Dari Salatiga dan Tiga Hari di Jakarta
Jumat
pagi (28/3/14) saya berangkat dari Salatiga pukul 04:00 menuju Bandara Adi
Soemarmo Solo dengan menumpang mobil kawan yang kebetulan akan ke Pacitan.
Perjalanan santai, jalanan tidak begitu ramai, karena masih pagi dan belum
banyak orang beraktivitas. Sembari berbicang-bincang mengena banyak hal,
terutama kampus dan sejarah di Indonesia. Maklum kawan saya ini alumni Sejarah
untuk sarjana dan masternya.
Jam
04:45 mobil sudah sampai di Boyolali, kami memumutuskan sholat di Masjid yang
terletak di pinggiran kota Boyolali dan kemudian perjalanan kami lanjutkan.
Pukul 05:30 kami sudah tiba di Bandara Adi Soemarmo Solo. Saya check in pada
pukul 06:00, untuk kemudian menunggu keberangkatan di ruang tunggu penumpang.
Saya
kaget ketika memasuki ruang tunggu disapa salah seorang calon penumpang. Begitu
saya menoleh, Pak Adang Kuswaya, kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian pada
Masyarakat (P3M) STAIN Salatiga duduk di ruang tersebut. Ternyata beliau dalam
hendak menuju Jakarta pula dengan agenda akan berkunjung ke beberapa instansi
pemerintah untuk keperluan dinas kampus. Syukurlah, kita bisa ngobrol banyak
hal dan tentu menjadi lebih menyenangkan perjalanan ini. Kami ngobrol banyak
hal hingga memasuki pesawat.
Pukul
07:00 pesawat berangkat menuju Jakarta, pilot mengabarkan bahwa cuaca baik dan
tidak terjadi gangguang selama perjalanan, sehingga dimungkinkan perjalanan
akan sesuai rencana, yakni datang di Jakarta tepat pukul 08:05. Benar saja
pesawat mendarat tepat sesuai jadwalnya.
Selanjutnya
perjalanan saya lanjutkan dengan menumpang bus DAMRI yang menuju Gambir.
Sembari saya kontak teman dari Jawa Timur, yang juga peserta program Muslim
Exchange Program ke Australia. Kita sepakat ketemu di Stasiun Gambir untuk
bersama-sama menuju Kedutaan Australia. Sepanjang menunggu kawan dari Jawa
Timur, saya kontak teman yang juga peserta program ini, dia berasal dar
Banjarmasin. Akhirnya kita sepakat berangkat bertiga (Tara dari Banjarmasin,
Zahrul dari Ponorogo, dan saya sendiri) dari Gambir menuju Keduataan Besar
Australia.
Awal Perkenalan Islam di Australia
Sampailah
kita bertiga di keduataan besar Australia di Jakarta pukul 13.10. Petugas
keamanan menerima kami bertiga dengan menanyakan identitas dan hendak bertemu
dengan siapa. Kemudian mempersilahkan masuk setelah ia menelpon orang yang kami
maksud. Tidak lupa petugas menscan seluruh barang bawaan kami, tentu untuk
keamanan keduataan. Kami masuk ruang tunggu sembari menunggu Mbak Anindita
Kusumawardhani menemui kami.
Seleng
beberapa saat Mbak Anin keluar menemui kami, dan akhirnya kami dipersilahkan
masuk ruang briefing yang telah disediakan. Ngobrol-ngobrol ringan terjadi,
sembari menunggu kegiatan dimulai. Lima menit menjelang dimulai, 13.25 dua
teman kami datang, Isma (Yogyakarta) dan Fina (Jepara).
Agenda
briefingpun dimulai, pihak dari keduataan Australia yang diwakili Kim Garrett (second
secretary, politic section) sudah siap. Kim menjelaskan mengenai Australia and
Islam in brief. Penjelasannya sungguh menarik dan menggugah kita yang hadir
ingin segera sampai di Australia. Sebagian teman mengaku sudah tidak sabar
ingin segera pergi ke Australia, termasuk juga saya. Selanjutnya Mbak Riri
Kharirah, alumni program ini juga, MEP 2011, berbagi pengalaman ketika
mengikuti program ini. Tentu saja apa yang disampaikan Mbak Riri juga menarik,
termasuk apa saja yang akan dilakukan di sana, ketemu dengan siapa saya, dan
apa yang harus kita lakukan.
Briefing
pun selesai pukul 15:30 dan dilanjutkan
sesi foto-foto bersama dengan staff keduataan. Semuanya berlangsung hangat
penuh keceriaan. Hingga akhirnya kami pamit untuk bertebaran ditempat nginap
dua hari ini.
Hari-Hari di Jakarta
Saya
sendiri langung mengontak saudara Jakarta, Saiful Anas atau kang Ipul saya
terbiasa memanggilnya, anak kedua dari bude saya di Banyuwangi. Diapun
menjemput saya di depan Plaza Festival. Kita ngobrol banyak sambil makan di warung
Padang. Saya makan hingga tambah satu piring nasi, maklum dari pagi hingga
pukul 4 sore belum terisi nasi. Saya harus menunggu hingga pukul 18.30, karena
Kang Ipul hendak memastikan apakah undangan dar TV One jadi atau tidak pada
acara Gestur mengenai kasus qishas TKI asal Semarang Satinah.
Nampaknya
TV One membatalkan undangan, karena pada acara sebelumnya direktur Migrant Care
sudah diundang. Akhirnya kami pulang ke kos-kosan di kawasan Rawamangun dengan
menumpang Transjakarta. Perjalanan tersebut mungkin tidak begitu jauh, namun
karena jam padat, dimana sebagian masyarakat
juga baru pulang kerja bus terus penuh. Kami harus menunda hingga bisa masuk
pada bus yang ketiga.
Di
tengah perjalanan hujan turun cukup deras, namun ternyata tidak semua wilayah
turun hujan karena ada beberapa tempat yang kami lewati tidak hujan. Setelah 1
jam lebih ada di bus, akhirnya sampai pula kami ke tempat tujuan di kawasan
Rawamangun. Kami keluar dari koridor Transjakarta dan kemudian naik Bajaj atau
Bemo, atau Oto orang India menyebutnya. Maklum kendaraan model ini memang
berasal dari India, di negara asalnya kendaraan ini sangat efektif dan paling
banyak dipilih oleh masyarakat sebagai angkutan umum. Ketika ada Hyderabad,
India tengah selama 3 bulan pada 2013 lalu, saya juga banyak menggunakan Oto
untuk bepergian. Tarif murah bisa dinego harganya.
Akhirnya
sampailah kita ke kos-kosan yang dituju. Rasa lelah yang mendera langsung membawaku
tidur. Pagi hari bangun untuk sholat dan mandi, setelah itu mencari sarapan.
Jakarta,
ya… ibukota dengan segala kehidupannya. Saya sungguh takjub dengan kehidupan
masyarakat Jakarta. Hampir tidak ada ruang terbuka untuk public, bangun rumah
berjejalan, dan tentu dengan jumlah penduduk yang sangat banyak. Selama tiga
hari di sini saya hanya berfikir, beginakah kehidupan Jakarta? Masyarakat datang
dari berbagai wilayah tentu dengan tujuan yang hampir sama, mencari kehidupan
dengan berbagai macam profesi, pekerja bangun, penjual makanan, penjual jasa,
pengawai pemerintah, pejabat negara hingga menjadi politisi.
Saya
menikmati dan mencoba memahami kehidupan disini, sembari melakukan refleksi
diri atas apa yang telah saya lakukan di Salatiga. Sayapun tidak ubahnya dengan
orang-orang Jakarta yang mereantau ke kota orang untuk tujuan mencari sesuap
nasi. Mungkin bagi saya, tentu saya lebih beruntung karena menjadi PNS dengan
status sebagai pengajar di perguruan tinggi. Mungkin pula tidak bagi sebagia teman
di Jakarta, bagi kawan-kawan saya yang ada di Jakarta dan telah memiliki banyak
hal dari saya, mungkin kehidupan saya tidak lebih dari kemampan yang tidak
menantang bagi mereka. Gaji pas-pasan, koneksi yang terbatas, mobilitas serta
produktivitas yang rendah. Tapi tak masalahlah penilaian itu, yang penting
eksis.. he he he.
Hari-hari
di Jakarta saya lewat begitu saja, dengan tiduran, makan, minum, sesekali
membaca, dan mengikuti isu-isu di Migrant Care khususnya kasus Satinah. Sesekali
menulis perjalanan menuju Australia, sebuah journey yang memang telah lama saya
nanti. Saya betul-betul menginginkan perjalanan
ke Australi dan ingin mengeksplorasi kehduapan sosial, agama, dan budaya
masyarakat Australia. Saya juga sangat ingin melanjutkan kuliah di negeri
Kanguru ini. Tentu juga dengan harapan semoga ini menjadi pintu awal untuk
memasuki dunia pendidikan tinggi di Australia. Semoga!!!
Dan
perjalanan ke Australia akan kita mulai hari Minggu Malam dengan pesawat Garuda
GA 716. Semoga selamat sampai tujuan, berkah dan manfaat… demikian doa istri
saya menjelang keberangkatan. Ikuti perjalanan saya selama di Australia pada
blog ini.
Komentar
Posting Komentar