Langsung ke konten utama

Peperangan Pada Masa Awal Islam di Madinah (2)

Materi Kelompok II. Materi ini saya ambil dari: http://media.isnet.org/islam/Haekal/Muhammad/. Anda bisa langsung mengakses pada website tersebut.


BAGIAN KEEMPATBELAS: ANTARA BADR DAN UHUD                (1/2)
Muhammad Husain Haekal
 
   Muslimin dan Yahudi - Qainuqa' dikepung - Yahudi keluar
   dari Medinah - Quraisy bergerak - Ekspedisi Sawiq -
   Kabilah-kabilah bergerak lalu melarikan diri - Hancurnya
   Safwan b. Umayya.
 
PERISTIWA Badr itu telah menimbulkan kesan yang  dalam  sekali
di  Mekah,  sebagaimana  sudah  kita lihat. Bila saja terdapat
kesempatan, hasrat hendak membaias  dendam  terhadap  Muhammad
dan  Muslimin itu besar sekali. Tetapi pengaruh yang timbul di
Medinah ternyata lebih jelas dan lebih erat berhubungan dengan
kehidupan   Muhammad   dan   Muslimin   bersama-sama.  Sesudah
peristiwa Badr, golongan Yahudi, orang-orang musyrik dan  kaum
munafik  sudah  merasakan sekali adanya kekuatan kaum Muslimin
yang bertambah. Mereka melihat  bahwa  orang  asing  ini  yang
datang  ke tempat mereka kurang dari dua tahun yang lalu pergi
hijrah dari Mekah, kini tambah besar kewibawaannya dan  tambah
kuat  pula  kedudukannya,  bahkan  hampir  menjadi  orang yang
menguasai seluruh penduduk Medinah,  bukan  hanya  golongannya
sendiri saja.
 
Seperti sudah kita lihat orang-orang Yahudi sejak sebelum Badr
sudah  mulai  menggerutu  dan  mengadakan  bentrokan-bentrokan
dengan  pihak  Muslimin,  sehingga  banyak peristiwa-peristiwa
yang kalau tidak sampai meletus,  seolah  hanya  karena  masih
adanya perjanjian perdamaian antara kedua belah pihak itu. Itu
pula sebabnya, begitu kaum Muslimin kembali dari Badr  membawa
kemenangan,  beberapa kelompok di sekitar Medinah mulai saling
bermain  mata  dan  berkomplot.  Mereka  mulai   dihasut   dan
dibuatkan  sajak-sajak  yang  sifatnya  membangkitkan semangat
mereka. Dengan demikian, gelanggang revolusi itu  kini  pindah
dari  Mekah  ke  Medinah,  dan  dari  bidang  agama  ke bidang
politik. Jadi  yang  diperangi  sekarang  bukan  hanya  dakwah
Muhammad  dalam  bidang  agama  saja, melainkan kewibawaan dan
pengaruhnya juga membuat hati mereka jadi  kecut.  Faktor  ini
yang  menyebabkan mereka berkomplot dan membuat rencana hendak
membunuhnya
 
Tetapi semua rahasia itu bukan tidak diketahui oleh  Muhammad.
Bahkan  ia  sudah  mengetahui  semua berita dan setiap rencana
yang ditujukan kepadanya itu. Baik pada pihak Muslimin ataupun
pihak  Yahudi,  dari  hari  ke hari, sedikit demi sedikit hati
mereka sudah sarat oleh rasa kebencian. Satu sama lain tinggal
lagi menunggu adanya bencana yang akan menimpa lawannya.
 
Sampai  pada  waktu kaum Muslimin mendapat kemenangan di Badr,
mereka masih merasa takut juga kepada penduduk Medinah. Mereka
belum  berani  mengadakan serangan balasan apabila ada seorang
Muslim yang diserang. Tatkala  mereka  sudah  kembali  membawa
kemenangan  itu  seorang  yang  bernama  Salim b. 'Umair telah
mengambil tindakan sendiri terhadap Abu 'Afak (dari Banu  'Amr
b.  'Auf),  karena  orang  ini membuat sajak-sajak yang isinya
menyerang Muhammad dan kaum  Muslimin.  Juga  orang  ini  yang
telah membakar semangat golongannya supaya memerangi Muslimin.
Sampai pada  waktu  peristiwa  Badr  selesai  ia  masih  terus
menghasut orang.
 
Suatu   malam   ketika  angin  sedang  bertiup  kencang  Salim
mendatangi Abu 'Afak. Ia sedang  tidur  di  beranda  rumahnya.
Oleh  Salim  ditancapkannya  pedangnya  ke arah hatinya hingga
menembus sampai ke pelaminan. Demikian juga 'Ashma, bt. Marwan
(dari  Banu  Umayya  b. Zaid). Wanita ini selalu memaki Islam,
menyakiti hati dan mengerahkan orang  supaya  melawannya.  Hal
ini  dilakukannya  terus  sampai pada waktu sesudah selesainya
perang Badr. Pada suatu malam buta ia didatangi oleh 'Umair b.
'Auf  yang masuk sampai ke dalam rumahnya. Ia dikelilingi oleh
anak-anaknya yang sedang tidur, ada pula yang sedang  disusui.
Sebenarnya  penglihatan  'Umair  lemah  sekali. Ia meraba-raba
dengan  tangannya  dan  terpegang  olehnya  bayi  yang  sedang
disusui  itu.  Dihalaunya  bayi itu dari sisi ibunya, kemudian
dipusatkannya pedangnya ke dada  wanita  itu  sampai  menembus
punggungnya.
 
Bila   'Umair   kemudian  kembali  dari  tempat  Nabi  setelah
menyampaikan berita itu, ia melihat anak-anaknya dan  beberapa
orang   sedang  menguburkan  wanita  tersebut.  Mereka  datang
menemuinya seraya bertanya:
 
"Umair, kau yang membunuh wanita itu?"
 
"Ya," jawabnya. "Jalankanlah  tipu-muslihatmu  itu  terhadapku
dan  jangan  lagi  ditunda-tunda.  Aku bersumpah demi Dia Yang
memegang  hidupku  kalau  kamu  semua  mengeluarkan  kata-kata
seperti  wanita  itu,  akan kuhantam kamu dengan pedangku ini.
Aku yang mati, atau kamu semua kubunuh."1
 
Sikap 'Umair yang berani ini  telah  membawa  akibat  lahirnya
Islam  di  tengah-tengah kabilah Banu Khatma itu. Suami Ashma'
adalah dari kabilah ini juga. Dari golongan ini  yang  tadinya
masuk  Islam  dengan  sembunyi-sembunyi, sekarang sudah berani
mereka berterang-terang dan menggabungkan dia kedalam  barisan
dan bersama-sama dengan kaum Muslimin lainnya.
 
Kiranya cukup kalau kita tambahkan atas dua macam peristiwa di
atas ini dengan  peristiwa  matinya  Ka'b  b.  Asyraf.  Ketika
mendengar  matinya  beberapa orang pemuka-pemuka Mekah, dialah
orangnya yang mengatakan. "Mereka itu bangsawan-bangsawan Arab
dan   pemimpin-pemimpin.   Sungguh,   kalau   Muhammad  sampai
mengalahkan mereka, maka lebih baik berkalang  tanah  daripada
tinggal  di atas bumi." Dia pula orangnya yang telah berangkat
ke Mekah - setelah  mendapat  kabar  yang  pasti  -mengerahkan
orang  untuk  melawan  Muhammad,  menyanyikan  sajak-sajak dan
menangisi mereka yang terkubur dalam perigi. Dia juga orangnya
yang  kemudian  setelah  kembali  ke Medinah berusaha mencumbu
wanita-wanita Islam. Orang  tahu  betapa  watak  dan  perangai
orang  Arab  dalam  hal  ini,  betapa  mereka  menghargai arti
kehormatan  ini.  Untuk  itu  semangat  mereka  bangkit.  Kaum
Muslimin  begitu  marah.  Mereka sudah sepakat hendak membunuh
Ka'b.  Beberapa  orang  dari  mereka  sudah  berkumpul.  Salah
seorang  di  antara  mereka  mendatanginya sambil memancingnya
dengan memburuk-burukkan Muhammad.
 
"Kedatangan orang ini  kemari  membawa  bencana,"  kata  salah
seorang.  "Membuat  orang-orang  Arab  saling  bermusuhan  dan
berpecah-belah. Hubungan kerabat kita terputus, sanak-keluarga
hilang dan orang melakukan perjalanan jauh jadi sukar."
 
Setelah   saling   beramah-tamah  dengan  Ka'b,  maka  ia  dan
teman-temannya   minta   uang   kepada   Ka'b   dengan   jalan
menggadaikan  baju  besinya. Ka'bpun setuju asal nanti dibawa.
Ketika ia sedang  berada  di  rumahnya  yang  agak  jauh  dari
Medinah,  pada  waktu  menjelang  malam  terdengar  Abu Na'ila
[salah  seorang  yang  berkomplot]  memanggilnya.  Ia   keluar
menghampirinya,  sekalipun  sudah diperingatkan oleh isterinya
jangan keluar rumah pada waktu malam begitu. Kedua  orang  itu
terus  berjalan  hingga bertemu dengan teman-teman Abu Na'ila.
Ka'b tenteram saja tidak  merasa  takut.  Mereka  bersama-sama
berjalan  kaki  hingga  agak  jauh  dari  tempat-tinggal Ka'b,
sambil terus bercakap-cakap.  Mereka  bercerita  tentang  diri
mereka sendiri dan betapa mereka itu mengalami kesukaran. Ka'b
merasa makin tenang.
 
Sementara mereka sedang berjalan  itu  Abu  Na'ila  meletakkan
tangannya  di  atas  kepala  Ka'b,  dan tangannya itu kemudian
diciumnya.
 
"Belum pernah aku mengalami malam seharum ini," katanya
 
Setelah dilihatnya  Ka'b  tidak  menaruh  curiga  lagi  kepada
mereka, kembali lagi Abu Na'ila meletakkan tangannya di rambut
Ka'b, kemudian digenggamnya kedua  pelipis  orang  itu  seraya
berkata:
 
"Hantamlah musuh Tuhan ini!"
 
Mereka  menghantamnya  dengan  pedang, dan saat itu ia menemui
ajalnya.
 
Kejadian ini membuat  pihak  Yahudi  bertambah  cemas.  Mereka
semua merasa kuatir akan nasibnya sendiri. Tetapi sampai nyawa
mereka melayangpun, mereka tidak juga  mau  berhenti  mengecam
Muhammad  dan kaum Muslimin. Ada seorang wanita Arab datang ke
pasar Yahudi Banu Qainuqa' dengan membawa perhiasan. Ia sedang
duduk  menghadapi  tukang  emas.  Mereka  berusaha  supaya  ia
memperlihatkan mukanya. Tapi  wanita  itu  menolak.  Tiba-tiba
datang   seorang   Yahudi   dengan  diam-diam  dari  belakang.
Disematkannya ujung baju wanita itu dengan  sebatang  penyemat
ke  punggungnya,  dan  bila wanita itu berdiri, maka tampaklah
auratnya.  Mereka  ramai-ramai  menertawakannya.  Wanita   itu
menjerit-jerit.   Waktu  itu  juga  seorang  laki-laki  Muslim
langsung menerkam tukang emas tersebut - seorang orang Yahudi,
lalu   dibunuhnya.   Orang-orang   Yahudi   yang  lain  datang
ramai-ramai mengikat laki-laki Muslim itu  lalu  mereka  bunuh
juga.
 
Sekarang keluarga Muslim ini minta bantuan kaum Muslimin dalam
menghadapi  pihak  Yahudi,  yang  selanjutnya  sampai   timbul
bencana besar antara mereka dengan pihak Yahudi Banu Qainuqa'.
 
Kemudian  Muhammad  minta kepada mereka ini supaya jangan lagi
mengganggu  kaum  Muslimin   dan   supaya   tetap   memelihara
perjanjian  perdamaian dan ko-eksistensi yang sudah ada. Kalau
tidak mereka akan mengalami nasib seperti Quraisy. Akan tetapi
peringatan ini oleh mereka diremehkan. Malah mereka menjawab:
 
"Muhammad,  jangan  kau  tertipu  karena  kau sudah berhadapan
dengan suatu golongan yang tidak punya  pengetahuan  berperang
sehingga engkau mendapat kesempatan mengalahkan mereka. Tetapi
kalau sudah kami yang memerangi kau, niscaya akan kau ketahui,
bahwa kami inilah orangnya."
 
Jika  sudah  begitu,  maka  tak  ada  jalan lain kecuali harus
memerangi  mereka  juga.  Kalau  tidak,  kaum   Muslimin   dan
kedudukan  mereka di Medinah akan runtuh, dan selanjutnya akan
menjadi bahan cerita  pihak  Quraisy,  sesudah  pihak  Quraisy
sebelum itu menjadi bahan cerita orang-orang Arab.
 
Kaum  Muslimin  sekarang  bertindak  dan mengepung orang-orang
Yahudi Banu Qainuqa' berturut-turut selama limabelas  hari  di
tempat  mereka  sendiri.  Tak ada orang yang dapat keluar dari
mereka itu, juga tak ada orang  yang  dapat  masuk  membawakan
makanan.  Tak ada jalan lain lagi mereka sekarang harus tunduk
kepada undang-undang Muhammad, menyerah  kepada  ketentuannya.
Lalu    mereka    menyerah.   Sesudah   bermusyawarah   dengan
pemuka-pemuka  Muslimin,  Muhammad  menetapkan  akan  membunuh
mereka itu semua.
 
Akan  tetapi  lalu  datang  Abdullah b. Ubayy b. Salul - orang
yang bersekutu baik dengan Yahudi maupun dengan Muslimin.
 
"Muhammad,"  katanya.   "Hendaklah   berlaku   baik   terhadap
pengikut-pengikutku."
 
Nabi    tidak    segera   menjawab.   Lalu   diulangnya   lagi
permintaannya.  Tetapi  Nabi  menolak.  Orang  itu  memasukkan
tangannya  ke  saku  baju  besi Muhammad. Muhammad berubah air
mukanya. Lalu katanya:
 
"Lepaskan!" Ia marah. Kemarahannya  itu  tampak  terbayang  di
wajahnya.  Kemudian  diulanginya  lagi  dengan nada suara yang
masih membayangkan kemarahan. "Lepaskan! Celaka kau!"
 
"Tidak akan kulepaskan  sebelum  kau  bersikap  baik  terhadap
pengikut-pengikutku.  Empat  ratus  orang  tanpa baju besi dan
tiga  ratus  orang  dengan  baju  besi  telah  merintangi  aku
melakukan  perang  habis-habisan,  dan  kau babat mereka dalam
satu hari! Sungguh aku kuatir akan timbul bencana."
 
Sampai  pada  waktu  itu  Abdullah  adalah  orang  yang  masih
mempunyai kekuasaan atas orang-orang musyrik dari kalangan Aus
dan Khazraj, meskipun kekuasaan ini,  dengan  adanya  kekuatan
kaum Muslimin telah menjadi lemah.
 
Melihat  desakan  orang  itu  yang demikian rupa, Nabi kembali
menjadi tenang. Apalagi setelah  'Ubada  bin'sh-Shamit  datang
kepadanya  bicara seperti pembicaraan Ibn Ubayy. Ketika itu ia
berpendapat akan memberikan belas kasihannya  kepada  Abdullah
b.  Ubayy,  dan  kepada  orang-orang musyrik pengikut-pengikut
Yahudi supaya dengan budi kebaikannya dan rasa kasihannya  itu
mereka  akan  merasa  berhutang  budi  kepadanya. Akan tetapi,
sebagai akibat perbuatan mereka sendiri  Banu  Qainuqa'  harus
mengosongkan kota Medinah.
 
Ibn  Ubayy  ingin  bicara sekali lagi dengan Muhammad mengenai
keadaan mereka yang masih ingin  menetap  disana  itu.  Tetapi
salah  seorang  dari  kalangan  Islam berhasil mencegah adanya
pertemuan Ibn Ubayy dengan Muhammad.  Mereka  lalu  bertengkar
sehingga  kepala Abdullah kena pukul. Ketika itu Banu Qainuqa'
berkata: "Kami bersumpah tidak lagi akan tinggal di  kota  ini
sesudah  kepala  Ibn  Ubayy  dipukul  sedang  kami tidak dapat
membelanya."
 
Dengan demikian, setelah mereka  tunduk  dan  menyerah  hendak
meninggalkan Medinah, 'Ubada membawa mereka itu ke Wadi'l-Qura
dengan meninggalkan perlengkapan senjata dan alat-alat  tukang
emas  yang  mereka  pergunakan.  Di  tempat  ini  lama  mereka
tinggal, dan dari sini barang-barang mereka semua mereka bawa.
Mereka  menuju  ke arah utara sampai di Adhri'at di perbatasan
Syam. Di tempat  inilah  mereka  menetap.  Atau  mungkin  juga
mereka  tertarik  ingin  ke  sebelah  utara lagi ke Tanah yang
Dijanjikan (Palestina) yang selalu menjadi idaman  orang-orang
Yahudi.
 
Kekuasaan  orang-orang  Yahudi di Medinah menjadi lemah sekali
setelah Banu Qainuqa' meninggalkan kota ini. Sebahagian  besar
orang-orang Yahudi yang disebut-sebut dari Medinah ini, mereka
tinggal jauh di Khaibar dan  Wadi'l-Qura.  Hasil  inilah  yang
menjadi  tujuan  Muhammad  dengan mengosongkan mereka itu. Ini
adalah suatu langkah  politik  yang  sungguh  cemerlang  dalam
memperlihatkan  kebijaksanaan dan pandangan yang jauh itu. Ini
juga merupakan suatu pendahuluan yang tidak  bisa  tidak  akan
mempunyai  pengaruh  politik  yang  kelak akan berjalan sesuai
dengan  garis  yang  telah  ditentukan  oleh  Muhammad.  Dalam
mempersatukan sesuatu kota yang paling berbahaya adalah adanya
pertentangan golongan. Apabila sengketa golongan-golongan  ini
harus  terjadi  juga,  maka  harus  pula  berakhir pada adanya
kemenangan satu  golongan  atas  golongan  lainnya  yang  juga
berarti akan berkesudahan dengan menguasainya.
 
Ada beberapa penulis sejarah yang telah mengecam tindakan kaum
Muslimin terhadap  orang-orang  Yahudi  itu,  dengan  anggapan
bahwa  kisah  wanita  Islam  yang pergi kepada tukang emas itu
akan mudah  saja  penyelesaiannya  selama  yang  terbunuh  itu
seorang  dari  pihak Islam dan seorang pula dari pihak Yahudi.
Sebenarnya  dapat  saja  kita  menolak  pendapat  ini   dengan
mengatakan,  bahwa  terbunuhnya  seorang  Yahudi  dan  seorang
Muslim itu belum dapat menghapus  coreng  penghinaan  terhadap
kaum  Muslimin  yang disebabkan oleh pribadi wanita yang telah
dipermainkan oleh orang Yahudi itu. Bagi orang Arab,  melebihi
bangsa   manapun,  masalah  semacam  ini  dapat  mengakibatkan
timbulnya huru-hara, dapat menimbulkan peperangan  antara  dua
kabilah  atau  dua golongan selama bertahun-tahun hanya karena
soal semacam itu saja. Dalam sejarah Arab contoh-contoh serupa
itu  sudah cukup pula dikenal terutama oleh mereka yang pernah
mempelajarinya
 
Tetapi, disamping pertimbangan ini masih ada pertimbangan lain
yang  lebih  penting lagi. Peristiwa seorang wanita yang telah
menyebabkan terkurungnya Banu Qainuqa, dan  terusirnya  mereka
dari  Medinah,  adalah sama seperti terbunuhnya putera mahkota
Austria di Sarayevo dalam tahun 1914  yang  telah  menyebabkan
pecahnya  Perang  Dunia  dan  melibatkan  seluruh benua Eropa.
Soalnya hanyalah sepercik  api  yang  menyala,  yang  kemudian
membakar  hati  kaum Muslimin dan Yahudi bersama-sama demikian
rupa, sehingga akhirmya dapat menimbulkan letusan serta segala
akibat yang timbul karenanya.
 
Sebenarnya,  adanya  orang-orang  Yahudi, adanya orang musyrik
dan orang-orang munafik di  Medinah,  di  samping  orang-orang
Islam,  telah  memperkuat  timbulnya perpecahan itu. Dari segi
politik, Medinah merupakan sebuah kawah yang tidak bisa  tidak
pasti  akan  meletus.  Jadi,  terkepungnya  Banu  Qainuqa, dan
dikeluarkannya  mereka  dari  Medinah  adalah  gejala  pertama
kearah timbulnya letusan itu.

BAGIAN KEEMPATBELAS: ANTARA BADR DAN UHUD                (2/2)
Muhammad Husain Haekal
 
Sudah  wajar  sekali  bilamana  penduduk  Medinah di luar kaum
Muslimin menjadi kecut setelah Banu Qainuqa' dikeluarkan  dari
kota  itu,  yang  dari  luar  tampak  aman  dan tenteram, tapi
sebenarnya akan disusul kelak oleh timbulnya angin  badai  dan
topan.  Keadaan  aman  dan  tenteram ini telah dirasakan orang
selama sebulan, dan  seharusnya  akan  terus  demikian  selama
beberapa bulan, kalau tidak karena Abu Sufyan yang sudah tidak
tahan  lagi  tinggal  lama-lama  di  Mekah,  mendekam  dibawah
telapak   kehinaan  kekalahannya  di  Badr,  tanpa  menanamkan
kembali dalam pikiran orang-orang Arab di seluruh  Semenanjung
itu,  bahwa  Quraisy  masih  kuat, masih bersemangat dan masih
mampu berperang dan bertempur.
 
Karena itu, ia lalu mengumpulkan dua ratus orang  -  ada  yang
mengatakan  empatpuluh orang - dari penduduk bersama-sama dia.
Apabila mereka sudah sampai di dekat Medinah,  menjelang  pagi
mereka  berangkat  lagi  ke  sebuah daerah bernama 'Uraidz. Di
tempat ini mereka  bertemu  dengan  seorang-orang  Anshar  dan
seorang  teman sekerjanya di kebun mereka sendiri. Kedua orang
itu mereka bunuh dan dua buah rumah serta sebatang pohon kurma
di  'Uraidz  itu  mereka  bakar. Menurut Abu Sufyan, sumpahnya
hendak memerangi Muhammad itu  sudah  terpenuhi.  Sekarang  ia
kembali  melarikan  diri,  takut  akan  dikejar  oleh Nabi dan
sahabat-sahabatnya.
 
Muhammad minta beberapa orang sahabat. Dengan dipimpin sendiri
mereka  berangkat  mengejarnya  hingga di Qarqarat'l-Kudr. Abu
Sufyan dan rombongannya makin kencang melarikan  diri.  Mereka
makin ketakutan. Bahan makanan bawaan mereka yang terdiri dari
sawiq2 mereka  lemparkan,  yang  kemudian  diambil  oleh  kaum
Muslimin yang lalu di tempat tersebut.
 
Setelah   melihat  bahwa  mereka  itu  terus  melarikan  diri,
Muhammad dan sahabat-sahabatnya kemudian kembali  ke  Medinah.
Larinya  Abu  Sufyan  itu  berbalik merupakan pukulan terhadap
dirinya sendiri, sebab sebelum itu ia. mengira  bahwa  Quraisy
akan  dapat  mengangkat  muka  lagi sesudah terjadinya bencana
yang pernah dialami di Badr itu
 
Karena sawiq yang dibuang oleh Quraisy itulah, maka  ekspedisi
ini dinamai "Ekspedisi Sawiq."
 
Berita  tentang  Muhammad  ini  kini  tersebar luas di seluruh
kalangan Arab. Kabilah-kabilah yang jauh-jauh tetap  enak-enak
di  tempat  mereka,  sedikit sekali memperhatikan keadaan kaum
Muslimin, yang sampai pada waktu itu  -  masih  menjadi  orang
yang  lemah,  masih mencari perlindungan di Medinah - sekarang
mereka telah dapat menahan Quraisy,  dapat  mengeluarkan  Banu
Qainuqa',  dapat  membuat  Abdullah b. Ubay jadi ketakutan dan
dapat mengusir Abu Sufyan. Mereka  dapat  memperlihatkan  diri
dengan suatu sikap yang tidak seperti biasa
 
Sebaliknya,  kabilah-kabilah  yang  berdekatan  dengan Medinah
mulai melihat apa yang  akan  mengancam  nasib  mereka  dengan
adanya  kekuatan Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu. Demikian
juga adanya perimbangan kekuatan ini dengan  kekuatan  Quraisy
di  Mekah,  suatu  perimbangan  yang  akibat-akibatnya  sangat
mereka takutkan. Soalnya ialah karena  jalan  pantai  ke  Syam
adalah   satu-satunya   jalan  rata  yang  sudah  di  kenal  .
Perdagangan Mekah melalui jalan ini dalam arti ekonomi membawa
keuntungan  yang berarti juga bagi kabilah-kabilah itu. Antara
Muhammad dengan kabilah-kabilah yang ada di perbatasan  pantai
itu  sudah  ada perjanjian. Tetapi jalan ini sekarang terancam
dan perjalanan  musim  panaspun  terancam  bahaya  pula,  yang
mungkin  kelak  Quraisy  akan terpaksa meninggalkan perbatasan
pantai itu. Apa pula nasib yang akan  menimpa  kabilah-kabilah
ini apabila perdagangan Quraisy nanti jadi terputus? Bagaimana
orang  dapat  membayangkan  mereka   akan   dapat   menanggung
kesulitan hidup diatas daerah yang alamnya memang begitu sulit
dan tandus? Jadi  sudah  sepatutnya  mereka  memikirkan  nasib
mereka  itu  serta  apa  pula akibat yang mungkin akan menimpa
karena situasi baru yang belum  pernah  mereka  kenal  sebelum
Muhammad  dan  sahabat-sahabatnya itu hijrah ke Medinah, sebab
sebelum kemenangan Muslimin di Badr kehidupan  kabilah-kabilah
itu   belum  pernah  mengalami  ancaman  seperti  yang  mereka
bayangkan sekarang.
 
Peristiwa perang Badr itu telah menimbulkan rasa  takut  dalam
hati  kabilah-kabilah  itu.  Adakah mereka barangkali iri hati
terhadap Medinah lalu akan menyerang kaum Muslimin,  atau  apa
yang harus mereka lakukan?
 
Karena  sudah ada berita yang sampai kepada Muhammad bahwa ada
beberapa golongan dari Ghatafan dan Banu Sulaim yang bermaksud
hendak  menyerang  kaum  Muslimin, maka ia segera berangkat ke
Qarqarat'l-Kudr guna memotong jalan mereka. Di tempat  ini  ia
melihat  jejak-jejak  binatang ternak tapi tak seorangpun yang
ada di padang itu. Disuruhnya beberapa orang  sahabatnya  naik
ke  atas  wadi  dan  dia sendiri menunggu di bawah. Ia bertemu
dengan seorang anak bernama Yasar. Dari  pertanyaannya  kepada
anak itu ia mengetahui bahwa rombongan itu naik ke bagian atas
mata-air. Oleh kaum Muslimin ternak yang  ada  di  tempat  itu
dikumpulkan  dan  dibagi-bagikan  antara sesama mereka sesudah
seperlimanya diambil oleh Muhammad, seperti ditentukan menurut
nas  Quran.  Konon  katanya  barang rampasan itu sebanyak iima
ratus ekor  unta.  Sesudah  seperlima  dipisahkan  oleh  Nabi,
sisanya dibagikan. Setiap orang mendapat bagian dua ekor unta.
 
Juga  sudah  ada berita yang sampai kepada Muhammad, bahwa ada
beberapa golongan dari Banu Tha'laba dan Banu Muharib  di  Dhu
Amarr yang telah berkumpul. Mereka bersiap-siap akan melakukan
serangan.  Nabi  s.a.w.  segera  berangkat  dengan  450  orang
Muslimin.  Ia  bertemu  dengan  salah  seorang anggota kabilah
Tha'laba ini, dan ketika  ditanyainya  tentang  rombongan  itu
ditunjukkannya tempat mereka.
 
"Muhammad,  kalau mereka mendengar keberangkatanmu ini, mereka
lari ke puncak-puncak gunung," kata orang itu. "Saya bersedia
berjalan bersamamu dan menunjukkan tempat-tempat persembunyian
mereka."
 
Tetapi orang-orang yang iri hati itu tatkala  mendengar  bahwa
Muhammad  sudah  berada  dekat dari mereka, cepat-cepat mereka
lari ke gunung-gunung.
 
Selanjutnya sampai pula berita, bahwa sebuah  rombongan  besar
dari  Banu  Sulaim  di  Bahran sudah siap-siap akan menyerang.
Pagi-pagi sekali ia segera berangkat  dengan  300  orang,  dan
satu  malam  sebelum  sampai  di  Bahran  dijumpainya  seorang
laki-laki dari kabilah Banu  Sulaim.  Ketika  ditanyakan  oleh
Muhammad  tentang  mereka itu, dikatakannya bahwa mereka telah
cerai-berai dan sudah kembali pulang.
 
Demikian jugalah halnya dengan orang-orang Arab Badwi,  mereka
serba  ketakutan  kepada  Muhammad,  gelisah akan nasib mereka
sendiri.  Begitu  terpikir  oleh  mereka   hendak   berkomplot
terhadap  Muhammad,  hendak  berangkat memeranginya, tapi baru
mendengar  saja  mereka,  bahwa  ia  sudah  berangkat   hendak
menghadapi mereka, hati mereka sudah kecut ketakutan.
 
Pada  waktu  inilah  pembunuhan  terhadap  Ka'b  b. Asyraf itu
terjadi, seperti yang sudah kita kemukakan di atas. Sejak  itu
orang-orang  Yahudi  merasa  ketakutan.  Mereka  tinggal dalam
lingkungannya sendiri, tak  ada  yang  berani  keluar.  Mereka
kuatir  akan  mengalami  nasib  seperti Ka'b. Lebih-lebih lagi
ketakutan mereka, setelah Muhammad menghalalkan  darah  mereka
sesudah  peristiwa  Banu  Qainuqa' yang sampai harus mengalami
blokade itu.
 
Oleh karena itu mereka lalu datang menemui Muhammad mengadukan
hal-ihwal  mereka. Mereka mengatakan bahwa pembunuhan terhadap
Ka'b itu  adalah  pembunuhan  gelap,  dia  tidak  berdosa  dan
persoalannyapun  tidak  diberitahukan.  Tetapi jawabnya kepada
mereka: Dia  sangat  mengganggu  kami,  mengejek  kami  dengan
sajak.  Sekiranya  dia  tetap saja seperti yang lain-lain yang
sepaham dengan dia, tentu dia tidak akan mengalami bencana.
 
Setelah terjadi pembicaraan yang  cukup  lama  dengan  mereka,
maka  dimintanya  mereka membuat sebuah perjanjian bersama dan
supaya mereka dapat menghormati  isi  perjanjian  itu.  Tetapi
orang-orang  Yahudi  sudah  merasa hina sendiri dan ketakutan,
meskipun yang tersimpan dalam hati  mereka  terhadap  Muhammad
akan tampak juga akibatnya kelak.
 
Apa  yang  harus  dilakukan  Quraisy dengan perdagangannya itu
setelah ternyata Muhammad kini menguasai jalan tersebut?
 
Hidupnya Mekah dari perdagangan. Apabila  jalan  ke  arah  itu
tidak  ada,  maka  ini  adalah  bahaya  yang tidak akan pernah
dialami oleh kota lain. Sekarang Muhammad akan membuat blokade
atas jalan itu, dan posisinya akan dihancurkan dari jiwa orang
Arab.
 
Dalam hal ini Shafwan b. Umayya berkata di hadapan orang-orang
Quraisy:
 
"Perdagangan  kita  sekarang  telah  dirusak oleh Muhammad dan
pengikut-pengikutnya. Tidak tahu lagi kita apa yang harus kita
perbuat  terhadap  pengikut-pengikutnya  itu, sementara mereka
tidak pula mau meninggalkan pantai. Dan orang-orang  pantaipun
sudah  pula mengadakan perjanjian perdamaian dengan mereka dan
golongan awamnya juga sudah jadi pengikutnya Tidak tahu dimana
kita  harus  tinggal.  Kalau  kita tinggal saja di tempat kita
ini, berarti kita akan makan modal sendiri, dan ini tidak akan
bisa  bertahan.  Hidup kita di Mekah ini hanya bergantung pada
perdagangan;  musim  panas  ke  Syam  dan  musim   dingin   ke
Abisinia."
 
Aswad b. Abd'l-Muttalib menjawab:
 
"Jalan ke pantai sudah dibelokkan. Ambil sajalah jalan Irak."
 
Lalu  ditunjukkannya  kepada  mereka  itu Furat b. Hayyan dari
kabilah Banu Bakr b. Wa'il supaya menjadi penunjuk jalan.
 
"Teman-teman Muhammad tidak  pernah  menginjakkan  kakinya  ke
jalan  Irak,"  kata Furat. "Jalan ini merupakan dataran tinggi
dan padang pasir."
 
Tetapi Shafwan tidak takut padang pasir. Selama perjalanan itu
dalam  musim  dingin  tidak  seberapa  mereka membutuhkan air.
Untuk itu Shafwan sudah  menyediakan  perak  dan  barang  lain
seharga  100.000  dirham. Ketika Quraisy sedang sibuk mengatur
perjalanan yang akan membawa  perdagangannya  itu,  Nuiaim  b.
Mas'ud al-Asyja'i sedang berada di Mekah. Ia pulang kembali ke
Medinah.  Apa  yang  dibicarakan  dan  diperbuat  Quraisy  itu
meluncur  juga  dari  lidahnya dan sampai kepada salah seorang
dari kalangan Islam. Orang  yang  belakangan  ini  cepat-cepat
menyampaikan  berita  itu kepada Muhammad. Waktu itu juga Nabi
menugaskan  Zaid  b.  Haritha  dengan  seratus  orang  pasukan
berkendaraan.   Mereka  mencegat  perdagangan  itu  di  Qarda,
(sebuah pangkalan air di Najd). Orang-orang Quraisy  itu  lari
dan   kafilah   dagangnya  dikuasai  Muslimin.  Ini  merupakan
rampasan berharga  yang  pertama  sekali  dikuasai  oleh  kaum
Muslimin.
 
Kemudian Zaid dan anak buahnya kembali. Setelah yang seperlima
dipisahkan oleh Muhammad sisanya dibagikan kepada  yang  lain.
Selanjutnya  Furat  b. Hayyan dibawa, dan untuk keselamatannya
kepadanya   ditanyakan   untuk   masuk   Islam,   dan   inipun
diterimanya.
 
Sesudah  semua  ini  adakah  Muhammad  lalu  merasa puas bahwa
keadaan sudah stabil? Atau sudah terpesona oleh hari itu  saja
lalu  melupakan  hari  esoknya?  Ataukah  juga sudah terbayang
olehnya,  bahwa  ketakutan  kabilah-kabilah  dan  diperolehnya
rampasan  dari Quraisy sudah menunjukkan, bahwa perintah Allah
dan perintah RasulNya sudah dapat diamankan dan tak perlu lagi
dikuatirkan? Ataukah kepercayaannya akan pertolongan Tuhan itu
berarti ia boleh berbuat sesuka hati, karena sudah  mengetahui
bahwa  segala  persoalan  keputusannya berada di tangan Tuhan?
Tidak! Memang benar, segala persoalan keputusannya  di  tangan
Tuhan.  Tetapi orang tidak akan mendapat perubahan dalam hukum
Tuhan itu. Tak ada jalan  lagi  orang  akan  membantah  adanya
naluri  yang  sudah  ditanamkan  Tuhan  dalam dirinya. Quraisy
sebagai pemimpin orang Arab, tidak mungkin mereka  akan  surut
dari  tindakan membalas dendam. Kafilah Shafwan b. Umayya yang
sudah dikuasai  itupun  akan  menambah  hasrat  mereka  hendak
membalas   dendam,   akan   bertambah  keras  kehendak  mereka
mengadakan serangan kembali.
 
Dengan siasatnya yang sehat serta pandangannya yang  jauh  hal
semacam  itu  oleh  Muhammad tidak akan terabaikan. Jadi sudah
tentu ia harus menambah kecintaan kaum Muslimin kepadanya, dan
mempererat   pertalian.   Kendatipun  Islam  sudah  memberikan
kebulatan tekad  kepada  mereka  dan  membuat  mereka  seperti
sebuah  bangunan yang kokoh, satu sama lain saling memperkuat,
namun kebijaksanaan pimpinan terhadap mereka  itu  akan  lebih
lagi menguatkan kerja-sama dan tekad mereka.
 
Justeru karena kebijaksanaan pimpinan inilah hubungan Muhammad
dengan mereka itu makin  erat.  Dalam  hubungan  ini  pula  ia
melangsungkan   perkawinannya   dengan   Hafsha,  puteri  Umar
ibn'l-Khattab, seperti juga sebelum itu dengan Aisyah,  puteri
Abu  Bakr. Sebelum itu Hafsha adalah isteri Khunais - termasuk
orang yang mula-mula dalam Islam - yang sudah meninggal  tujuh
bulan lebih dulu sebelum perkawinannya dengan Muhammad. Dengan
perkawinannya kepada Hafsha ini, kecintaan Umar  ibn'l-Khattab
kepadanya  makin  besar Juga Fatimah, puterinya, dikawinkannya
dengan  sepupunya,  Ali  (b.  Abi  Talib),  orang  yang  sejak
kecilnya  sangat  cinta  dan  ikhlas  kepada Nabi. Oleh karena
Ruqayya,  puterinya,  telah  berpulang  ke  rahmatullah,  maka
sesudah  itu  Usman  b.  'Affan dikawinkannya kepada puterinya
yang seorang lagi, Umm Kulthum.
 
Dengan demikian, ia diperkuat  lagi  oleh  pertalian  keluarga
semenda  dengan  Abu  Bakr, Umar, Usman dan Ali. Ini merupakan
gabungan  empat  orang  kuat   dalam   Islam   yang   sekarang
mendampinginya, bahkan yang terkuat. Dengan ini kekuatan dalam
tubuh kaum Muslimin makin mendapat jaminan  lagi.  Di  samping
itu  rampasan  perang yang mereka peroleh dalam peperangan itu
menambah pula keberanian mereka bertempur, yang juga merupakan
gabungan  antara berjuang di jalan Allah dan mendapat rampasan
perang dari orang-orang musyrik.
 
Dalam pada itu, berita-berita serta segala  persiapan  Quraisy
selalu  diikuti dengan saksama dan sangat teliti sekali. Pihak
Quraisy  sendiri  memang  sudah  mengadakan  persiapan  hendak
menuntut  balas,  dan  membuka  jalan  perdagangannya ke Syam;
supaya dari segi perdagangan dan segi  keagamaannya  kedudukan
Mekah   jangan   sampai   meluncur   jatuh  tidak  lagi  dapat
mempertahankan diri.
 
Catatan kaki:
 
 1 Perlu dijelaskan disini   kalau dasar centa ini benar
   bahwa peristiwa itu bukanlah atas perintah Nabi, seperti
   ada orang mengira demikian. Tetapi mereka telah
   mengambil tindakan sendiri, seperti kata Haekal. Jiwa
   dan akhlak Nabi jauh lebih tinggi daripada akan
   melakukan kekerasan. Dalam peperanganpun melarang
   membunuh orang berusia lanjut, anak-anak, wanita,
   sekalipun yang ikut aktif. Peristiwa Hindun bt. 'Utba
   dalam perang Uhud, wanita Yahudi yang meracun Nabi dan
   penyair Abu 'Azza, adalah dari sekian banyak contoh.
   Malah kemudian mereka dimaafkan. Yang perlu kita ketahui
   juga, bahwa 'Umaõr b. 'Auf adalah satu kabilah dengan
   suami 'Ashma,' yakni dari Khatma, demikian juga Abu
   'Afak masih sekabilah dengan Salim, yakni dari Banu 'Amr
   b. 'Auf, dengan motif yang hampir sama (A).
 
 2 Sejenis tepung jelai atau gandum (A).
 
---------------------------------------------
S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit PUSTAKA JAYA
Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
Cetakan Kelima, 1980
 
Seri PUSTAKA ISLAM No.1

http://media.isnet.org/islam/Haekal/Muhammad/BadrUhud2.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AL HAKIM, MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH

Oleh: Siti Farida Sinta Riyana (11510080); Nur Aufa Handayani (11510081); Ahmad Ali Masrukan (11519985); Mayura (11510096); dan Muryono ( 11511038) A.       Al Ahkam 1.         Pengertian Al-Ahkam (hukum), menurut bahasa artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu. Sedang menurut istilah ialah ‘Khithab (titah) Allah Swt. atau sabda Nabi Muhammad Saw. yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf , baik itu mengandung perintah, larangan, pilihan, atau ketetapan.

HUKUM SYAR’I (ا لحكم الشر عي)

OLEH: Ulis Sa’adah (11510046); Langga Cintia Dessi (11510089); dan Eka Jumiati (11510092) A.       HAKIKAT HUKUM SYAR’I Menurut para ahli ushul fiqh (Ushuliyun), yang dikatakan hukum syar’i ialah khitab (sabda) pencipta syari’at yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang mengandung suatu tuntutan, atau pilihan atau yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KHILAFIYAH

Disusun Oleh : Abdul Majid (111-11-074); Irsyadul Ibad (111-11-094);  dan Dwi Silvia Anggraini   (111-11-095) PENDAHULUAN Perbedaan selalu ada dalam kehidupan karena hal ini merupakan sunah Rasul yang berlaku sepanjang masa. Perbedaan juga terjadi dalam segi penafsiran dan pemahaman hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui hukum tidaklah sekaku dalam hal penerapannya pada masa awal islam, pada masa itu Nabi Muhammad sebagai tolak ukur  dan akhir dari setiap permasalahan yang ada pada masa itu. Akan tetapi perbedaan itu semakin jelas terlihat ketika era para sahabat dan para tabi’in yang ditandai dengan adanya berbagai aliran atau madzhab yang bercorak kedaerahan dengan tokoh dan kecenderungan masing-masing.