persoalan bayi tabung mennjadi menarik untuk diperlajari dalam sudut pandang hukum Islam, mengingat saat proses bayi tabung banyak digunakan. Bagiamana persoalan dibahas, ikuti materi berikut ini. Materi ini saya ambil dari hasil Bahstul Masail NU Surabaya dan bisa didapatkan pula pada http://pesantren.web.id/ppssnh.malang/cgi-bin/content.cgi/masail/wilayah/nganjuk_1981/01.html
Pertanyaan
Bagaimana
hukumnya mengerjakan proses bayi tabung. Bayi tabung ialah bayi yang dihasilkan
bukan dari persetubuhan, tetapi dengan cara mengambil mani atau sperma
laki-laki dan sel telur wanita, lalu dimasukan kedalam suatu alat dalam waktu
beberapa hari lamanya. Setelah hal tersebut dianggap mampu menjadi janin, maka
dimasukkan kedalam rahim ibu.
Jawaban
Hukumnya
tafsil sbb:
- Apabila sperma yang di tabung dan yang dimasukan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan sperma suami istri, maka hukumnya haram.
- Dan apabila sperma/mani yang ditabung tersebut sperma suami istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtarom, maka hukumnya juga haram.
- Bila sperma yang ditabung itu sperma/mani suami istri dan cara mengeluarkannya muhtarom, serta dimasukan ke dalam rahim istri sendiri maka hukumnya boleh.
Keterangan:
Mani
muhtarom adalah yang keluar atau dikeluarkan dengan cara yang diperbolehkan
oleh syara'
Tentang anak
yang dihasilkan dari sperma, tersebut dapat ilhaq atau tidak kepada
pemilik mani terdapat perbedaan pendapat antara Imam Ibnu Hajar dan Imam Romli.
Menurut Imam
Ibnu Hajar tidak bisa ilhaq kepada pemilik mani secara mutlaq (baik muhtarom
atau tidak) sedang menurut Imam Romli anak tersebut dapat ilhaq kepada
pemilik mani dengan syarat keluarnya mani tersebut harus muhtarom.
Dasar Pengambilan Dalil
Al-jami'ul
Shoghir hadis no. 8030
مامن ذنب بعد
الشرك أعظم عند الله من نطفة وضعها رجل فى رحم لايحل له. رواه ابن الدنا عن الهشيم
بن مالك الطائ الجامع الصغير
Tidak ada
dosa yang lebih besar setelah syirik (menyekutukan Allah ) disisi Allah dari
pada maninya seorang laki-laki yang ditaruh pada rahim wanita yang tidak halal
baginya. (HR. Ibnu
Abid-dunya dari Hasyim bin Malik al-thoi)
Hikmatu
Tasyri'wal Safatuhu, II: 48
من كان يؤمن
بالله واليوم الأخر فلا يسقين ماءه زرع أخيه
Barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali menyiram air
(maninya ) pada lahan tanaman (rahim) orang lain.
Al-Qolyubi,
IV: 32
ولو أتت بولد
عُلِمِ أنه ليس منه مع إمْكَانِه مِنْهُ ( لَزِمَهُ نَفْيُهُ ) لِأَنَّ تَرْكَ
النَّفْيِ يَتَضَمَّنُ اسْتِلْحَاقَ مَنْ لَيْسَ مِنْهُ حَرَامٌ.
Apabila
seoarang perempuan datang dengan membawa anak, dan diketahui bahwa anak
tersebut bukan dari suaminya, dan dapat mungkin dari suaminya (namun secara
yakin tidak dari suaminya). Maka wajib meniadakan (menolak mengakui), karena
bila tidak dilaksanakan penolakan, dapat dimasukan nasab dari orang yang tidak
haram (suaminya).
Bujairimi
Iqna' IV: 36
( الحاصل )
المراد بالمنى المحترام حال خروجه فقط على ما اعتمده مر وان كان غير محترم حال
الدخول، كما اذا احتلم الزوج وأخذت الزوجة منيه فى فرجها ظانة أنه من منىّ اجنبى
فإن هذا محترم حال الخروج وغير محترم حال الدخول وتجب العدة به إذا طلقت الزوجة
قبل الوطء على المعتمد خلافا لإبن حجر لأنه يعتبر أن يكون محترما فى الحالين
كماقرره شيخنا.
(Kesimpulan)
yang dimaksud mani muhtarom (mulia) adalah pada waktu keluarnya saja, seperti
yang dikuatkan Imam Romli, meskipun tidak muhtarom pada waktu masuk. Contoh:
suami bermimpi keluar mani, dan istrinya mengambilnya (air mani tersebut) lalu
dimasukan ke farjinya dengan persangkaan, bahwa air mani tersebut milik
laki-laki lain (bukan suaminya) maka hal ini dinamakan mani muhtarom keluarnya,
tapi tidak muhtarom waktu masuknya kefarji, dan dia wajib punya iddah (masa
penantian) jika suaminya menceraikan sebelum disetubui. Menurut yang mu'tamad,
berbeda dengan pendatnya imam ibnu hajar yang mengatakan, kreterianya harus
muhtarom keduanya (waktu masuk dan keluar) seperti ketetapan dari Syaikhuna
(Rofi'i Nawawi).
Kifayatu
Al-akhyar, II: 113
لو إستمنى
الرجل منية بيد امرأته او امته جاز لأنها محل استمتاعها
Jika seorang
suami sengaja mengeluarkan air maninya dengan perantara tangan istrinya, atau
tangan perempuan amatnya, maka boleh, karena perempuan tersebut tempat istima'
(senang-senang) bagi seorang suami.
Tuhfa, VI:
431
Al-bajuri,
II: 172
Al-bughya:
238
NAMA : ELLY MERY IRAWATI
BalasHapusNIM : 223-13-001
HADIR PAK
NAMA: ANGGORO SIWI
BalasHapusNIM: 223-13-002
HADIR PAK
NAMA: SAFITRI
BalasHapusNIM:223-13-004
HADIR PAK
NAMA: ULFATU ROSYIDAH
BalasHapusNIM:223-13-011
HADIR PAK
NAMA:WIRANTIKA DIAH
BalasHapusNIM: 223-13-003
nama:inas septa
BalasHapusnim:223-13-009
hadir pak