. Cara ini juga tidak sesuai dengan ajaran agama. Dalam Qur'an dapat dibaca:
 
"Makanlah  dari  makanan  yang  baik  yang  sudah Kami berikan kepadamu." (Qur'an, 2: 57)
 
"Dan tempuhlah kebahagiaan akhirat seperti yang  dianugerahkan Allah  kepadamu, tapi juga jangan kaulupakan kebahagiaan hidup duniawi. Dan berbuatlah kebaikan  kepada  orang  lain  seperti Allah telah berbuat baik kepadamu." (Qur'an, 28: 77)
 
Dan  dalam  hadis:  "Berbuatlah  untuk duniamu seolah-olah kau akan hidup selama-lamanya, dan berbuat  pula  untuk  akhiratmu seolah-olah kau akan mati besok."
 
Akan  tetapi  Muhammad  ingin  memberikan  teladan yang begitu tinggi kepada manusia tentang arti kekuatan  dalam  menghadapi hidup  itu,  suatu  kekuatan  yang  tak dapat dipengaruhi oleh perasaan lemah,  tak  dapat  diperbudak  oleh  kekayaan,  oleh harta-benda,  oleh  kekuasaan  atau  oleh  apa  saja yang akan menguasainya,  selain  Allah.  Persaudaraan  yang   didasarkan kepada  kekuatan,  yang  manifestasinya  telah  diberikan oleh Muhammad sebagai teladan tertinggi  seperti  yang  sudah  kita lihat  itu,  adalah persaudaraan murni yang sungguh ikhlas dan mulia, suatu persaudaraan  yang  bersih  samasekali.  Sebabnya ialah   karena   adanya  rasa  keadilan  yang  terjalin  dalam kasih-sayang dan karena yang bersangkutan hanya didorong  oleh kemauan  sendiri  yang bebas mutlak. Tetapi, oleh karena Islam menyertakan rasa keadilan  disamping  rasa  kasih-sayang  itu, maka  ia  juga menyertakan  maaf disamping keadilan itu, maaf yang dapat diberikan bila mampu.  Rasa  kasih-sayang  demikian itu hendaklah  dengan  hati  terbuka  dan  benar-benar,  dan hendaklah  dengan   tujuan   mau   mencapai   perbaikan   yang sungguh-sungguh.
 
Inilah   dasar  yang  telah  diletakkan  oleh  Muhammad  dalam membangun peradaban baru  itu,  yang  dengan  jelas  tersimpul dalam  cerita  yang  diambil  dari Ali bin Abi Talib ketika ia bertanya kepada Rasulullah tentang sunahnya,  dengan  dijawab: "Ma'rifat  adalah  modalku, akal-pikiran sumber agamaku, cinta adalah dasar hidupku, rindu kendaraanku, berzikir kepada Allah adalah  kawan dekatku, keteguhan perbendaharaanku, duka adalah kawanku, ilmu adalah senjataku,  ketabahan  adalah  pakaianku, kerelaan  sasaranku,  faqr  adalah  kebanggaanku, menahan diri adalah    pekerjaanku,    keyakinan    makananku,    kejujuran perantaraku, ketaatan adalah ukuranku, berjihad perangaiku dan hiburanku adalah dalam sembahyang."
 
Ajaran-ajaran  Muhammad  serta  teladan  dan  bimbingan   yang diberikannya  telah  meninggalkan  pengaruh  yang dalam sekali kedalam  jiwa  orang,  sehingga  tidak  sedikit   orang yang berdatangan menyatakan masuk Islam, dan kaum Musliminpun makin bertambah kuat di Medinah. Ketika  itulah  orang-orang  Yahudi mulai  memikirkan  kembali posisi mereka terhadap Muhammad dan sahabat-sahabatnya.  Mereka  dengan   dia   telah   mengadakan perjanjian.  Mereka  bermaksud  ingin  merangkulnya  ke  pihak mereka dan supaya ketahanan  mereka  bertambah  kuat  terhadap orang-orang Kristen. Dan dia lebih kuat dari mereka itu semua, ajarannya  bertambah  kuat.  Malah  sekarang   ia   memikirkan orang-orang  Quraisy  yang telah mengusirnya dan mengusir kaum Muhajirin  dari  Mekah  serta  godaan  mereka  terhadap   kaum Muslimin   yang   dapat  mereka  goda  dari agamanya.  Adakah orang-orang  Yahudi  itu  akan  membiarkan   dakwahnya   terus tersebar  dan  kekuasaan  rohaninya makin meluas, dengan cukup puas berada disampingnya dalam aman sentosa yang berarti  akan menarnbah  keuntungan  dan  kekayaan dalam perdagangan mereka? Barangkali  memang  akan  begitu  kalau  mereka  yakin   bahwa dakwahnya  itu  tidak  akan  sampai  kepada orang-orang Yahudi sendiri dan tidak akan sampai meluas kepada orang-orang  awam, sedang  ajaran  mereka  yang berlaku ialah tidak akan mengakui
adanya seorang nabi yang bukan dari Keluarga Israil.
 
Akan  tetapi  ada  seorang  rabbi  yang  cerdik-pandai,  yaitu Abdullah  b.  Sallam  yang telah berhubungan dengan Nabi iapun lalu memeluk Islam; dan dianjurkannya pula  keluarganya.  Lalu merekapun bersama-sama memeluk agama Islam.
 
Tetapi  Abdullah  bin  Sallam  masih  merasa  kuatir  akan ada kata-kata yang tidak biasa yang akan  dilontarkan  orang-orang Yahudi  jika  mereka  mengetahui ia sudah menganut Islam. Maka dimintanya kepada Nabi untuk menanyai mereka  tentang  dirinya itu  sebelum mereka mengetahui bahwa dia sudah Islam. Ternyata mereka berkata: dia pemimpin  kami,  pendeta  kami  dan  orang cerdik-pandai  kami. Setelah Abdullah berhadapan dengan mereka dan sekarang jelas  sudah  sikapnya,  bahkan  mengajak  mereka menganut  ajaran  Islam, merekapun merasa kuatir akan nasibnya itu nanti. Maka di seluruh perkampungan Yahudi itu iapun mulai difitnah  dan diumpat dengan kata-kata yang tak senonoh. Dalam hal ini mereka lalu sepakat akan berkomplot terhadap  Muhammad menolak  kenabiannya.  Secepat  itu  pula sisa-sisa orang yang masih musyrik dari kalangan Aus dan Khazraj serta mereka  yang
pura-pura masuk Islam segera menggabungkan diri dengan mereka, baik karena mau mengejar keuntungan  materi  atau  karena  mau menyenangkan golongannya atau pihak yang berpengaruh.
 
Sekarang  mulai  terjadi  suatu perang polemik antara Muhammad dengan orang-orang Yahudi,  yang  ternyata  lebih  bengis  dan lebih  licik  daripada perang polemik yang dulu pernah terjadi antara dia dengan orang-orang Quraisy di Mekah.  Dalam  perang yang  terjadi  di Yathrib ini semua orang Yahudi berdiri dalam satu barisan  menyerang  Muhammad  dan  risalahnya,  menyerang sahabat-sahabatnya,   kaum   Muhajirin   dan   Anshar,  dengan mengadakan intrik-intrik, tindakan  bermuka-muka  dengan  ilmu yang  ada  pada mereka tentang sejarah dan peristiwa-peristiwa masa lampau mengenai para nabi dan rasul-rasul.
 
Mereka mengadakan intrik melalui pendeta-pendeta  mereka  yang pura-pura  Islam  dan yang dapat bergaul ke tengah-tengah kaum Muslimin dengan pura-pura sangat takwa sekali,  yang  kemudian lalu  sekali-kali  memperlihatkan  kesangsian dan keraguannya. Mereka itu memajukan pertanyaan-pertanyaan kepada  Muhammad, yang  mereka  kira  akan  dapat menggoncangkan iman umat Islam kepadanya dan kepada  ajaran  kebenaran  yang dibawanya  itu. Kemudian  orang-orang  Aus  dan  Khazraj  yang  juga  Islamnya pura-pura, menggabungkan diri dengan orang-orang Yahudi  dalam memajukan pertanyaan-pertanyaan   dan   dalam   menimbulkan perselisihan di kalangan kaum Muslimin. Begitu  keras  kepala mereka  itu  sampai  ada  diantara  orang  Yahudi sendiri yang mengingkari isi Taurat - padahal mereka percaya kepada  Allah, baik  kalangan Keluarga Israil maupun orang-orang musyrik yang mempergunakan berhala-berhala untuk  mendekatkan  diri  mereka kepada  Tuhan. Misalnya mereka bertanya kepada Muhammad: Kalau Allah itu sudah  menciptakan  makhluk  ini,  lalu  siapa  yang menciptakan  Allah?  Muhammad  hanya  menjawab  mereka  dengan firman Tuhan:
 
"Katakan: Allah Satu cuma. Allah itu Abadi dan  Mutlak.  Tidak beranak.  Dan  tidak  pula diperanakkan. Dan tiada satu apapun yang menyerupaiNya." (Qur'an, 112: 1-4)
 
Pihak Muslimin sekarang menyadari keadaan musuh mereka,  sudah mengetahui  tujuan  usaha  mereka itu. Ada terlihat pada suatu hari mereka dalam mesjid sedang berbicara antara sesama mereka dengan   berbisik-bisik.   Muhammad   meminta   supaya  mereka dikeluarkan dari dalam mesjid itu  dengan  paksa.  Tetapi  ini tidak  membuat  mereka  jera melakukan tipu-muslihat dan masih terus berusaha hendak menjerumuskan kaum Muslimin. Ketika  ada
beberapa   orang   dari   golongan   Aus  dan  Khazraj  sedang duduk-duduk bersama-sama salah seorang dari  mereka  [Syas  b. Qais]  lewat.  Ia jadi panas hati melihat dua puak ini menjadi rukun. Dalam hatinya ia  berkata:  masyarakat  Banu  Qaila  di negeri  ini  sudah  bersatu. Kita takkan berarti apa-apa kalau pemuka-pemuka mereka sudah sepakat. Seorang pemuda Yahudi yang pernah   dengan   mereka   dulu  dimintanya  supaya  mengambil kesempatan ini dengan menyebut-nyebut kembali peristiwa Bu'ath dahulu  serta  bagaimana  pula  pihak  Aus  dapat  mengalahkan Khazraj. Pemuda itu pun lalu bicara. Ternyata hal  ini  memang menimbulkan  ingatan  masa  lampau pada kedua puak itu. Mereka lalu bersitegang, saling membanggakan diri  dan  hanyut  dalam pertengkaran.  "Kalau  kamu  mau  kita  boleh  kembali seperti dulu," kata mereka satu sama lain.
 
Peristiwa ini sampai juga kepada Muhammad.  Ia  pergi  menemui mereka dengan  beberapa  orang  sahabat,  dan  diingatkannya mereka, bahwa Islam telah  mempersatukan  dan membuat  mereka benar-benar  bersaudara,  saling mencintai. Sementara ia masih di tengah-tengah mereka,  merekapun  menangis,  mereka  saling berpeluk-pelukan.  Mereka  semua  berdoa bermohon ampun kepad Tuhan.
 
Polemik antara Muhammad dengan orang-orang  Yahudi  itu  sudah sampai   dipuncaknya,   sebagaimana  oleh  Qur'an  sudah  pula diperlihatkan.  Pada  permulaan  Surah  al-Baqara  (2)  sampai dengan  ayat  81, dan sebahagan besar Surah an-Nisa' (4) semua menyebutkan tentang orang-orang  Ahli  Kitab  itu  dan  betapa mereka mengingkari isi-Kitab Suci mereka sendiri. Mereka telah mendapat kutukan keras karena pembangkangan  dan  pengingkaran mereka itu:
 
"Dan sesungguhnyalah Kami telah mendatangkan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa, dan sesudah itu lalu Kami susul pula dengan  para rasul,  dan Kami telah memberikan bukti-bukti kebenaran kepada Isa anak Maryam dan Kami perkuat dia dengan Ruh  Suci.  Adakah setiap  datang seorang rasul kepadamu membawa sesuatu yang tak sesuai dengan kehendak hatimu, lalu  kamu  bersikap  sonmbong? Sebagian  kamu dustakan dan yang sebagian lagi kamu bunuh? Dan mereka berkata: 'hati kami sudah tertutup.' Tetapi Tuhan telah mengutuk  mereka  karena  keingkaran  mereka juga. Karena itu, sedikit sekali mereka yang beriman. Dan setelah kepada  mereka didatangkan  Kitab  dari  Allah, yang membenarkan apa yang ada pada mereka,  karena  sebelum  itu  mereka  minta  didatangkan kemenangan   terhadap  orang-orang  yang  masih  ingkar,  maka setelah  yang  mereka  ketahui  itu  berada  di tengah-tengah mereka,  merekapun  juga  tidak  mempercayainya.  Karena  itu, kutukan Allah menimpa oranz-orang yang ingkar  itu."  (Qur'an, 2: 87-89)
 
Begitu  memuncaknya polemik antara orang-orang Yahudi dan kaum Muslimin  itu,  sehingga  acapkali  -  sekalipun   sudah   ada perjanjian  antara  mereka  -  permusuhan  itu  terjadi sampai dengan main tangan. Sebagai contoh - sekedar sebagai ukuran  - kita   sudah  mengenal  Abu  Bakr,  yang  begitu  lemah-lembut perangainya, dengan kesabarannya yang luarbiasa. Ketika itu ia sedang   bicara  dengan  seorang  orang  Yahudi  yang  bernama Finhash,  yang  diajaknya  menganut  Islam.   Tetapi   Finhash menjawab:  "Abu  Bakr, bukan kita yang membutuhkan Tuhan, tapi Dia yang butuh kepada  kita.  Bukan  kita  yang  meminta-minta kepadaNya,  tetapi  Dia  yang  meminta-minta kepada kita. Kita tidak memerlukanNya, tapi Dia yang memerlukan kita. Kalau  Dia kaya,  tentu Ia tidak akan minta dipinjami harta kita, seperti yang  didakwakan  oleh  pemimpinmu  itu.  Ia  melarang  kalian
menjalankan  riba,  tapi kita akan diberi jasa. Kalau Ia kaya, tentu Ia tidak akan menjalankan ini."
 
Maksud Finhash ini ditujukan kepada firman Tuhan:
 
"Siapa yang mau meminjamkan kepada Allah suatu  pinjaman  yang baik,  Allah  akan selalu membalasnya dengan berlipat ganda." (Qur'an, 2: 145)
 
Tetapi dalam hal ini Abu Bakr tidak  tahan  mendengar  jawaban itu. Ia marah. Ditamparnya muka Finhash itu keras-keras.
 
"Demi  Allah,"  kata  Abu  Bakr,  "kalau  tidak  karena adanya perjanjian antara kami dengan  kamu  sekalian,  pasti  kupukul kepalamu. Engkaulah musuh Tuhan."
 
Kemudian  Finhash  mengadukan  peristiwa ini kepada Nabi, tapi apa yang dikatakannya tentang  Tuhan  kepada  Abu  Bakr  tidak diakuinya. Dalam hal ini firman Tuhan menyebutkan:
 
"Tuhan  sudah  mendengar  kata-kata  mereka  yang menyebutkan: Tuhan itu miskin, dan kamilah yang kaya.  Akan  Kami  tuliskan kata-kata  mereka  itu,  begitu juga perbuatan mereka membunuh nabi-nabi dengan tidak sepantasnya, dan rasakanlah siksa yang membakar ini!" (Qur'an, 3: 181)
 
Tidak  cukup  dengan  maksud  mau  menimbulkan  insiden antara Muhajirin dengan Anshar dan  antara  Aus  dengan  Khazraj  dan tidak   pula   cukup  dengan  membujuk  kaum  Muslimin  supaya meninggalkan  agamanya  dan  kembali  menjadi   syirik   tanpa mencoba-coba  mengajak  mereka  menganut  agama Yahudi, bahkan lebih dari itu  orang  Yahudi  itu  kini  berusaha  memperdaya Muhammad  sendiri. Pendekar-pendekar mereka, pemuka-pemuka dan pemimpin-pemimpin mereka datang menemuinya dengan  mengatakan: "Tuhan  sudah  mengetahui  keadaan kami, kedudukan kami. Kalau kami mengikut tuan, orang-orang Yahudipun akan juga  ikut  dan mereka  tidak  akan  menentang  kami.  Sebenarnya  antara kami dengan beberapa kelompok golongan kami timbul permusuhan. Lalu kami  datang ini minta keputusan tuan. Berilah kami keputusan. Kami akan ikut tuan dan percaya kepada tuan."
 
Di sinilah firman Tuhan menyebutkan:
 
"Dan  hendaklah  engkau  memutuskan  perkara  diantara  mereka menurut  apa yang sudah diturunkan Allah, dan jangan kauturuti hawa-nafsu mereka.  Berhati-hatilah  terhadap  mereka.  Jangan sampai  mereka  memperdayakan kau dari beberapa peraturan yang sudah  ditentukan  Tuhan   kepadamu.   Tetapi   kalau   mereka menyimpang,  ketahuilah,  Tuhan akan menurunkan bencana kepada mereka karena beberapa dosa mereka sendiri juga. Sesungguhnya, kebanyakan  manusia  itu adalah orang-orang fasik. Adakah yang mereka kehendaki itu hukum jahiliah? Dan hukum  siapakah  yang lebih  baik  daripada  hukum  Allah  bagi  mereka yang yakin?" (Qur'an, 5: 49-50)
 
BAGIAN KESEBELAS: TAHUN PERTAMA DI YATHRIB1              (4/4)
 
Orang-orang  Yahudi  merasa  sesak  napas  terhadap  Muhammad. Terpikir  oleh  mereka  akan  melakukan tipu-daya terhadapnya, akan  meyakinkannya  sampai  ia  keluar meninggalkan  Medinah seperti  yang  terjadi karena gangguan-gangguan Quraisy dahulu sampai ia dan sahabat-sahabatnyapun keluar meninggalkan Mekah.
 
Lalu mereka mengatakan kepadanya, bahwa para rasul sebelum dia semua pergi ke Bait'l-Maqdis dan memang di sana tempat tinggal mereka. Jika dia juga memang benar-benar seorang rasul,  iapun akan  berbuat  seperti  mereka,  dan  kota  Medinah  ini  akan dianggapnya sebagai kota perantara dalam hijrahnya dulu antara Mekah  dengan  al-Masjid'l-Aqsha.  Akan tetapi, apa yang sudah mereka kemukakan  kepadanya  itu  bagi  Muhammad  tidak  perlu lama-lama  berpikir  untuk  mengetahui,  bahwa  mereka  sedang melakukan tipu-muslihat terhadap dirinya. Pada saat itu  Tuhan mewahyukan kepadanya, menjelang tujuhbelas bulan ia tinggal di Medinah, untuk menghadapkan  kiblatnya  ke  al-Masjid'l-Haram, Rumah Ibrahim dan Ismail:
 
"Kami  sebenarnya  melihat  wajahmu  yang menengadah ke langit itu. Akan Kami hadapkan mukamu ke arah kiblat  yang  kausukai. Hadapkan  mukamu  ke  arah  al-Masjid'l-Haram. Dimana saja kau berada hadapkanlah mukamu kearah itu." (Qur'an, 2: 142-143)
 
Orang-orang Yahudi ternyata menyesalkan kejadian  itu.  Sekali lagi  mereka  berusaha  memperdayakannya,  dengan  mengatakan, bahwa mereka akan mau jadi pengikutnya  kalau  ia  kembali  ke kiblat semula. Di sini firman Tuhan menyebutkan:
 
"Dari  orang-orang  yang  masih  bodoh akan mengatakan: Apakah yang menyebabkan  mereka  berpaling  dari  kiblat  yang  dulu. Katakanlah:  Timur  dan Barat itu kepunyaan Allah. DipimpinNya siapa yang disukaiNya ke jalan yang lurus.  Begitu  juga  Kami jadikan kamu suatu umat pertengahan, supaya kamu menjadi saksi kepada umat manusia, dan Rasulpun menjadi saksi kepadamu.  Dan Kami  jadikan  kiblat  yang  biasa kaupergunakan itu, hanyalah untuk menguji siapa  pula  yang  berbalik  belakang.  Dan  itu memang berat, kecuali bagi mereka yang telah mendapat pimpinan Tuhan." (Qur'an, 2: 144)
 
Waktu sedang sengit-sengitnya terjadi polemik antara  Muhammad dengan  orang-orang  Yahudi  itu,  delegasi pihak Nasrani dari Najran tiba di Medinah, terdiri dari enampuluh buah kendaraan. Diantara  mereka  terdapat  orang-orang terkemuka, orang-orang yang sudah mempelajari dan menguasai seluk-beluk agama mereka. Pada  waktu  itu  penguasa-penguasa  Rumawi yang juga menganut agama Nasrani sudah memberikan kedudukan,  memberikan  bantuan harta,    memberikan    bantuan    tenaga   serta   membuatkan gereja-gereja dan kemakmuran buat  kaum  Nasrani  Najran  itu. Boleh  jadi delegasi ini datang ke Medinah hanya karena mereka sudah  mengetahui  adanya  pertentangan  antara Nabi dengan orang-orang   Yahudi,   dengan   harapan   mereka  akan  dapat mengobarkan  pertentangan  itu  lebih  hebat  sampai   menjadi permusuhan  terbuka.  Dengan demikian orang-orang Nasrani yang berada di perbatasan Syam dan  Yaman  dapat  membebaskan  diri dari  intrik-intrik  Yahudi  dan  sikap permusuhan orang-orang Arab.
 
Dengan datangnya delegasi ini dan polemiknya dengan Nabi serta dibukanya  kancah  pertarungan  theologis  yang  sengit antara orang-orang Yahudi, Nasrani dan Islam maka ketiga agama  Kitab ini  sekarang  berkumpul.  Dari  pihak  Yahudi,  mereka memang menolak samasekali ajaran  Isa  dan  Muhammad,  yang  dasarnya karena  sikap  keras  kepala,  seperti  yang sudah kita lihat. Mereka mendakwakan bahwa 'Uzair itu putera Allah. Sedang pihak Nasrani,  paham  mereka  adalah  Trinitas  dan menuhankan Isa. Sebaliknya Muhammad, ia mengajak orang  kepada  keesaan  Tuhan dan  kepada  kesatuan rohani yang sudah diatur oleh alam sejak awal yang ajali sampai pada akhir yang abadi - sejak dunia ini berkembang  sampai  ke  akhir  zaman.  Orang-orang  Yahudi dan Nasrani itu bertanya kepadanya,  kepada  siapa-siapa  diantara para rasul itu ia beriman. Ia menjawab:
 
"Kami  beriman  kepada Allah dan apa yang diturunkanNya kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim,  Ismail,  Ishaq, Ya'qub serta anak-cucunya, dan apa yang telah diberikan kepada Musa dan Isa serta  apa  yang  telah  diberikan  Tuhan  kepada nabi-nabi.  Kami  tidak  membeda-bedakan  seorangpun  diantara mereka, dan kamipun patuh kepadaNya." (Qur'an 2: 136)
 
Ia  sangat  menyesalkan  sikap  mereka  yang  sifatnya  hendak menimbulkan  keraguan dengan cara bagaimanapun tentang keesaan Tuhan.  Diingatkannya  mereka,  bahwa  mereka  telah  mengubah kata-kata  dari aslinya dalam kitab-kitab mereka itu dan bahwa mereka ternyata berlainan haluan dari apa yang telah  ditempuh oleh   para  nabi  dan  rasul-rasul  yang  sudah  mereka  akui kenabiannya, dan bahwa apa yang diajarkan oleh Isa, oleh  Musa dan oleh mereka yang sudah terdahulu, sedikitpun tidak berbeda dari apa yang diajarkannya sekarang. Apa yang telah  diajarkan mereka  itu, adalah Kebenaran Abadi yang akan tampak jelas dan sederhana sekali bagi setiap orang yang berjiwa pantang tunduk selain  kepada Tuhan  Yang  Mahaesa. Ia akan melihat Alam ini sebagai  suatu  kesatuan  yang  tak  terpisah-pisah.  Ia  akan melihatnya  dengan  pandangan  hati  nurani  yang lebih tinggi diatas segala kehendak dan tujuan yang bersifat sementara,  di atas  segala  dorongan  materi;  lepas  dari sifat tunduk buta kepada segala ilusi dan angan-angan orang  awam,  kepada  yang diterimanya dari nenek-moyang mereka.
 
Dimanakah ada suatu pertemuan yang hakekatnya lebih besar dari pertemuan yang kini dialami oleh Yathrib? Tiga  agama  bertemu di  tempat  ini,  yang  sampai  sekarang  saling  mempengaruhi perkembangan dunia. Di  tempat  ini  ketiganya  bertemu  untuk suatu tujuan dan cita-cita yang tinggi dan mulia. Ini bukanlah suatu  pertemuan  ekonomi,  juga  bukan  dengan  suatu  tujuan materi,  yang  sampai saat ini dikejar-kejar dunia namun tiada juga berhasil - melainkan tujuannya adalah rohani semata-mata. Dalam  hal  Nasrani  dan  Yahudi  ini,  dibelakangnya  berdiri ambisi-ambisi politik  serta  keinginan-keinginan  orang-orang beruang  dan  berkuasa.  Sebaliknya Muhammad, tujuannya adalah rohaniah dan perikemanusiaan semata-mata, yang jalannya  telah ditunjukkan   Tuhan   kepadanya   dengan   bentuk   kata  yang dialamatkan  kepada  orang-orang  Yahudi  dan  Nasrani   serta seluruh umat manusia. DikatakanNya kepada mereka:
 
"Katakanlah;  'Orang-orang  Ahli  Kitab! Marilah kita menerima suatu istilah yang sama antara kami dengan kamu: bahwa tak ada yang  akan  kita  sembah  selain  Allah, dan bahwa kita takkan mempersekutukanNya dengan apapun, dan tidak pula  antara  kita saling  mempertuhankan satu sama lain, selain daripada Allah.' Tetapi kalau mereka menyimpang juga, katakanlah: 'Saksikanlah, bahwa kami ini orang-orang Muslimin.'" (Qur'an, 3: 64)
 
Apa  pula  yang  akan dapat dikatakan oleh orang-orang Yahudi, yang akan dapat dikatakan oleh orang-orang Nasrani  atau  oleh yang  lain,  mengenai  ajakan  ini:  Jangan  menyembah apa dan siapapun selain Allah, jangan  mempersekutukanNya  dan  jangan pula  saling  mempertuhankan  satu  sama  lain selain daripada Allah! Bagi jiwa yang benar-benar  jujur,  jiwa  manusia  yang telah  mendapat  kehormatan  dengan  adanya  akal  pikiran dan perasaan, tidak bisa lain tentu akan beriman kepada ini, tanpa yang  lain.  Akan  tetapi, dalam arti hidup manusia, disamping segi rohani, juga  ada  segi  materinya.  Kelemahan  ini  yang
membuat  kita dapat menerima pihak lain menguasai kita, denga jalan membeli nyawa kita, jiwa kita,  kalbu  kita.  Ilusi  ini yang  telah  membunuh  kehormatan,  perasaan serta cahaya hati nurani manusia. Segi materi ini, yang tergambar  dalam  bentuk harta  dan  kekayaan, dalam kepalsuan gelar-gelar dan pangkat, yang telah membuat Abu Haritha - salah seorang Nasrani  Najran yang paling luas ilmu dan pengetahuannya - pernah mengeluarkan isi hatinya kepada salah seorang teman, bahwa  ia  yakin  pada apa   yang   dikatakan  Muhammad  itu.  Setelah  temannya  itu bertanya:
 
"Apa lagi yang masih merintangi kau menerima ajarannya,  kalau kau sudah mengetahui ini?"
 
"Yang  masih  merintangi  aku  ialah  apa yang sudah diberikan orang kepada kami," jawabnya. "Kami  sudah  diberi  kedudukan, diberi  harta dan kehormatan. Dan yang mereka kehendaki supaya kami menentangnya. Kalau kuterima ajakannya  itu  tentu  semua yang kaulihat ini akan dicopot dari kami."
 
Kepada  ajaran  inilah orang-orang Yahudi dan Nasrani itu oleh Muhammad diajak. Orang-orang Nasrani diajaknya saling berdoa,9 sedang  dengan  pihak  Yahudi sudah ada perjanjian perdamaian. Dalam  pada  itu   pihak   Kristen   telah   pula   mengadakan permusyawaratan  antara  sesama mereka, yang hasilnya kemudian diberitahukan kepadanya, bahwa mereka tidak akan saling berdoa dan  akan  membiarkannya  ia  dengan  agamanya  itu dan mereka kembali kepada  agama  mereka.  Tetapi  mereka  juga  melihat, betapa  cenderungnya  Muhammad  menjalankan keadilan itu, yang juga diikuti jejaknya oleh sahabat-sahabatnya. Oleh karena itu mereka   minta   supaya  ada  seorang  yang  dapat  dikirimkan bersama-sama mereka guna mengadili masalah-masalah  yang  bagi mereka  sendiri  masih  merupakan perselisihan pendapat. Dalam hal  ini  Muhammad  mengutus  Abu  'Ubaida  ibn'l-Jarrah  guna memutuskan hal-hal yang diperselisihkan itu.
 
Peradaban  yang batu pertamanya telah diletakkan oleh Muhammad dengan ajaran-ajaran serta teladan yang diberikannya itu, kini sudah makin diperkuat lagi. Terpikir olehnya sekarang dan oleh sahabat-sahabatnya   dari   kalangan Muhajirin, bagaimana seharusnya  sikap,  dan  keadaan mereka menghadapi Quraisy itu suatu pemikiran yang tak pernah mereka  lupakan  sejak  mereka hijrah  dari  Mekah.  Motif  yang  mendorong  mereka  berpikir demikian banyak sekali. Di Mekah ini  terletak  Ka'bah,  Rumah Ibrahim,   tempat  mereka  dan  semua  orang  Arab  berziarah. Dapatkah mereka melepaskan diri dari kewajiban suci yang sejak dulu mereka jalankan sampai pada waktu mereka dikeluarkan dari
Mekah? Disana masih tinggal keluarga mereka yang mereka cintai dan  yang  mereka  sayangkan  bila masih tetap dalam kehidupan syirik.   Di   sana   harta-benda dan perdagangan   mereka ditinggalkan,  yang  telah  disita oleh Quraisy tatkala mereka hijrah. Kemudian lagi, tatkala mereka memasuki Medinah, mereka diserang  penyakit demam, sehingga bukan main penderitaan yang mereka alami. Mereka sembahyangpun sambil duduk.  Makin  keras mereka merindukan Mekah. Mereka telah dikeluarkan secara paksa dari  Mekah,  seolah  mereka   keluar   sebagai   pihak   yang dikalahkan.  Dan  tidak  pula menjadi adat orang-orang Quraisy dapat bersabar terhadap ketidakadilan serupa itu atau menyerah tanpa  mengadakan  pembalasan.  Disamping  semua dorongan itu, dorongan naluri juga  merangsang  mereka,  yakni  nostalgia  - rindu   kampung   halaman,   kampung   halaman  tempat  mereka dilahirkan, tempat mereka dibesarkan. Dengan bumi ini,  dengan tanahnya  yang  lapang, gunungnya, airnya, dengan semua itulah pertama kali mereka bicara, pertama  kali  mereka  bersahabat. Diatas  secercah  tanah  inilah  mereka dipupuk tatkala mereka masih kecil dan di sana  pula  tempat-tinggal  mereka  sesudah mereka  besar.  Kesana hati orang dan perasaannya terikat, dan untuk  itu  pula  dengan  segala  kekuatan  dan  hartanya   ia pertahankan. Dikorbankannya semua tenaga dan hidupnya. Sesuda mati, di tempat itu harapannya akan dikuburkan. Ia mau kembali kedalam tanah tempat ia dijadikan itu.
 
Naluri  inilah  yang lebih keras mendorong hati kaum Muhajirin daripada  motif-motif  lain.  Selalu  terpikir   oleh   mereka bagaimana  seharusnya  sikap  mereka  itu  menghadapi Quraisy. Tetapi yang sudah terang, sikap itu  bukanlah  sikap  menyerah atau  sikap menghambakan diri. Sudah cukup sabar mereka selama tigabelas tahun terus-menerus  menanggung  penderitaan.  Agama tidak  membenarkan adanya sikap lemah, putus asa atau menyerah bagi mereka  yang  sudah  menanggung  penderitaan  dan  sampai hijrah karenanya.
 
Apabila   sikap   permusuhan  itu  memang  dibenci  dan  tidak dibenarkan, sebaliknya yang diperkuat  dan  dianjurkan  adalah sikap  persaudaraan,  tapi di samping itu yang juga diharuskan ialah membela  diri,  membela  kehormatan,  membela  kebebasan beragama  dan membela tanah-air. Untuk membela inilah Muhammad mengadakan Ikrar 'Aqaba yang kedua  dengan  penduduk  Yathrib. Tetapi   bagaimanakah   kaum  Muhajirin  itu  akan  menunaikan
kewajibannya kepada Tuhan, kepada  Rumah  Suci,  kepada  tanah air,  Mekah  yang  mereka  cintai  itu?  Kearah inilah politik Muhammad dan kaum Muslimin itu ditujukan,  sampai selesai  ia kelak   menaklukkan   Mekah,  dan  agama  Allah  serta  seruan kebenaranpun akan terjunjung tinggi.
 
Catatan kaki:
 
 1 Yathrib nama kota Medinah. Dalam terjemahan ini dua sebutan Yathrib dan Medinah sama-sama dipakai (A).
   
 2 'Ala rib'atihim atau riba'atihim menurut kebiasaan baik yang berlaku (N, LA) (A).
   
 3 Yata'aqalun, 'saling memberi dan menerima diat' (N) atau tebusan darah (A).
   
 4 Suku atau batn ialah anak-kabilah, lebih kecil dari kabilah (A).
   
 5 Dalam at-Bidaya wan-Nihaya oleh ibn Kathir disebut Syatana.
   
 6 Sya'ir termasuk famili Graminea yang mungkin lebih dekat kepada jenis jelai daripada gandum (A).
   
 7 Sawiq semacam bubur dibuat dari gandum atau jelai dicampur dengan kurma (A).
   
 8 Tharid biasanya hidangan roti yang dibasahi dengan kuah kaldu dan daging (A).
   
 9 Yula'inu, sama maksudnya dengan Yabtahilu, atau mubahala yang dalam terjemahan ini dipakai kata saling berdoa. Nabi mengusulkan kepada pihak Kristen mengadakan suatu mubahala, suatu pertemuan khidmat, dengan masing-masing pihak yang mempertahankan pendiriannya berdoa sungguh-sungguh kepada Ailah, agar Tuhan menjatuhkan laknat kepada pihak yang berdusta. "Barangsiapa membantah engkau tentang itu, sesudah datang pengetahuan padamu, katakanlah: Marilah kita kumpulkan anak-anak kami dan anak-anak kamu, wanita-wanita kami dan wanita-wanita kamu, diri kami sendiri dan diri kamu, kemudian kita berdoa sungguh-sungguh kepada Allah. Kita mintakan agar laknat Tuhan dijatuhkan kepada pihak yang dusta." (Qur'an, 3: 61). Mereka yang benar-benar murni dan benar-benar yakin takkan ragu-ragu dalam hal ini. Tetapi pihak Kristen disini ternyata mengundurkan diri. (A) 
---------------------------------------------
S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit PUSTAKA JAYA
Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
Cetakan Kelima, 1980
 
Seri PUSTAKA ISLAM No.1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AL HAKIM, MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH

Oleh: Siti Farida Sinta Riyana (11510080); Nur Aufa Handayani (11510081); Ahmad Ali Masrukan (11519985); Mayura (11510096); dan Muryono ( 11511038) A.       Al Ahkam 1.         Pengertian Al-Ahkam (hukum), menurut bahasa artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu. Sedang menurut istilah ialah ‘Khithab (titah) Allah Swt. atau sabda Nabi Muhammad Saw. yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf , baik itu mengandung perintah, larangan, pilihan, atau ketetapan.

HUKUM SYAR’I (ا لحكم الشر عي)

OLEH: Ulis Sa’adah (11510046); Langga Cintia Dessi (11510089); dan Eka Jumiati (11510092) A.       HAKIKAT HUKUM SYAR’I Menurut para ahli ushul fiqh (Ushuliyun), yang dikatakan hukum syar’i ialah khitab (sabda) pencipta syari’at yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang mengandung suatu tuntutan, atau pilihan atau yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KHILAFIYAH

Disusun Oleh : Abdul Majid (111-11-074); Irsyadul Ibad (111-11-094);  dan Dwi Silvia Anggraini   (111-11-095) PENDAHULUAN Perbedaan selalu ada dalam kehidupan karena hal ini merupakan sunah Rasul yang berlaku sepanjang masa. Perbedaan juga terjadi dalam segi penafsiran dan pemahaman hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui hukum tidaklah sekaku dalam hal penerapannya pada masa awal islam, pada masa itu Nabi Muhammad sebagai tolak ukur  dan akhir dari setiap permasalahan yang ada pada masa itu. Akan tetapi perbedaan itu semakin jelas terlihat ketika era para sahabat dan para tabi’in yang ditandai dengan adanya berbagai aliran atau madzhab yang bercorak kedaerahan dengan tokoh dan kecenderungan masing-masing.