Menulis Karya Ilmiah itu Mudah dan Menyenangkan[1]
Oleh: Sukron Ma’mun[2]
Karya ilmiah merupakan sebuah karya akademik yang ditulis oleh seorang
ilmuwan yang memiliki kompetensi pada bidangnya. Karya ilmiah merupakan buah
pikir seseorang atau refleksi akademik yang dipublikasikan untuk khalayak.
Karya ilmiah bisa berbentuk refleksi pemikiran, gagasan, ide, hasil-hasil
penelitian ataupun temuan-temuan lapangan yang dilakukan oleh ilmuwan. Karya
ilmiah tentu saja merupakan hasil pemikiran yang dituangkan dalam bentuk kerja
akademik yang menenuhi standar ilmiah.
Bentuk karya ilmiah pada umumnya berupa tulisan dalam bentuk buku,
laporan penelitian, tulisan dalam jurnal, dan lain sebagainya. Tulisan-tulisan
yang sudah dipublikasikan dalam bentuk buku merupakan karya ilmiah sejauh
tulisan tersebut ditulis menurut standar ilmiah. Demikian juga dengan laporan
hasil-hasil penelitian yang belum terpublikasikan ke khalayak juga merupakan
karya ilmiah. Sementara karya ilmiah dalam bentuk jurnal biasanya merupakan
karya ilmiah yang ringkas.
Bahasan yang akan saya sampaikan dalam tulisan ini adalah karya ilmiah
dalam bentuk jurnal. Sebuah karya ilmiah ringkas, yang boleh jadi ia merupakan
refleksi pemikiran, gagasan atau ide dari penulis atau bahkan hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh penulis. Fokus yang perlu dibicarakan di sini adalah
bagaimana memulai menulis karya ilmiah, apa saja yang perlu diperhatikan, dan
bagaimana karya ilmiah dipublikasikan? Sebelum memulai pokok bahasa utama dalam
tulisan ini, ingin saya awali dengan sebuah refleksi keprihatinan ilmiah.
Keprihatinan Ilmiah
Tahun 2012 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) mengeluarkan kebijakan yang cukup
mengejutkan dunia akademik perguruan tinggi. Surat edaran nomor 152/E/T/2012
tentang syarat kelulusan menulis karya ilmiah pada jurnal bagi program sarjana,
magister, dan doktoral. Surat edaran tersebut menyatakan kewajiban mempublikasi
karya pada jurnal ilmiah sebagai syarat kelulusan sarjana, jurnal nasional
terakreditasi bagi mahasiswa program magister, dan jurnal internasional bagi
program doktoral.
Keluarnya kebijakan
tersebut disinyalir atas keprihatinan kemendikbud atas prestasi ilmiah dunia
akademik perguruan tinggi di Indonesia. Ribuan perguruan tinggi dari
universitas, institut, sekolah tinggi, dan akademi yang ada sejauh ini tidak
mampu memberikan kontribusi yang memadahi dalam publikasi karya ilmiah atau
riset. Kenyataannya ratusan ribu lulusan perguruan tinggi tersebut, sangat minim
sekali publikasi ilmiah yang didapatkan.
Data yang dilansir oleh
Pusat Dokumentasi Ilmiah Indonesia-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(PDII-LIPI) hingga Mei 2011 tidak kurang 7000 jurnal ilmiah terdaftar, namun
hanya 4000 yang aktif terbit. Dari sekian ribu jurnal hanya 406 jurnal ilmiah
yang terakreditasi, dan 250 jurnal PT yang terakreditasi (Kompas, 11/2). Sementara yang terakreditasi oleh Ditjen Pendidikan
Tinggi hanya sejumlah 121 buah jurnal.
Jumlah tersebut tentu,
bagi Kemendikbud sangat memprihatinkan, mengingat negara-negara lain memiliki
jumlah yang lebih tinggi. Data yang dirilis oleh Scomagojr, Journal and Country
Rank tahun 2011 menunjukkan fakta dalam hal ini. Indonesia menempati posisi
ke-64 dari 236 negara yang diranking. Selama kurun waktu 1996-2010 Indonesia
memiliki jurnal ilmiah 13.037 buah jurnal, jauh tertinggal dengan Malaysia dan
Thailand. Malaysia memiliki 55.211 buah jurnal dan Thailand memiliki 58.931
buah jurnal.
Demikian juga dengan publikasi yang terindek dalam Scopus, sebuah lembaga
pengutipan akademik dunia, posisi Indonesia jauh tertinggal dari Malaysia dan
Thailand, serta hanya unggul sedikit dari Filipinan. Lihat tabel berikut:
Sumber: SCIMAGO Journal Ranking
(http://www.scimagojr.com)
Jumlah publikasi ilmiah yang didata oleh Scopus, juga menunjukan
perguruan tinggi-perguruan tinggi di Indonesia jauh tertinggal dengan universitas
di negera-negara lain. Data Scopus hingga tahun 2009 menunjukkan National
University of Singapore (Singapura) menduduki posisi tertinggi dengan jumlah
publikasi mencapai 49227, Universiti Putrajaya Malaysia (Malaysia) jumlah 9061,
Chulalongkom University (Thailand) dengan jumlah publikasi 3731, University of
the Philippines Diliman (Filipina) dengan jumlah 1570, Universitas Indonesia
(Indonesia) dengan jumlah 1124, Vietnam National University (Vietnam) dengan
jumlah 518, dan Institut Pertanian Bogor (Indonesia) dengan jumlah 512. Lantas
dimana posisi kampus kita?
Mengingat kondisi ini wajar Kemendikbud terlecut untuk mengejarnya,
dengan keluarnya kebijakan wajib publikasi ilmiah bagi mahasiswa pada semua
tingkatan, yang hendak lulus. Lantas bagiamana dengan nasib kebijakan itu
hingga hari ini? sepertinya sudah terlupakan. Mungkin hanya perguruan tinggi
yang memiliki perhatian khusus dan tradisi akademik bagus yang melaksanakan.
Bagaimana dimulai?
Mungkin sebaikanya kita tidak perlu berpanjang dalam keprihatinan nasib
kita dalam dunia akademik. Hal yang perlu dilakukan adalah memulai menulis
karya ilmiah tersebut. Pertanyaannya adalah bagaimana karya ilmiah dimulai? Sebagaimana
disinggung di atas, bahwa karya ilmiah dapat berupa ide, gagasan, atau hasil
penelitian. Maka untuk memulai penulisan sebuah karya ilmiah sebaiknya anda
tentukan dulu jenis karya ilmiah apa yang akan anda tulis? Hanya saja lazimnya
dalam dunia akademik, terutama yang berkembang di barat sebuah karya ilmiah
merupakan hasil penelitian yang dilakukan secara matang.
Jika kita memulai menulis karya ilmiah yang didasarkan pada hasil
penelitian maka kita harus mengikuti aturan-aturan akademis yang ada. Tentu
saja penelitian harus dilakukan terlebih dahulu dan kemudian hasilnya
dituangkan dalam bentuk laporan tertulis. Proposal sebagai pemandu penelitian
yang dilakukan juga harus dibuat terlebih dahulu. Dalam hal ini, anda perlu
mengikuti seluruh prosedur dalam proses pelaksanaan penelitian dan terakhir
perlu anda buat laporan tertulisnya.
Lantas, bagaimana dengan karya ilmiah yang merupakan refleksi pemikiran,
ide atau gagasan? Pertama yang perlu dilakukan akan merefleksikan apa tulisan
tersebut? Misalnya kondisi pendidikan di Indonesia atau fenomena perbankan
Syariah yang akhir-akhir ini terus meningkat. Maka yang perlu anda lakukan
adalah menggali data sebanyak mungkin yang akan mendukung opini yang akan
ditulis. Maka mutlak bagi penulis untuk melakukan pencarian data dari berbagai
sumber. Manfaatkan berita dari Koran, bulletin, majalah, jurnal, internet,
berita di televisi, dan lain-lain.
Dimana letak perbedaan karya ilmiah yang didasarkan pada hasil
penelitian dengan refleksi pemikiran? Karya ilmiah yang didasarkan pada hasil
penelitian difokuskan pada satu titik persoalan tertentu dimana data digali
langsung dan dianalisa langsung oleh peneliti. Sementara karya ilmiah yang
berupa refleksi pemikiran data bisa didapatkan dari orang lainnya atau sumber
lain. Karya ilmiah hasil refleksi biasanya juga menfokuskan pada
persoalan-persoalan yang bersifat general atau fenomena umum untuk ditimbang
atau dianalisa menurut pemikiran penulis.
Baik karya ilmiah dari hasil penelitian atau refleksi diri haruslah
berupa opini yang didukung oleh bukti, fakta atau data yang akurat, serta
dilakukan analisa yang cermat. Sehingga apa yang disajikan ke hadapan khalayak
bukan sebuah ide kosong yang tidak berdasar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan
Jika seorang penulis sudah memulai menulis karya ilmiah, apa saja yang
hendak diperhatikan dalam penulisan atau selama proses menulis? Ada dua hal
penting yang perlu diperhatikan, yakni pertama, konten tulisan terkait dengan
pendahuluan, konten analisa, penutupan atau kesimpulan, pengkutipan, dan daftar
pustaka. Kedua, hal-hal yang bersifat
kebahasaan dan logika berfikir dari tulisan.
Mari kita bahasa pada pokok bahasa yang pertama. Pertama, pendahuluan dalam sebuah tulisan. Pendahuluan merupakan bagian
pengantar dari sebuah tulisan. Lazimnya sebuah pendahuluan berisi mengenai hal-hal
yang mampu membawa pembaca untuk tertarik mengikuti tulisan yang akan disajikan
di bagian dalam. Hal ini dilakukan dengan mengungkapkan “cuplikan”
bagian-bagian penting dari isi tulisan. Bisa juga dilakukan dengan membuat alur
kontradiktif, antara sesuatu yang semestinya terjadi dan sesuatu yang telah
menjadi fakta dari sebuah fenomena yang diangkat, tentu yang terkiat dengan
tulisan tersebut. Dalam konteks ini penulis cukup memaparkan fakta yang dilihat
atau ditemui terkait dengan topic yang dibicarakan dengan konteks yang terjadi
dalam teori-teori yang telah ditulis oleh para ilmuwan.
Hal yang perlu ditulis dalam pendahuluan adalah bagian apa saja yang
menjadi ketertarikan penulis, serta mengapa penulis tertarik untuk mengkajinya.
Jika perlu sampaikan juga bagaimana kajian tersebut dibahas dan sistematikannya
seperti apa yang akan disampaikan dalam bahasan tersebut.
Kedua, konten bahasan atau kajian utama yang dibahasa oleh penulis. Di
sinilah penulis mengeksplorasi data atau temuan terkait dengan pokok bahasan.
Tidak lupa penulis juga harus menyampaikan hasil analisa yang telah ia lakukan.
Dalam teori penulisan karya ilmiah, tidak ada batasan jumlah mengenai berapa
sub pokok bahasan yang harus disampaikan oleh penulis. Batasannya adalah
hal-hal yang menjadi pokok bahasan dari sebuah kajian tersebut harus “tuntas” disampaikan
pada bagian isi tulisan. Jangan sampai menyisakan bahasan yang belum dibahas
atau tidak dibahas, sementara bagaian tersebut merupakan bagian utama dari
sebuah kajian yang sedang dibahas. Jika ini dilakukan, sama artinya kita tidak
menyampaikan apapun, atau tidak bedanya hanya sebuah pendahuluan. Oleh karena
itu bagian pendahuluan menjadi pijakan yang sangat penting bagi penulis untuk memandu
penulis dalam eksplorasi data dan analisa pada bagian isi.
Ketiga, bagian penutup. Bagian ini merupakan bagian akhir dalam sebuah
tulisan. Bagian penutup bisa berisi simpulan dari sebuah pokok bahasa. Hal yang
perlu diperhatikan, bagian ini bukan ringkasan dari isi dari kajian, tetapi narasi
sederhana yang berisi statement penting yang merangkum isi pokok bahasan.
Sederhanannya apa jawaban dari kegelisahan penulis, yang disampaikan pada
bagian awal dari tulisan tersebut.
Keempat, pengutipan dan daftar pustaka. Penulis bebas menggunakan model kutipan
untuk sebuha tulisan. Model kutipan, bisa footnote (catatan kaki), bottom
note (catatan perut), ataupun end note
(catatan akhir). Penting diperhatikan dalam hal ini penulis harus konsisten
dalam model kutipan ataupun penulsan daftar pustkana. Misalnya menggunakan foot
note, maka seluruh kutipan harus memakai foot note, jangan sampai berbeda-beda.
Seperti di awal foot note di bagian tengan end note. Perhatikan contoh penggunaan
kutipan berikut ini.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah penggunaan
bahasa yang baik dan benar sesuai dengan aturan bahasa Indonesia atau ejaan
yang disempurnakan (EYD). Penggunaan bahasa yang baik dan benar tidak lepas
dari kebiasaan seseorang membaca karya yang ditulis dengan baik dan benar, juga
tidak terlepas dari ketrampilan ia dalam menulis.
Kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan oleh
penulis, tidak memperhatikan apakah kalimat yang sudah disusun sudah memenuhi
kaidah kebahasaan atau tidak. Sebuah paragraf tidak ditulis secara terencana,
seperti tidak terdapat main idea (ide pokok) dan juga ide pendukung. Koherensi
atau hubungan antar kalimat dan antar paragraph juga sering dilupakan. Sehingga
sebuah karya menjadi tidak menarik untuk dibaca, karena penggunaan bahasa yang
tidak tepat, baik dan benar.
Penggunaan bahasa yang tidak baik dan benar kadang
kala juga diikuti oleh penggunaan logika dan alur pemikiran dalam karya yang
rancu. Sebuah karya ilmiah yang baik adalah karya ilmiah yang disajikan dalam
bahasa yang enak untuk dibaca, serta logika berfikir tepat. Secara sederhana,
logika berfikir yang baik dalam karya ilmiah adalah dari bagian awal tulisan,
bagian pokok, dan akhir tulisan harus runut. Semuanya memiliki keterikatan
informasi, kalimat, paragraph, dan antar bagian (sub pokok bahasan).
Bagaimana Mempublikasikannya?
Setelah selesai menulis sebuah karya ilmiah ada satu
tahapan yang seharusnya dilakukan oleh seorang penulis, sebelum ia
mempublikasikannya, yakni melalukan review atau peninjauan ulang. Review
tersebut dapat dilakukan sendiri dan akan lebih baik jika orang lain yang
membacanya, tentu saja yang diminta adalah orang yang memiliki kualifikasi pada
topik yang ditulis. Usahakan minta periview yang ahli bahasa, karena akan
meningkatkan kualitas tulisan yang ditulis.
Setelah dibaca ulang oleh penulis sendiri atau orang
lain, mungkin akan ada perbaikan atau revisi pada beberapa bagian. Jika
terdapat perbaikan maka lakukan perbaikan secukupnya sebelum dipublikasikan. Pastikan
karya ilmiah yang ditulis telah layak terbit. Tetapi yang perlu diingat, bahwa
masih ada pihak penerbit yang boleh jadi menyatakan tulisan belum layak terbit.
Lantar bagiamana kreteria sebuah tulisan agar
diterima? Pertama, karya ilmiah yang
dibutuhkan oleh pihak penerbit, baik jurnal ataupun apapun. Biasanya tema yang
diangkat sesuai dengan tema yang diharapkan oleh penerbit. Kedua, selian itu, karya tersebut berisi infromasi yang sangat
penting untuk diketahui oleh khalayak. Ketiga,
karya tersebut telah memenuhi standar yang dtetapkan oleh pihak penerbit.
Maka bagi penulis, harus memperhatikan ke penerbit
atau pengelola jurnal apa tulisannya akan diberikan? Kualifikasi tulisan
seperti apa yang akan diterima oleh pihak pengelola atau penerbit. Jangan mengirimkan
karya ilmiah yang kita tulis ke pihak pengelola atau penerbit yang tidak
mencari topik yang sedang kita tulis. Perhatikan pedoman penulisan, topik yang
diminta oleh pihak penerbit atau pengelola.
Penutup
Menulis karya ilmiah pada hakikatnya tidaklah sulit,
hanya perlu kesabaran ketekutan, dan keuletan kita untuk menulis. Berbagai
aturan menulis akan mudah terimplementasikan jika terbiasa menulis. Hanya saja
bagi pemula mengawali menulis yang terkadang menjadi hambatan, bagiamana harus
mengawali kata, kalimat atau paragraph. Bahkan persoalan ini tidak jarang
dialami oleh penulis-penulis besar.
Jangan khawatir, karena menulis pada hakikatnya
memerlukan waktu yang kita sediakan. Tidak perlu waktu khusus, hanya meluangkan
waktu yang ada dalam berbagai aktivitas kita. Bahkan tidak jarang banyak
penulis yang terlanjur asyik menulis lupa akan banyak hal. Menurut mereka
menulis itu asyik dan menyenangkan.
Terlepas dari hal itu, menulis merupakan aktivitas
menghidupkan segalanya dalam bagian tubuh kita, melihat, mencermati,
menganalisa, dan memainkan jari dalam key board komputer kita. Menulis pada
hakikatnya juga bukan aktivitas menulis belaka, karena untuk menulis kita juga
butuh membaca, mencermati fenomena, dan menganalisa segala sesuatu yang
diperlukan. Jika tulisan sudah terpublikasikan, maka ia juga akan dilihat,
dibaca, dicermati, dianalisa, atau bahkan dikutip orang lain. Maka disinilah
sebenarnya kekuatan menulis, ia bukan aktivitas stagnan, tetapi juga aktivitas
berantai yang tidak ada matinya.
Sekedar mengingatkan, apakah penulis-penulis besar
seperti Imam Syafi’i, Imam Ghazali, Soekarno, Hatta, Gus Dur, dan lain-lain
pergi begitu saja? Mereka tetap hidup sampai kapanpun, sejauh ide, gagasan, dan
pemikirannya yang tertuang dalam tulisan tetap dibaca orang. Bahkan ide-ide itu
terus berkembang, bak mereka tidak pernah pergi meninggalkan dunia. Ide-ide
mereka masih ada di rak buku perpustakaan di mana-mana, dibicarakan, dikutip
dan didiskusikan oleh banyak orang. Maka menulis seperti mengabadikan diri
dalam khazahan sejarah kehidupan manusia. Maka benar kata Imam Ghazali, “jika engkau bukan anak raja, bukan anak
pedagang kaya, maka jadilah penulis”. Selamat berkarya!
[1] Disampaikan
pada kegiatan Pelatihan Karya Tulis Ilmiah yang diselenggarakan oleh Kelompok
Studi Ekonomi Islam (KSEI) STAIN Salatiga, Rabu 14 Mei 2014 di Aula Kampus II.
[2] Ketua
Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam, STAIN Salatiga. Penulis lepas,
pernah menulis opini-opini lepas di Kompas, Suara Merdeka, Jawa Pos, Kedaulatan
Rakyat, Media Indonesia, Surya,dll. Dapat dikunjungi melalui http://massukron.blogspot.com/
Komentar
Posting Komentar