Langsung ke konten utama

Haji Wada'

Materi untuk kelompok IV. Materi ini saya ambil dari: http://media.isnet.org/islam/Haekal/Muhammad/. Anda juga bisa mengakses langsung pada website tersebut.

BAGIAN KEDUAPULUH SEMBILAN: IBADAH HAJI PERPISAHAN       (1/2)
Muhammad Husain Haekal
 
   Muhammad dan Ahli Kitab - Kedudukannya di kalangan
   orang-orang Nasrani - Keramahannya kepada mereka -
   Kedudukan Muhammad di kalangan mereka - Ali b. Abi
   Talib diutus ke Yaman - Muhammad menyerukan orang pergi
   haji, mereka datang ke Medinah dari segenap penjuru -
   Sejumlah kira-kira 100.000 berangkat ke Mekah - Manasik
   haji - Khotbah Muhammad.
 
SEJAK Ali b. Abi Talib membacakan awal  Surah  Bara'ah  kepada
orang-orang  yang  pergi  haji,  yang terdiri dari orang-orang
Islam dan musyrik, waktu Abu Bakr memimpin  jemaah  haji,  dan
sejak  ia  mengumumkan  kepada  mereka  atas perintah Muhammad
waktu mereka berkumpul di Mina, bahwa orang kafir  tidak  akan
masuk  surga,  dan sesudah tahun ini orang musyrik tidak boleh
lagi naik haji, tidak boleh lagi  bertawaf  di  Ka'bah  dengan
telanjang,  dan  barangsiapa  terikat  oleh  suatu  perjanjian
dengan  Rasulullah  s.a.w.  itu  tetap  berlaku  sampai   pada
waktunya - sejak itu pula orang-orang musyrik penduduk jazirah
Arab semua yakin sudah, bahwa buat mereka tak lagi ada  tempat
untuk terus hidup dalam paganisma. Dan kalau masih juga mereka
melakukan itu, ingatlah, akan pengumuman perang dari Allah dan
RasulNya.  Hal  ini  akan berlaku buat penduduk daerah selatan
jazirah Arab, yaitu Yaman dan Hadzramaut;  sebab  buat  daerah
Hijaz  dan sekitarnya sampai ke utara mereka sudah masuk Islam
dan bernaung di  bawah  bendera  agama  baru  ini.  Di  bagian
selatan   itu   sebenarnya   masih   terbagi  antara  penganut
paganisma, dengan penganut Kristen. Tetapi  orang-orang  pagan
ini  kemudian  menerima juga, seperti yang sudah kita lihat di
atas. Secara berbondong bondong  mereka  masuk  Islam,  mereka
mengirim  utusan  ke  Medinah,  dan  Nabi pun menyambut mereka
dengan sangat baik sekali, yang kiranya membuat  mereka  lebih
gembira  lagi menerima Islam. Sebagian besar mereka kembali ke
daerah kekuasaan mereka masing-masing dan ini  membuat  mereka
lebih cinta lagi kepada agama baru ini.
 
Mengenai  Ahli  Kitab yang terdiri dari orang-orang Yahudi dan
Nasrani, ayat-ayat yang telah dibacakan oleh  Ali  dari  Surah
At-Taubah demikian bunyinya:
 
"Perangilah  orang-orang  yang  tidak beriman kepada Allah dan
Hari Kemudian dan tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan
oleh Allah dan RasulNya, dan tidak pula beragama menurut agama
yang benar, yaitu orang-orang yang  sudah  mendapat  Al-Kitab,
sampai  mereka  membayar.  jizya  dengan  patuh  dalam keadaan
tunduk."1 sampai kepada firman Tuhan:
 
"Orang-orang  beriman!  Banyak   sekali   para   pendeta   dan
rahib-rahib  memakan  harta  orang dengan jalan yang batil dan
mereka merintangi orang dari  jalan  Allah.  Dan  mereka  yang
menimbun  emas  dan  perak  dan  tidak menafkahkannya di jalan
Allah, beritahukanlah kepada mereka adanya siksa  yang  pedih.
Tatkala semuanya dipanaskan dalam api jahanam, lalu dengan itu
dahi mereka,  lambung  mereka  dan  punggung  mereka  dibakar.
'Inilah  harta  bendamu yang kamu timbun untuk dirimu sendiri.
Sebab itu, rasakan sekarang akibat apa yang kamu timbun  itu."
(Qur'an, 9: 34 - 35)
 
Menghadapi  ayat-ayat  Surah  At-Taubah  sebagai wahyu penutup
dalam Quran itu, banyak ahli-ahli sejarah yang  bertanya-tanya
dalam  hati:  apakah  perintah  Muhanmnmad 'a.s. mengenai Ahli
Kitab itu berbeda dengan perintahnya dulu ketika baru-baru  ia
membawa  ajarannya? Beberapa Orientalis lalu berpendapat bahwa
ayat-ayat ini hendak menempatkan Ahli  Kitab  dan  orang-orang
musyrik  dalam kedudukan yang hampir sama; dan bahwa Muhammad,
yang sudah berhasil mengalahkan paganisma di seluruh  jazirah,
setelah  meminta  bantuan  pihak  Yahudi  dan  Nasrani, dengan
menyatakan pada tahun-tahun pertama risalahnya itu,  bahwa  ia
datang  membawa  agama Isa, Musa, Ibrahim dan rasul-rasul Iain
yang sudah lebih dulu,  telah  mengarahkan  sasarannya  kepada
orang-orang Yahudi, yang sudah lebih dulu menghadapinya dengan
permusuhan. Mereka tetap bersikap  demikian,  sampai  akhirnya
mereka  diusir dari jazirah. Sementara itu ia hendak mengambil
mati orang-orang Nasrani, lalu turun ayat-ayat yang memperkuat
iman mereka yang baik, sehingga datang firman Tuhan ini:
 
"Pasti  akan  kaudapati orang-orang yang paling keras memusuhi
mereka yang beriman ialah orang-orang Yahudi  dan  orang-orang
musyrik dan pasti akan kaudapati orang-orang yang paling akrab
bersahabat  dengan  mereka  yang  beriman  ialah  mereka  yang
berkata:  'Kami  ini  orang-orang  Nasrani.'  Sebab,  diantara
mereka terdapat kaum pendeta dan rahib-rahib, dan  mereka  itu
tidak menyombongkan diri." (Qur'an, 5: 82)
 
Nah,  sekarang  ia mengarahkan tujuannya kepada pihak Nasrani,
sama  seperti  yang  dulu  ditujukan  kepada   pihak   Yahudi.
Orang-orang  Nasrani  digolongkan  kedalam  mereka  yang tidak
percaya kepada Tuhan dan kepada Hari  Kemudian.  Ia  melakukan
hal  itu  setelah pihak Nasrani memberikan perlindungan kepada
pengikut-pengikutnya kaum Muslimin ketika mereka dulu pergi ke
Abisinia  di bawah naungan rajanya yang adil, dan setelah pula
Muhammad menulis surat kepada penduduk Najran dan kaum Nasrani
lainnya  dengan  menjamin  agama  mereka  dan  segala  upacara
keagamaan yang mereka lakukan. Lalu  golongan  Orientalis  itu
berpendapat  bahwa  sikap  kontradiksi  dalam  siasat Muhammad
inilah yang kemudian membuat permusuhan antara pihak  Muslimin
dengan  Nasrani  itu  jadi  berlarut-larut, dan bahwa dia pula
yang membuat saling pendekatan antara pengikut-pengikut  Yesus
dengan  pengikut-pengikut  Muhammad  jadi  tidak begitu mudah,
kalau pun tidak akan dikatakan mustahil.
 
Mengambil argumen ini secara mendatar adakalanya dapat memikat
orang  bahwa  itu  ada  juga  benarnya, atau pun dapat memikat
orang  sampai  mempercayainya.  Akan  tetapi  bila  orang  mau
mengikuti  jalur  sejarah  mau  menelitinya  sehubungan dengan
masalah-masalah  dan  sebab-sebab  turunnya   ayat-ayat   itu,
samasekali  orang  tidak  perlu  sangsi tentang kesatuan sikap
Islam dan sikap Muhammad terhadap agama-agama Kitab sejak dari
permulaan  risalah  itu  sampai  akhirnya. Almasih anak Mariam
ialah  Hamba  Allah  yang  diberiNya  kitab,  dijadikanNya  ia
seorang nabi, dijadikannya ia orang yang beroleh berkah dimana
pun  ia  berada!  diperintahkanNya  ia  melakukan  sembahyang,
mengeluarkan  zakat  selama  ia masih hidup. Itulah yang telah
diturunkan oleh Qu'ran sejak  dari  permulaan  risalah  sampai
akhirnya.  Allah  cuma Satu. Allah itu Abadi dan Mutlak. Tidak
beranak dan tidak diperanakkan, dan tiada suatu apa  pun  yang
meyerupaiNya.  Itulah  jiwa dan dasar Islam sejak dari langkah
pertama, dan itu pula jiwa Islam selama dunia ini berkembang.
 
Orang-orang  Nasrani  Najran  pernah  mendatangi  Nabi  hendak
mengajaknya  berdebat  tentang  Tuhan dan tentang kenabian Isa
terhadap Tuhan jauh sebelum Surah At-Taubah ini turun.  Mereka
bertanya kepada Muhammad:
 
"Ibu Isa itu Mariam; lalu siapa bapanya?"
 
Untuk itu datang firman Allah:
 
"Hal  seperti  terhadap  Adam; dijadikanNya ia dari tanah lalu
dikatakan: 'jadilah,' maka jadilah ia. Kebenaran itu datangnya
hanya   dari   Tuhan.  Jangan  kau  jadi  orang  yang  sangsi.
Barangsiapa  mengajak  engkau  berdebat  tentang  Dia  setelah
engkau mendapat pengetahuan, katakanlah: 'Marilah kita panggil
anak-anak kami dan  anak-anak  kamu,  wanita-wanita  kami  dan
wanita-wanita  kamu, diri kami sendiri dan diri kamu; kemudian
kita berdoa supaya laknat Tuhan  itu  ditimpakan  kepada  yang
berdusta.'  Inilah  kisah kisah sebenarnya: tiada tuhan selain
Allah. Dan Allah sungguh Maha Kuasa dan Bijaksana.  Kalau  pun
mereka  menyimpang juga, Tuhan jua yang mengetahui mereka yang
berbuat bencana. Katakanlah: 'Orang-orang Ahli Kitab!  Marilah
kita menerima suatu istilah yang sama antara kami dengan kamu;
bahwa tak ada yang akan kita sembah selain  Allah,  dan  bahwa
kita  takkan mempersekutukanNya dengan apa pun, dan tidak pula
antara kita akan saling mempertuhan  satu  sama  lain,  selain
daripada   Allah.'   Tetapi   kalau  mereka  menyimpang  juga,
katakanlah:   'Saksikanlah,   bahwa   kami   ini   orang-orang
Muslimin." (Qur'an, 3: 59 - 64)
 
Percakapan  dalam surah ini, Surah Keluarga 'Imran dengan gaya
bahasa yang luarbiasa, ditujukan kepada  Ahli  Kitab,  menegur
mereka  mengapa  mereka  merintangi  orang  beriman dari jalan
Allah dan mengapa mereka  mengingkari  ayat-ayat  yang  datang
dari  Tuhan,  padahal ayat-ayat itu juga yang dibawa oleh Isa,
oleh Musa, oleh Ibrahim, sebelum kata-kata itu diubah-ubah dan
sebelum  diartikan  menurut kehendak nafsu sendiri disesuaikan
dengan kehidupan duniawi dengan  kesenangan  yang  penuh  tipu
daya.  Banyak  lagi  surah-surah lain, yang dalam kata-katanya
ditujukan seperti yang terdapat dalam  surah  Keluarga  'Imran
itu. Dalam Surah al-Ma'idah (5) Tuhan berfirman:
 
"Sebenarnya   mereka   telah  melakukan  penyhinaan  (terhadap
Tuhan), mereka yang mengatakan, bahwa  Allah  satu  dari  tiga
dalam trinitas. Tak ada tuhan kecuali Tuhan Yang Satu. Apabila
tidak mau juga mereka berhenti (menghina Tuhan), pasti  mereka
yang  telah merendahkan (Tuhan) itu akan dijatuhi siksaan yang
amat pedih. Tidakkah mereka mau  bertaubat  kepada  Tuhan  dan
meminta  ampun. Allah Maha Pengampun dan Penyayang. Sebenarnya
Almasih putera Mariam itu  hanya  seorang  rasul,  dan  ibunya
adalah  wanita yang tulus dan jujur, keduanya memakan makanan.
Perhatikanlah, betapa Kami menjelaskan  ayat-ayat  itu  kepada
mereka,    lalu   perhatikanlah,   bagaimana   mereka   sampai
dipalingkan?" (Qur'an,5:73 - 75)
 
Kemudian dalam Surah al-Ma'idah itu juga Tuhan berfirman:
 
"Dan  ingat  ketika  Allah  berkata:  'Hai  Isa  anak  Mariam!
engkaukah yang mengatakan kepada orang: Allah mengangkatku dan
ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?' Ia menjawab: 'Maha Suci
Engkau,  tidak  akan  aku mengatakan yang bukan menjadi hakku.
Kalau pun aku mengatakannya, tentu Engkau sudah mengetahuinya.
Engkau  mengetahui  apa  yang ada dalam hatiku, tapi aku tidak
mengetahui apa yang ada didalam DiriMu." (Qur'an, 5: 116)
 
sampai pada ayat-ayat selanjutnya seperti sudah kita  nukilkan
dalam   pengantar  buku  ini.  Salah  satu  ayat  dalam  Surah
al-Ma'idah inilah yang oleh  penulis-penulis  sejarah  Kristen
dipersoalkan  dan  dijadikannya  alasan  tentang  perkembangan
sikap Muhammad  terhadap  mereka  sesuai  dengan  perkembangan
politiknya, yaitu ketika Tuhan berfirman:
 
"Pasti  akan kau dapati orang-orang yang paling keras memusuhi
mereka yang beriman ialah orang-orang Yahudi  dan  orang-orang
musyrik;  dan  pasti  akan  kaudapati  orang-orang yang paling
akrab bersahabat dengan mereka yang beriman ialah mereka  yang
berkata:  'Kami  ini  orang-orang  Nasrani.'  Sebab,  diantara
mereka terdapat kaum pendeta dan rahib-rahib, dan  mereka  itu
tidak menyombongkan diri." (Qur'an, 5: 82)
 
Sebaliknya,  ayat-ayat  yang terdapat dalam Surah Bara'ah (9)
yang  juga  bicara  tentang  Ahli  Kitab   sekali-kali   tidak
membicarakan  kepercayaan  mereka mengenai Almasih anak Mariam
itu.   Ayat-ayat   itu   bicara   tentang   kelakukan   mereka
mempersekutukan  Tuhan,  makan  harta  orang  secara tidak sah
serta menimbun emas dan perak. Sedang menurut Islam Ahli Kitab
itu  sudah  keluar dari rel agama Isa, mereka menghalalkan apa
yang dilarang oleh Tuhan dan melakukan  perbuatan  orang  yang
tidak  beriman  kepada Tuhan dan Hari Kemudian. Tetapi sungguh
pun demikian - lepas dari semua itu - keimanan  mereka  kepada
Tuhan   sudah   menjadi   jembatan  buat  mereka  untuk  tidak
dipersamakan dengan orang-orang pagan. Buat mereka yang  masih
gigih  mau  menjadikan Tuhan satu dari tiga dalam trinitas dan
mau  menghalalkan  apa  yang  dilarang  Tuhan,  cukup   dengan
membayar jizya dengan taat dan patuh.
 
Seruan  yang  telah  disampaikan  oleh  Ali  tatkala  Abu Bakr
memimpin  jamaah  haji  itu  merupakan  puncak  dari  masuknya
penduduk   jazirah   bagian   selatan   kedalam  Islam  secara
berbondong-bondong. Utusan-utusan  itu  secara  berturut-turut
telah   datang  ke  Medinah  seperti  sudah  kita  sebutkan  -
diantaranya perutusan dari orang-orang musyrik dan  dari  Ahli
Kitab.  Nabi  memberi  hormat  secukupnya kepada setiap utusan
yang datang dan para amir itu dikembalikan ke daerah kekuasaan
mereka  dengan  cara  terhormat  sekali.  Hal  ini  sudah kita
sebutkan dalam  bagian  yang  lalu.  Asy'ath  b.  Qais  dengan
memimpin  80  orang  dari  Kinda  dengan  berkendaraan, mereka
datang  kepada  Nabi  dalam  mesjid,  dengan  berhias  rambut,
bercelak   mata,   mengenakan   jubah   yang  indah-indah  dan
berselempang sutera. Begitu melihat mereka, Nabi berkata:
 
"Bukankah kamu sudah menjadi Islam?"
 
"Ya," jawab mereka.
 
"Buat apa kamu mengenakan sutera  ini  di  leher?"  kata  Nabi
lagi.
 
Mereka lalu melepaskan sutera itu.
 
"Rasulullah,"  kata  Asy'ath  kemudian,  "kami  dari  Keluarga
Akil'l-Murar2 dan tuan juga dari keturunan Akil'l-Murar."
 
Mendengar itu Nabi tersenyum.  Ia  teringat  pada  'Abbas  bin
'Abd'l-Muttalib dan Rabi'a bin'l-Harith
 
Bersama dengan Asy'ath itu juga datang Wa'il b. Hujr al-Kindi,
seorang amir dari daerah pantai  di  Hadzramaut.  Ia  kemudian
masuk   Islam.  Nabi  mengakui  daerah  kekuasaannya  itu  dan
dimintanya ia memungut 'usyr dari  penduduk  untuk  diserahkan
kepada pemungut-pemungut pajak yang sudah ditunjuk oleh Rasul.
Dalam hal ini Nabi menugaskan Mu'awiya b. Abi Sufyan  menemani
Wa'il  ke negerinya. Tetapi Wa'il tidak mau sekendaraan dengan
dia dan tidak pula mau memberikan kepadanya alas kaki. Sekedar
dapat  menahan  panasnya  musim,  cukup  dengan membiarkan dia
berjalan di bawah naungan untanya. Meskipun  ini  bertentangan
dengan  ajaran  Islam yang mengajarkan persamaan antara sesama
kaum Muslimin dan semua orang Islam bersaudara, namun Mu'awiya
menerimanya juga demi menjaga Islamnya Wa'il dan golongannya.
 
Setelah  Islam  tersiar di kawasan Yaman, Nabi mengutus Mu'adh
(b. Jabal) ke daerah itu  untuk  memberikan  pelajaran  kepada
penduduk  serta  untuk  memperdalam hukum Islam, dengan pesan:
"Permudahlah dan  jangan  dipersulit.  Gembirakan  dan  jangan
ditakut-takuti. Engkau akan bertemu dengan golongan Ahli Kitab
yang akan bertanya kepadamu: 'Apa kunci surga?' Maka jawablah:
'Suatu  kesaksian, bahwa tak ada tuhan selain Allah Yang tiada
bersekutu."
 
Mu'adh pun berangkat, disertai beberapa  orang  dari  kalangan
Muslimin  yang  mula-mula  dan  yang  bertugas mengurus 'usyr,
serta memberikan pelajaran dan menjalankan hukum sesuai dengan
perintah Tuhan dan Rasul.
 
Dengan tersebarnya Islam di seluruh kawasan jazirah itu - dari
timur sampai ke barat, dari utara sampai  ke  selatan  -  maka
seluruh lingkungan itu telah menjadi satu di bawah satu panji,
yaitu panji Muhammad Rasulullah s.a.w. dan berada  dalam  satu
agama yaitu Islam, jantung mereka pun hanya satu pula arahnya,
yaitu menyembah Allah Yang Tunggal tiada bersekutu.
 
Sebelum duapuluh tahun yang lalu, kabilah-kabilah  itu  saling
bermusuhan,  satu sama lain serang menyerang dalam peperangan,
setiap  ada  kesempatan.  Tetapi  dengan  penggabungan  mereka
dibawah  panji  Islam  ini;  mereka  telah menjadi bersih dari
segala  noda  paganisma,   mereka   hidup   tenteram   dibawah
undang-undang   Tuhan   Yang   Maha   Kuasa.  Dengan  demikian
permusuhan di kalangan penduduk itu sudah tak ada lagi. Perang
dan  permusuhan  sudah  tidak punya tempat. Sudah tak ada lagi
orang  yang  akan  menghunus  pedang,  kecuali   jika   hendak
mempertahankan  tanah  air,  membela agama Allah dari serangan
pihak lain.
 
Akan tetapi masih ada sekelompok  orang-orang  Nasrani  Najran
yang  masih  berpegang  pada agama mereka, yang berbeda dengan
sebagian besar masyarakat mereka sendiri,  yaitu  Banu  Harith
yang  sudah  lebih  dahulu masuk Islam. Kepada mereka ini Nabi
mengutus Khalid bin'l-Walid  mengajak  mereka  menganut  Islam
supaya  terhindar  dari  serbuannya.  Tetapi  begitu diserukan
mereka sudah mau masuk Islam. Khalid kemudian mengirim  utusan
dari  kalangan  mereka sendiri ke Medinah supaya menemui Nabi,
yang kemudian  disambutnya  dengan  ramah  dan  akrab  sekali.
Disamping  itu ada lagi sekelompok masyarakat Yaman yang masih
merasa enggan sekali tunduk di bawah panji Islam, sebab  Islam
lahir  di  Hijaz,  sedang  biasanya Yaman yang menyerbu Hijaz.
Sebaliknya, sebelum itu Hijaz tidak yernah menyerang Yaman.
 
Kepada mereka ini Nabi mengutus Ali b. Abi Talib dengan  tugas
mengajak  mereka  ke  dalam  Islam.  Juga  pada mulanya mereka
sangat   congkak   sekali.   Menyambut   ajakan   Ali   dengan
menyerangnya.  Akan  tetapi  Ali  -  dengan usianya yang masih
begitu muda dan hanya membawa tiga ratus orang -  sudah  dapat
membuat mereka cerai-berai. Pihak penyerang yang sudah dipukul
mundur itu kembali menyusun lagi barisannya. Akan  tetapi  Ali
segera  mengepung  mereka  sehingga timbul panik dalam barisan
mereka itu. Tak ada jalan lain mereka harus  menyerah.  Dengan
demikian  kemudian  mereka masuk Islam dan menjadi orang Islam
yang baik. Semua pelajaran  yang  diberikan  oleh  Mu'adh  dan
sahabat-sahabatnya  mereka  dengarkan baik-baik. Utusan mereka
ini merupakan utusan terakhir yang diterima  Nabi  di  Medinah
sebelum Nabi berpulang ke rahmatullah.
 
Sementara  Ali  sedang bersiap-siap kembali ke Mekah, Nabi pun
sedang dalam persiapan pula hendak menunaikan ibadah haji, dan
dimintanya  orang  juga bersiap-siap. Bulan berganti bulan dan
bulan Zulkaedah pun sudah pula hampir lalu.  Nabi  belum  lagi
melakukan  ibadah  haji  akbar  meskipun sebelum itu sudah dua
kali mengadakan 'umrah dengan melakukan ibadah haji ashghar.3

BAGIAN KEDUAPULUH SEMBILAN: IBADAH HAJI PERPISAHAN       (2/2)
Muhammad Husain Haekal
 
Dalam ibadah haji ada suatu manasik (upacara) yang  dalam  hal
ini  Nabi  'a.s.  adalah  contoh bagi umat Islam. Begitu orang
mengetahui benar Nabi telah menetapkan  akan  pergi  haji  dan
mengajak  mereka  ikut serta, tersiarlah ajakan itu ke segenap
penjuru semenanjung. Beribu-ribu orang datang ke Medinah  dari
segenap  penjuru:  dari  kota-kota  dan  dari  pedalaman, dari
gunung-gunung dan dari sahara, dari semua pelosok  tanah  Arab
yang  membentang  luas,  yang  sekarang  sudah bersinar dengan
cahaya Tuhan dan cahaya Nabi yang mulia itu. Di  sekitar  kota
Medinah  sudah  pula  dipasang  kemah-kemah untuk seratus ribu
orang atau lebih, yang datang memenuhi seruan Nabi, Rasulullah
s.a.w.    Mereka   datang   sebagai   saudara   untuk   saling
kenal-mengenal,   mereka   dipertalikan   semua   oleh    rasa
kasih-sayang,  oleh  keikhlasan hati dan oleh ukhuah islamiah,
yang dalam tahun-tahun sebelum itu mereka  saling  bermusuhan.
Manusia  yang  berjumlah  ribuan itu kini sedang melihat-lihat
kota, masing-masing dengan bibir tersenyum, dengan wajah  yang
cerah  dan berseri-seri. Berkumpulnya mereka itu menggambarkan
adanya suatu kebenaran yang  telah  mendapat  kemenangan,  Nur
Ilahi  telah  tersebar  luas,  yang membuat mereka semua teguh
bersatu seperti sebuah bangunan yang kukuh.
 
Pada 25 Zulkaedah tahun kesepuluh Hijrah Nabi berangkat dengan
membawa  semua  isterinya,  masing-masing  dalam  hodahnya. Ia
berangkat dengan diikuti jumlah manusia yang begitu melimpah -
penulis-penulis  sejarah ada yang menyebutkan 90.000 orang dan
ada pula yang  menyebutkan  114.000  orang.  Mereka  berangkat
dibawa  oleh  iman,  jantung  mereka  penuh kegembiraan, penuh
keikhlasan, menuju  ke  Baitullah  yang  suci.  Mereka  hendak
menunaikan kewajiban ibadah haji besar.
 
Bilamana  mereka  sampai di Dhu'l-Hulaifa, mereka berhenti dan
tinggal selama satu malam di sana. Keesokan harinya, bila Nabi
sudah  mengenakan  pakaian  ihram kaum Muslimin yang lain juga
memakai pakaian ihram. Mereka semua  masing-masing  mengenakan
kain  selubung  bagian  bawah  dan atas. Mereka berjalan semua
dengan pakaian yang sama, yaitu pakaian yang sangat sederhana.
Dengan  demikian  mereka  telah  melaksanakan  suatu persamaan
dalam arti yang sangat jelas.
 
Dengan seluruh kalbu Muhammad telah menghadapkan  diri  kepada
Tuhan  dengan  mengucapkan talbiah yang diikuti pula oleh kaum
Muslimin dari belakang: "Labbaika Allahumma labbaika, labbaika
la   syarika   laka   labbaika.   Alhamdu  lillah  wan-ni'matu
wa'sy-syukru  laka  labbaika.   Labbaika   la   syarika   laka
labbaika."   ("Kupenuhi   panggilanMu,   ya   Allah,  kupenuhi
panggilanMu. Kupenuhi  panggilanMu.  Tiada  bersekutu  Engkau.
Kupenuhi  panggilanMu.  Puji,  nikmat  dan syukur kepunyaanMu.
Kupenuhi panggilanMu, kupenuhi  panggilanMu,  tiada  bersekutu
Engkau. Kupenuhi panggilanMu.")
 
Lembah-lembah  dan  padang  sahara  bersahut-sahutan menyambut
seruan ini, semua turut berseru dengan penuh iman. Ribuan,  ya
puluhan    ribu    kafilah    itu   menyusuri   jalan   antara
Madinat'r-Rasul dengan Kota  Mesjid  Suci.  Ia  berhenti  pada
setiap mesjid, menunaikan kewajiban sambil menyerukan talbiah,
sebagai tanda taat dan syukur atas nikmat Allah. Dengan  penuh
kesabaran  ia  menantikan  saat  ibadah  haji  akbar itu tiba.
Dengan hati rindu, dengan jantung berdetak  penuh  cinta  akan
Baitullah. Padang-padang pasir seluruh jazirah, gunung-gunung,
lembah-lembah  dan  padang  tanaman  yang   segar   menghijau,
terkejut     mendengarnya,     dengan     kumandangnya    yang
bersahut-sahutan; suatu hal yang belum pernah dikenal, sebelum
Nabi   yang  ummi  ini,  Rasul  dan  Hamba  Allah  ini  datang
memberkahinya.
 
Tatkala rombongan itu sampai di Sarif -  suatu  tempat  antara
jalan   Mekah   dengan   Medinah  -  Muhammad  berkata  kepada
sahabat-sahabatnya:
 
"Barangsiapa diantara kamu tidak membawa binatang  kurban  dan
ingin menjadikan (ihram) ini sebagai umrah, lakukanlah; tetapi
yang membawa binatang kurban jangan."
 
Bilamana jamaah haji sudah sampai di Mekah pada  hari  keempat
Zulhijjah,  Nabi  cepat-cepat  menuju Ka'bah diikuti oleh kaum
Muslimin yang lain. Kemudian  ia  menyentuh  hajar  aswad  dan
menciumnya,  lalu  bertawaf  di Ka'bah sebanyak tujuh kali dan
pada tiga kali  yang  pertama  ia  berlari-lari  seperti  yang
dilakukan  pada waktu 'umrat'l-qadza'. Setelah melakukan salat
di Maqam Ibrahim ia kembali  dan  sekali  lagi  mencium  hajar
aswad.  Kemudian  ia  keluar  dari mesjid itu menuju ke sebuah
bukit di Shafa, lalu melakukan sa'i antara  Shafa  dan  Marwa.
Selanjutnya  Muhammad berseru supaya barangsiapa tidak membawa
ternak  kurban  untuk  disembelih,  jangan  terus   mengenakan
pakaian  ihram.  Ada beberapa orang yang masih ragu-ragu. Atas
sikap yang  masih  ragu-ragu  ini  Nabi  marah  sekali  seraya
katanya
 
"Apa yang kuperintahkan, lakukanlah."
 
Dalam keadaan masih gusar itu Nabi memasuki kubahnya, sehingga
Aisyah bertanya:
 
"Kenapa jadi marah?"
 
"Bagaimana  takkan  marah,  aku  memerintahkan  sesuatu  tidak
dijalankan."
 
Ketika  ada  salah  seorang  sahabat menemuinya ia masih dalam
keadaan marah.
 
"Rasulullah," katanya, "orang yang  membuat  tuan  jadi  marah
akan masuk neraka."
 
Ketika itu Rasul menjawab:
 
"Tidak  kau  ketahui,  bahwa  aku memerintahkan sesuatu kepada
mereka  tapi  mereka  masih  ragu-ragu?  Jika  aku  menghadapi
tugasku,  aku  takkan  pernah mundur! Aku tidak membawa ternak
kurban itu kemari sebelum  aku  membelinya.  Sesudah  itu  aku
melepaskan   ihram   seperti  mereka  juga,"  demikian  Muslim
melaporkan.
 
Setelah kaum  Muslimin  mengetahui,  bahwa  Rasulullah  sampai
marah, ribuan mereka segera melepaskan pakaian ihramnya dengan
perasaan menyesal sekali.  Juga  isteri-isteri  Nabi,  Fatimah
puterinya  seperti yang lain juga melepaskan pakaian ihramnya.
Yang masih mengenakan ihram hanya mereka yang  membawa  ternak
kurban.
 
Sementara  kaum  Muslimin  sedang menunaikan ibadah haji, Ali
pun kembali dari ekspedisinya ke Yaman.  Ia  sudah  mengenakan
pula  pakaian  ihram  sebagai  persiapan  pergi  haji  setelah
diketahuinya bahwa Rasulullah memimpin jamaah berhaji.  Ketika
ia menemui Fatimah dan dilihatnya sudah melepaskan kain ihram,
hal  itu  ditanyakannya.  Fatimah   menerangkan   bahwa   Nabi
menmerintahkan mereka supaya melepaskan ihram itu waktu umrah.
Ia pun segera pergi  menemui  Nabi,  hendak  melaporkan  hasil
perjalanannya ke Yaman. Selesai laporan itu Nabi berkata:
 
"Pergilah bertawaf di Ka'bah kemudian lepaskan ihrammu seperti
teman-temanmu yang lain."
 
"Rasulullah"' kata Ali, "saya sudah mengucapkah ihlal  seperti
yang tuan ucapkan."4
 
"Kembalilah    dan    lepaskan   ihrammu   seperti   dilakukan
teman-temanmu yang lain," kata Nabi lagi.
 
"Rasulullah," demikian Ali berkata,  "ketika  saya  mengenakan
ihram,  saya  sudah  berkata  begini: Allahumma Ya Allah, saya
berihlal seperti  yang  dilakukan  oleh  NabiMu,  HambaMu  dan
RasulMu Muhammad."
 
Nabi   bertanya,  kalau-kalau  dia  sudah  mempunyai  binatang
kurban. Setelah oleh Ali dijawab  tidak,  Muhammad  membagikan
binatang kurban yang dibawanya itu kepada Ali. Dengan demikian
Ali tetap mengenakan ihram dan melakukan  manasik  haji  akbar
sampai selesai.
 
Pada  hari  kedelapan  Zulhijjah,  yaitu Hari Tarwia, Muhammad
pergi ke Mina. Selama sehari itu  sambil  melakukan  kewajiban
salat  ia  tinggal  dalam  kemahnya itu. Begitu juga malamnya,
sampai pada waktu fajar menyingsing pada  hari  haji.  Selesai
salat  subuh,  dengan  menunggang  untanya  al-Qashwa' tatkala
matahari mulai tersembul ia menuju  arah  ke  gunung  'Arafat.
Arus-manusia  dari  belakang  mengikutinya.  Bilamana ia sudah
mendaki  gunung  itu  dengan  dikelilingi  oleh  ribuan   kaum
Muslimin  yang  mengikuti perjalanannya - ada yang mengucapkan
talbiah, ada yang bertakbir,  sambil  ia  mendengarkan  mereka
itu, dan membiarkan mereka masing-masing.
 
Di  Namira,  sebuah  desa  sebelah  timur  'Arafat, telah pula
dipasang sebuah kemah  buat  Nabi,  atas  permintaannya.  Bila
matahari  sudah tergelincir, dimintanya untanya al-Qashwa, dan
ia berangkat lagi sampai di perut wadi di bilangan 'Urana.  Di
tempat  itulah  manusia  dipanggilnya, sambil ia masih di atas
unta, dengan  suara  lantang;  tapi  sungguhpun  begitu  masih
diulang  oleh  Rabi'a b. Umayya b. Khalaf. Setelah mengucapkan
syukur dan puji kepada Allah dengan berhenti pada setiap  anak
kalimat  ia  berkata,  "Wahai manusia sekalian!5 perhatikanlah
kata-kataku ini! Aku tidak  tahu,  kalau-kalau  sesudah  tahun
ini,  dalam  keadaan  seperti ini, tidak lagi aku akan bertemu
dengan kamu sekalian.
 
"Saudara-saudara!5 Bahwasanya darah kamu dan harta-benda  kamu
sekalian adalah suci buat kamu, seperti hari ini dan bulan ini
yang suci sampai  datang  masanya  kamu  sekalian  menghadap
Tuhan.  Dan  pasti  kamu  akan menghadap Tuhan; pada waktu itu
kamu dimintai pertanggung-jawaban atas segala perbuatanmu. Ya,
aku sudah menyampaikan ini!
 
"Barangsiapa  telah  diserahi  amanat,  tunaikanlah amanat itu
kepada yang berhak menerimanya.
 
"Bahwa semua riba sudah  tidak  berlaku.  Tetapi  kamu  berhak
Menerima kembali  modalmu.  Janganlah  kamu  berbuat  aniaya
terhadap orang lain, dan jangan  pula  kamu  teraniaya.  Allah
telah  menentukan  bahwa  tidak  boleh lagi ada riba dan bahwa
riba 'Abbas b. 'Abd'l-Muttalib semua sudah tidak berlaku.
 
"Bahwa semua tuntutan darah selama masa jahiliah tidak berlaku
lagi,  dan  bahwa tuntutan darah pertama yang kuhapuskan ialah
darah Ibn Rabi'a bin'l Harith b. 'Abd'l-Muttalib!
 
"Kemudian daripada itu saudara-saudara.5 Hari ini nafsu  setan
yang   minta   disembah   di   negeri  ini  sudah  putus  buat
selama-lamanya. Tetapi, kalau  kamu  turutkan  dia  walau  pun
dalam  hal  yang  kamu  anggap kecil, yang berarti merendahkan
segala amal perbuatanmu,  niscaya  akan  senanglah  dia.  Oleh
karena itu peliharalah agamamu ini baik-baik.
 
"Saudara-saudara.5  Menunda-nunda  berlakunya  larangan  bulan
suci berarti memperbesar  kekufuran.  Dengan  itu  orang-orang
kafir  itu  tersesat.  Pada satu tahun mereka langgar dan pada
tahun lain mereka sucikan,  untuk  disesuaikan  dengan  jumlah
yang  sudah  disucikan Tuhan. Kemudian mereka menghalalkan apa
yang sudah diharamkan Allah dan mengharamkan mana  yang  sudah
dihalalkan.
 
"Zaman  itu  berputar  sejak Allah menciptakan langit dan bumi
ini. Jumlah bilangan bulan menurut Tuhan ada  duabelas  bulan,
empat   bulan  di  antaranya  ialah  bulan  suci,  tiga  bulan
berturut-turut dan bulan Rajab itu antara  bulan  Jumadilakhir
dan Sya'ban.
 
"Kemudian  daripada  itu,  saudara-saudara.5  Sebagaimana kamu
mempunyai hak atas isteri kamu, juga isterimu  sama  mempunyai
hak   atas  kamu.  Hak  kamu-atas  mereka  ialah  untuk  tidak
mengijinkan orang yang tidak kamu sukai menginjakkan  kaki  ke
atas  lantaimu,  dan jangan sampai mereka secara jelas membawa
perbuatan keji. Kalau sampai mereka melakukan semua itu  Tuhan
mengijinkan kamu berpisah tempat tidur dengan mereka dan boleh
memukul  mereka  dengan  suatu  pukulan  yang   tidak   sampai
mengganggu.  Bila  mereka sudah tidak lagi melakukan itu, maka
kewajiban kamulah memberi nafkah  dan  pakaian  kepada  mereka
dengan  sopan-santun.  Berlaku  baiklah  terhadap isteri kamu,
mereka itu kawan-kawan yang membantumu, mereka tidak  memiliki
sesuatu  untuk  diri  mereka.  Kamu  mengambil  mereka sebagai
amanat Tuhan,  dan  kehormatan  mereka  dihalalkan  buat  kamu
dengan nama Tuhan.
 
"Perhatikanlah  kata-kataku  ini,  saudara-saudara5  Aku sudah
menyampaikan ini. Ada masalah yang  sudah  jelas  kutinggalkan
ditangan  kamu, yang jika kamu pegang teguh, kamu takkan sesat
selama-lamanya - Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.
 
"Wahai  Manusia  sekalian!5  Dengarkan  kata-kataku  ini   dan
perhatikan!  Kamu  akan  mengerti,  bahwa setiap Muslim adalah
saudara  buat  Muslim  yang  lain,  dan  kaum  Muslimin  semua
bersaudara.   Tetapi  seseorang  tidak  dibenarkan  (mengambil
sesuatu) dari saudaranya,  kecuali  jika  dengan  senang  hati
diberikan kepadanya. Janganlah kamu menganiaya diri sendiri.
 
"Ya Allah! Sudahkah kusampaikan?"
 
Sementara  Nabi  mengucapkan  itu Rabi'a mengulanginya kalimat
demi  kalimat,  sambil  meminta  kepada   orang   banyak   itu
menjaganya  dengan  penuh  kesadaran. Nabi juga menugaskan dia
supaya menanyai mereka  misalnya:  Rasulullah  bertanya  "hari
apakah  ini?  Mereka  menjawab: Hari Haji Akbar! Nabi bertanya
lagi: "Katakan kepada mereka, bahwa darah dan harta kamu  oleh
Tuhan  disucikan,  seperti  hari  ini yang suci, sampai datang
masanya kamu sekalian bertemu Tuhan."
 
Setelah sampai pada penutup kata-katanya itu ia berkata lagi:
 
"Ya Allah! Sudahkah kusampaikan?!"
 
Maka serentak dari segenap penjuru orang menjawab: "Ya!"
 
Lalu katanya:
 
"Ya Allah, saksikanlah ini!"
 
Selesai Nabi mengucapkan pidato ia  turun  dari  al-Qashwa'  -
untanya  itu.  Ia  masih  di tempat itu juga sampai pada waktu
sembahyang lohor dan asar. Kemudian  menaiki  kembali  untanya
menuju  Shakharat.  Pada  waktu  itulah  Nahi  a.s. membacakan
firman Tuhan ini kepada mereka:
 
"Hari inilah Kusempurnakan agamamu  ini  untuk  kamu  sekalian
dengan Kucukupkan NikmatKu kepada kamu, dan yang Kusukai Islam
inilah menjadi agama kamu." (Qur'an, 5: 3)
 
Abu Bakr ketika mendengarkan ayat itu ia menangis, ia  merasa,
bahwa  risalah Nabi sudah selesai dan sudah dekat pula saatnya
Nabi hendak menghadap Tuhan.
 
Setelah  meninggalkan  Arafat  malam  itu  Nabi  bermalam   di
Muzdalifa.  Pagi-pagi  ia bangun dan turun ke Masy'ar'l-Haram.
Kemudian  ia  pergi  ke  Mina  dan  dalam  perjalanan  itu  ia
melemparkan  batu-batu  kerikil. Bila sudah sampai di kemah ia
menyembelih 63 ekor unta, setiap seekor unta untuk satu  tahun
umurnya,  dan  yang  selebihnya  dari jumlah seratus ekor unta
kurban  yang  dibawa  Nabi  sewaktu  keluar  dari  Medinah   -
disembelih   oleh  Ali.  Kemudian  Nabi  mencukur  rambut  dan
menyelesaikan ibadah hajinya.
 
Dengan selesainya ibadah haji ini, ada orang yang menamakannya
'Ibadah  haji  perpisahan'  yang lain menyebutkan 'ibadah haji
penyampaian' ada lagi yang mengatakan  'ibadah  haji  Islam.'6
Nama-nama   itu  memang  benar  semua.  Disebut  'ibadah  haji
perpisahan' karena ini yang penghabisan kali Muhammad  melihat
Mekah  dan  Ka'bah.  Dengan  'ibadah haji Islam,' karena Tuhan
telah  menyempurnakan  agama  ini  kepada  umat  manusia   dan
mencukupkan  pula nikmatNya. 'Ibadah haji penyampaian' berarti
Nabi telah menyampaikan kepada umat  manusia  apa  yang  telah
diperintahkan  Tuhan  kepadanya.  Tiada  lain  Muhammad  hanya
memberi  peringatan  dan   pembawa   berita   gembira   kepada
orang-orang beriman.
 
Catatan kaki:
 
 1 Qur'an, 9: 29.
   
 2 Akil'l-Murar nama suatu kabilah dan sebutan ini
   menandakan keturunan amir-amir yang sangat dibanggakan
   (A).
   
 3 Lihat catatan bawah halaman 580 (A).
   
 4 Aslinya 'Innani ahlaltu kama ahlalta,' harfiah, Aku
   sudah ber-ihlal seperti tuan ber-ihlal: Dalam
   terminologi agama 'Ihlal, meninggikan suara dengan
   talbiah' (N). 'Ahalla, ihlal berarti meninggikan suara
   dengan talbiah di waktu haji atau umrah secara
   berulangulang' (LA) yang biasa dilakukan di miqat atau
   muhall, yaitu tempat yang telah ditentukan untuk
   memulai niat haji (A).
   
 5 Aslinya Ayyuhan-nas, harfiah: "Wahai manusia!" (A).
   
 6 Yakni 'Hijjat'l-Wada', 'hijjat'l-balagh' dan
   'hijjat'l-Islam , (A).
 
---------------------------------------------
S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 
Penerbit PUSTAKA JAYA
Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
Cetakan Kelima, 1980
 
Seri PUSTAKA ISLAM No.1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AL HAKIM, MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH

Oleh: Siti Farida Sinta Riyana (11510080); Nur Aufa Handayani (11510081); Ahmad Ali Masrukan (11519985); Mayura (11510096); dan Muryono ( 11511038) A.       Al Ahkam 1.         Pengertian Al-Ahkam (hukum), menurut bahasa artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu. Sedang menurut istilah ialah ‘Khithab (titah) Allah Swt. atau sabda Nabi Muhammad Saw. yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf , baik itu mengandung perintah, larangan, pilihan, atau ketetapan.

HUKUM SYAR’I (ا لحكم الشر عي)

OLEH: Ulis Sa’adah (11510046); Langga Cintia Dessi (11510089); dan Eka Jumiati (11510092) A.       HAKIKAT HUKUM SYAR’I Menurut para ahli ushul fiqh (Ushuliyun), yang dikatakan hukum syar’i ialah khitab (sabda) pencipta syari’at yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang mengandung suatu tuntutan, atau pilihan atau yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KHILAFIYAH

Disusun Oleh : Abdul Majid (111-11-074); Irsyadul Ibad (111-11-094);  dan Dwi Silvia Anggraini   (111-11-095) PENDAHULUAN Perbedaan selalu ada dalam kehidupan karena hal ini merupakan sunah Rasul yang berlaku sepanjang masa. Perbedaan juga terjadi dalam segi penafsiran dan pemahaman hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui hukum tidaklah sekaku dalam hal penerapannya pada masa awal islam, pada masa itu Nabi Muhammad sebagai tolak ukur  dan akhir dari setiap permasalahan yang ada pada masa itu. Akan tetapi perbedaan itu semakin jelas terlihat ketika era para sahabat dan para tabi’in yang ditandai dengan adanya berbagai aliran atau madzhab yang bercorak kedaerahan dengan tokoh dan kecenderungan masing-masing.