Langsung ke konten utama

KEMUNDURAN DAULAH BANI ABBASIYYAH



Disusun oleh   :
Lia Wardah Nadhifah (21113029); Isnaeni Sa’diyah (21113032); Susanto (21113031); Ayis Rakasiwi (21113035; dan Novita Purnitasari (21113033)

A.      PENDAHULUAN
Pemerintah Ababasiyyah adalah keturunan daripada al Abbas, paman Rasulullah SAW. Pendiri kerajaan al Abbas ialah Abdullah as Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al Abbas. Pendiriannya dianggap suatu kemenangan ide yang dianjurkan oleh kalangan Bani Hasyim setelah wafatnya Rasulullah SAW, agar jabatan khalifah diserahkan kepada keluarga Rasul dan kerabatnya.

Telah tercatat dalam sejarah bahwa Islam telah berjaya dan mengalami kemajuan dalam segala bidang selama beratus-ratus tahun, namun disisi lain umat islam juga pernah mengalami kemunduran dan keterbelakangan.Dinasti Bani Abbasiyah, sebagai dinasti kedua dalam sejarah pemerintahan umat Islam setelah dinasti Bani Umayyah, dalam sejarah perjalanannya mengalami fase-fase yang sama dengan dinasti Umayyah, yakni fase kelahiran, perkembangan, kejayaan, kemudian memasuki masa-masa sulit dan akhirnya mundur dan jatuh.
Kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah yang menjadi awal kemunduran dunia Islam terjadi dengan proses kausalitas sebagaimana yang dialami oleh dinasti sebelumnya. Konflik internal, ketidak mampuan khalifah dalam mengkonsolidasi wilayah kekuasaannya, budaya hedonis yang melanda keluarga istana dan sebagainya, disamping itu juga terdapat ancaman dari luar seperti serbuan tentara salib ke wilayah-wilayah Islam dan serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan. Dalam makalah ini penulis akan membahas sebab-sebab kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah serta dinamikanya.
Tak ada gading yang tak retak.Mungkin pepatah inilah yang tepat untuk dijadikan cermin atas kejayaan yang digapai bani Abbasiah.Meskipun Daulah Abbasiyah begitu bercahaya dalam mendulang kesuksesan dalam hampir segala bidang, namun akhirnya iapun mulai menurun dan akhirnya runtuh.

B.       Cikal Bakal Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Cikal bakal kemunduran Dinasti Abbasiyah ini sebenamya telah terlihat sejak periode pertama Banyak tantangan dan gangguan yang dihadapi dinasti ini. Beberapa gerakan politik yang merongrong pemerintah dan mengganggu stabilitas negara muncul dimana-mana, baik gerakan dari kalangan intern Bani Abbas sendiri (seperti pemberontakan Abdullah bin Ali dan Saleh bin Ali)  maupun dari luar (seperti gerakan kelompok Rawandiyah) yang terjadi pada masa khalifah Abu Ja'far al-Mansyur.  Namun, semuanya dapat diatasi dengan baik sehingga dengan keberhasilan mengatasi gejolak ini semakin memantapkan posisi dan kedudukan khalifah sebagai pemimpin yang tangguh.
Dengan keberhasilan menumpas semua bentuk pemberontakan pada periode pertama masa kekhalifahan dinasti ini diakhirnya mencapai masa kemajuannya bahkan kejayaan.Akan tetapi pada periode berikutnya pemerintahan dinasti ini mulai menurun terutama dibidang politik.Stabilitas tidak lagi terjaga, khalifah hanya sebagai simbolik dan boneka, serta semakin sempitnya wilavah kekuasaan dinasti ini merupakan wujud nyata kemunduran dinasti ini.Akan tetapi kemunduran dinasti Abbasiyah ini hanya terjadi pada bidang politik dan ekonomi saja, adapun bidang peradaban terus mengalami kemajuan.Dan anehnya, masa keemasan bidang peradaban ini terjadi justru tatkala dinasti Abbasiyah ini mulai menurun. 
Berikut penulis kemukakan dua peristiwa kemunduran dinasti Abbasiyah, yakni peristiwa al-Amin dan al-Makmun dan khilafah al-Mutawakkil.
1.    Al-Amin dan al-Makmum.
Khalifah Harun al-Rasyid telah mewasiatkan tahta kekhalifahan kepada ketika orang puteranya dengan membagikan pula perbatasan kerajaan dikalangan mereka yaitu putra tertuanya al-Amin menguasai daerah Iraq, putra keduanya al-Makmun diserahkan wilayah Khurasan dan al-Qasyim putra ketiga diserahkan wilayah al-Jariyah (Semenajung Arab).  Setelah kematian Harun, al-Amin berusaha mengkhianati hak adik-adiknya dan menunjuk anak laki-lakinya Musa sebagai penggantinya kelak.Akibatnya pecahlah perang sipil.  Al-Amin didukung, oleh militer Abbasiyah di baghdad, sementara al-Makmun harus berjuang untuk memerdekakan Khurasan dalam rangka untuk mendapatkan dukungan dari pasukan perang Khurasan. Al-Makmun berhasil mengalahkan saudara tuanya dan dan mengklaim khilafah pada tahun 813 M.  Sejak peristiwa ini teriadi persaingan antara golongan Arab dan Persia. Golongan Arab mendukung al-Amin, sedangkan golongan persia mendukung al-Makmun. 
2.    Khilafah Al-Mutawakkil sebagai Awal Kemunduran Dinasti Abbasiyah.
Khalifah al-Watsiq meninggal tanpa sempat mengatur penggantian tahta.Karena itu sejumlah orang yang paling berpenganruh di istana bertemu untuk memutuskan siapa yang harus menggantikan. Wazir dan beberapa orang lain ingin menunjuk putra al-Watsiq, tetapi dia masih agak muda, dan mereka akhirnya bersedia menerima saudara laki-laki al-Watsiq yaitu Ja'far yang berusia 27 tahun dan kemudian bertahta dengan nama al-Mutawakkil.  Akan tetapi, khalifah al-Mutawakkil adalah seorang khalifah yang lemah.  Tindakan pertama yang ditempuhnya adalah memecat dan menghukum pihak-pihak yang tidak mendukung pencalonan dirinya. Perwira-perwira Turki  yang menetang pencalonan dirinya tidak hanya diberhentikan dari jabatannya, melainkan juga dihukum bunuh. Aliran rasionalisme dilarang dan ia membebaskan Ahmad bin Hambal dari penjara. Al-Mutawakkil juga tidak toleran terhadap kelompok syiah.Sehingga sikap sembrononya ini menimbulkan berbagai aksi protes dan pemberontakan seperti pemberontakan yang terjadi di Armenia dan Hims. Meski seluruh kekacauan dalam negeri ini dapat ditaklukkan dengan tangan besinya, akan tetapi pada masa pemerintahannyalah menandai awal kemunduran dinasti Abbasiyah ini. Sepeninggalnya dinasti ini mengalami masa kemunduran secara drastis.Tahta khilafah selanjutnya dijabat oleh para penguasa yang tidak cakap, sehingga kondisi politik yang semakin kritis tidak dapat diselesaikannya, bahkan keberadaan para khalifah bagaikan penguasa boneka yang relatif kecil pengaruhnya. Pasca kepemimpinan alMutawakkil inilah orang Turki mulai menguasai pemerintahan.
Kedua peristiwa diatas merupakan cikal bakal munculnya persaingan diantara golongan-golongan yang ada dibawah pemerintahan dinasti Abbasiyah.Persaingan ini pula yang menyebabkan berpindahnya kekuasaan dari tangan Bani Abbasiyah kepada golongan yang memiliki kekuatan, seperti Persia dan Turki.Persaingan ini pula yang kelak menjadi salah satu faktor terjadinya disintegrasi.  Dalam dinasti Abbasiyah dan berimbas pada kemunduran dinasti ini.

C.      Faktor Penyebab Mundurnya Daulah Bani Abbasiyyah
1.         Faktor Intern
a.               Kemewahan hidup di kalangan penguasa
Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai Daulah Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Setiap khalifah cenderung  ingin lebih mewah daripada pendahulunya. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara profesional Turki untuk mengambil alih kendali pemerintahan.
b.               Melebihkan Bangsa Asing dari Bangsa Arab
Keluarga Abbasiyah memberikan pangkat dan jabatan negara yang penting-penting dan tinggi-tinggi, baik sipil ataupun militer kepada bangsa Persia.Mereka itu sebagian besar diangkat menjadi wazir, panglima tentara, wali provinsi, hakim-hakim dan lain sebagainya.Oleh karena itu, umat Arab benci dan amarah kepada khalifah-khalifah serta menjauhkan diri dari padanya. Kebengisan keluarga Abbasiyah menindas dan menganiaya  keluarga Bani Umayah dan perbuatan mereka memusuhi kaum Alawiyin, kian menambah amarah dan sakit hati mereka.
c.                Angkara murka terhadap Bani Umayah dan Alawiyin
Keluarga Abbasiyah melakukan siasatnya dengan menindas dan menganiaya Bani Umayah dan memusuhi kaum Alawiyin yang mengakibatkan kerugian bagi dirinya sendiri. Mereka lupa bahwa berdirinya daulah mereka adalah hasil kerja sama dengan keluarga Alawiyin yang tiada sedikit jasanya kepada mereka dalam menjauhkan kekuasaan Bani Umayah. Akibat dari permusuhan kedua keluarga besar itu, yaitu Abbasiyah dan Alawiyin timbullah huru-hara dan pemberontakan hampir diseluruh negeri-negeri Islam.
d.               Perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyah
Banyak sejarawan yang menyatakan bahwa perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyah ialah ketika terjadinya perang saudara antara al-Amin dan al-Makmun. Tetapi kalau kita cermati lebih dalam bahwa perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyah adalah ketika masa khalifah Musa al-Hadi yaitu ketika Musa al-Hadi ingin membatalkan putra mahkota yang diberikan khlaifah al-Mahdi kepada Harun ar-Rasyid dan membai’ahkan putranya sendiri yang bernama Jafar.Walaupun hal ini tidak kesampaian dilaksanakan oleh Musa al-Hadi karena dia telah diburu ajalnya.
e.                Pengaruh bid’ah-bid’ah agama dan filsafat
Beberapa orang khalifah Abbasiyah seperti Al-Makmun, Al-Muktasim dan Al-Wasiq amat terpengaruh oleh bid’ah-bid’ah agama dan pembahasan-pembahasan filsafat.Hal ini menimbulkan bermacam-macam madzhab dan merenggangkan persatuan umat Islam sehingga mereka terpecah belah kepada beberapa partai golongan dan ini menjauhkan hati kaum agamawan.
f.                Konflik keagamaan
Timbulnya konflik keagamaan ini dimulai ketika terjadinya konflik antara Khalifah Ali ibn Thalib dan Muawiyah yang berakhir lahirnya tiga kelompok umat yaitu pengikut Muawiyah, Syi’ah dan Khawarij, ketiga kelompok ini senantiasa berebut pengaruh.Yang senantiasa berpengaruh baik pada masa Daulah Umayah atau Abbasiyah.Ketika kekhalifahan Abbasiyah muncul juga kaum zindik yang lahir pada masa Khalifah al-Mahdi, kaum ini menghalalkan yang haram dan mencederakan adab kesopanan dan budi kemanusiaan.Oleh karena itu al-Mahdi berusaha menindas golongan ini, sehingga untuk itu dia mendirikan suatu jawatan istimewa dikepalai oleh seorang yang pangkatnya bernama “Shahibu az-Zanadiqah”. Tugasnya adalah membasmi kaum itu serta mengikis faham dan pengajarannya,  hal ini dilanjutkan oleh anaknya yaitu Khalifah Musa al-Hadi.
g.               Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyyah
Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyyah sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan.Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
h.               Ketergantungan dan kepercayaan khalifah kepada  wazir-nya sangat tinggi.
Dalam hal ini kita bisa melihat beberapa khalifah yang terlalu mempercayakan kepercayaannya terhadap wazirnya.Seperti yang dilakukan oleh Khalifah al-Amin yang menyerahkan sekalian urusan daulahnya kepada wazirnya Fadhal ibn Rabi. Dia terkenal pandai memfitnahi dan memburukkan orang lain. Dia pula yang menghasut Harun ar-Rasyid untuk menggulingkan keluarga Barmak dan dia juga yang memutusan tali silaturrahim antara adik dan kakak, yaitu antara al-Amin dan al-Makmun yang mengakibatkan meletusnya perang dua saudara dengan tewasnya al-Amin dan naiknya al-Makmun kesinggasana Khalifah.
2.         Faktor Ekstern
a.                  Banyaknya pemberontakan
Banyaknya daerah yang tidak diikuasai oleh khalifah dengan memberikan atau memilih gubernur  dari orang yang telah berjasa kepada khalifah sebagai hadiah dan penghormatan untuknya.Ditambah dengan kebijakan yang lebih menekankan pada pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam. Akibatnya provonsi-provinsi yang diberikan khalifah kepada gubernur-gubernur  banyak yang ingin melepaskan diri dari genggaman khalifah Abbasiyah. Adapun cara provinsi-provinsi tersebut melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad adalah: Pertama, seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti Daulah Umayah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko. Kedua, seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah, kedudukannya semakin bertambah kuat, kemudian melepaskan diri, seperti Daulah Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyah di Kurasan.
b.                  Bencana Bangsa Turki
Amat besar bahaya umat Turki atas Daulah Abbasiyah.Beberapa khalifah menjadi korban mereka.Tiang tua dan segala persediaan rusak binasa olehnya.Kekacauan timbul dimana-mana, sedang khalifah sendiri menjadi permainan dalam tangan panglima-panglima Turki.Perselisihan antara tentara dan rakyat sering terjadi.Permusuhan diantara panglima-panglima Turki itu sendiri kian menambah buruk dan keruh suasana daulah Abbasiyah.
Kelemahan pemerintah pusat di Baghdad itu menjadi peluang bagi kepala-kepala pemerintahan wilayah untuk melakukan siasatnya.Mereka berusaha memutuskan perhubungan dengan khalifah lalu mendirikan kerajaan sendiri-sendiri dalam daerah mereka.Dengan demikian terurailah buhul tali persatuan Daulah Abbasiyah dan berdirilah kerajaan kecil-kecil dalam pekarangan daulah itu senndiri.
c.                   Dominasi Bangsa Persia
Pada awal pemerintahan Bani Abbasiyah, keturunan Parsi bekerjasama dalam mengelola pemerintahan dan Daulah Abbasiyah mengalami kemajuan yang cukup pesat dalam berbagai bidang.Pada periode kedua, saat kekhalifahan Bani Abbasiyah sedang mengadakan pergantian khalifah, yaitu dari khalifah Muttaqi kepada khlaifah Muth’ie.Banu Buyah berhasil merebut kekuasaan.Mulanya mereka berkhidmat kepada pembesar-pembesar dari pada khalifah, sehingga banyak dari mereka yang menjadi panglima tentara, diantaranya menjadi panglima besar.Setelah mereka memiliki kedudukan yang kuat, para khalifah Abbasiyah berada di bawah telunjuk mereka dan seluruh pemerintahan berada di tangan mereka. Khalifah Abbasiyah hanya tinggal namanya saja, hanya disebut dalam doa-doa di atas mimbar, bertanda tangan di dalam peraturan dan pengumuman resmi dan nama mereka ditulis atas mata uang, dinar dan dirham.

D.      Penutup
Kemunduran dinasti Abbasiyah dimulai dari peristiwa al-Amin dan al-Makmun dan khilafah al-Mutawakkil.
Faktor penyebab mindurnya daulah Bani Abbasiyyah ada 2 yaitu, faktor intern dan ekstern. Faktor internnya adalah kemewahan hidup di kalangan penguasa, melebikan bangsa Asing daripada Bangsa Arab, angkara murka terhadap Bani Umayah dan Alawiyin, perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyyah, pengaruh bid’ah-bid’ah agama dan filsafat, konflik keagamaan, luasnya wilayah kekuasaan daulah Bani Abbasiyyah, ketergantungan dan kepercayaan kepada wazir-nya sangat tinggi. Adapun faktor Eksternnya adalah banyaknya pemberontakan, bencana Bangsa Turki, dan dominasi Bangsa Persia.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung. 2003. Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: Lesfi
Syalabi. 2008. Sejarah dan Kebudayaan Islam 3. Jakarta: Pustaka Al Husna Baru.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

AL HAKIM, MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH

Oleh: Siti Farida Sinta Riyana (11510080); Nur Aufa Handayani (11510081); Ahmad Ali Masrukan (11519985); Mayura (11510096); dan Muryono ( 11511038) A.       Al Ahkam 1.         Pengertian Al-Ahkam (hukum), menurut bahasa artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu. Sedang menurut istilah ialah ‘Khithab (titah) Allah Swt. atau sabda Nabi Muhammad Saw. yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf , baik itu mengandung perintah, larangan, pilihan, atau ketetapan.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KHILAFIYAH

Disusun Oleh : Abdul Majid (111-11-074); Irsyadul Ibad (111-11-094);  dan Dwi Silvia Anggraini   (111-11-095) PENDAHULUAN Perbedaan selalu ada dalam kehidupan karena hal ini merupakan sunah Rasul yang berlaku sepanjang masa. Perbedaan juga terjadi dalam segi penafsiran dan pemahaman hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui hukum tidaklah sekaku dalam hal penerapannya pada masa awal islam, pada masa itu Nabi Muhammad sebagai tolak ukur  dan akhir dari setiap permasalahan yang ada pada masa itu. Akan tetapi perbedaan itu semakin jelas terlihat ketika era para sahabat dan para tabi’in yang ditandai dengan adanya berbagai aliran atau madzhab yang bercorak kedaerahan dengan tokoh dan kecenderungan masing-masing.

HUKUM SYAR’I (ا لحكم الشر عي)

OLEH: Ulis Sa’adah (11510046); Langga Cintia Dessi (11510089); dan Eka Jumiati (11510092) A.       HAKIKAT HUKUM SYAR’I Menurut para ahli ushul fiqh (Ushuliyun), yang dikatakan hukum syar’i ialah khitab (sabda) pencipta syari’at yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang mengandung suatu tuntutan, atau pilihan atau yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.