Langsung ke konten utama

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH, BMT, BANK SYARIAH




Oleh: Siti Ayamil Kholiyah (11111087); Sofya Chairunnisa (11111089); dan Aditiyo Nur Cahya (11111134)

v Perkembangan sistem perbankan syariah
A.    Awal kelahiran sistem perbankan syariah
       Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah di landasi dengan kehadiran dua gerakan reanissance islam modern neoravivalis dan modernis. Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan adalah tiada lain sebagai kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-qur’an dan As-sunnah.

B.     Pembentukan bank-bank syariah
       Berdirinya IDB telah memotivasi banyak negara islam untuk mendirikan lembaga keuangan syariah. Untuk itu komite ahli IDB pun bekerja keras menyiapkan panduan tentang pendirian, peraturan, dan pengawasan bank syariah.
C.    Perkembangan bank-bank syariah di berbagai negara
1.      Pakistan
2.      Mesir
3.      Siprus
4.      Kuwait
5.      Bahrain
6.      Uni emirat arab
7.      Malaysia
8.      Iran
9.      Turki
v  Perkembangan bank syariah di indonesia
A.    Latar belakang bank syariah
       Berkembangnya bank-bank syariah di negara islam berpengaruh ke indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi islam mulai di lakukan. Beberapa uji coba pada skala yang relatif terbatas telah di wujudkan di antaranya adalah Baitut tamwil-salman Bandung.
B.     PT Bank muamalat Indonesia ( BMI )
       Bank muamalat indonesia lahir sebagai hasil kerja tim perbankan MUI, pada awal pendirian bank muamalat indonesia, keberadaan bank syariah ini belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industri perbankan nasional. Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah ini hanya dikategorikan “bank dengan sistem bagi hasil”.
v  Landasan filosofis BMT
                   Selain memiliki landasan syariah, BMT juga memiliki landasan filosofis. Karena BMT bukan bank syariah dan lebih berorientasi pada pemberdayaan, maka sudah barang tentu landasan filosofisnya berbeda dengan bank. Landasan ini juga berfungsi untuk membedakan BMT dari entitas bisnis yang lain baik yang syariah maupun yang konvensional, juga sekaligus membedakan antara Lembaga keuangan syariah bank bukan bank dengan bank syariah.
v  Pengertian
                   BMT merupakan kependekkan dari Bitul Mal wa Tamwil atau dapat juga di tulis dengan baitul maal wa baitul tanwil. Secara harfiah lughowi baitul maal berarti rumah dana dan baitul tamwil berarti rumah usaha. Baitul maal di kembangkan berdasarkan sejarah perkembangannya, yakni dari masa nabi sampai abad pertengahan perkembangan islam. Di mana baitul maal berfungsi untuk mengumpulkan sekaligus mentasyarufkan dana sosial. Sedangkan baitul tamwil merupakan lembaga bisnis yang bermotif laba.
                   Dari pengertian di atas dapatlah di tarik pengertian yang menyeluruh bahwa BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial. Peran sosial BMT akan terlihat pada definisi baitul maal, sedangkan peran bisnis BMT terlihat dari definisi baitul tamwil. Sebagai lembaga sosial, baitul maal memiliki kesamaan fungsi dan peran lembaga amil zakat ( LAZ ). Oleh karenanya baitul maal ini harus di dorong agar mampu berperan secara profesional menjadi LAZ yang mapan.
v  Tujuan
                   Di dirikannya BMT bertujuan meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
                   Pengertian tersebut di atas dapat di pahami bahwa BMT berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat. Anggota harus di berdayakan ( empowering ) supaya dapat mandiri. Dengan sendirinya tidak dapat di benarkan jika anggota dan masyarakat menjadi tergantung kepada BMT. Dengan menjadi anggota BMT, masyarkat dapat meningkatkan taraf hidup melalui peningkatan usahanya.
v  Sifat
                   BMT bersifat usaha bisnis, mandiri ditumbuhkan secara swadaya dan di kelola secara profesional. Aspek baitul maal, di kembangkan untuk kesejahteraan anggota terutama dengan penggalangan dana ZISWA (zakat, infaq, sedekah , waqaf, dll) seiring denagn penguatan kelembagaan BMT.
                   Sifat usaha BMT yang berorientasi pada bisnis (bisnis oriented) di maksudkan supaya pengelolaan BMT dapat di jalankan secara profesional sehingga mencapai tingkat efesiensi tertinggi. Dari sinilah BMT akan mampu memberikan bagi hasil yang kompetitif kepada para deposannya serta mampu meningkatakan kesejahteraan para pengelolanya sejajar dengan lembaga lain.
v  Asas dan landasan
                   BMT berdasarkan UUD 45 serta berlandaskan prinsip syariah islam, keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan/koperasi, kebersamaan, kemandirian dan profesionalisme.
                   Dengan demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang syah dan legal. Sebagai lembaga keuangan syariah , BMT harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariah. Keimanan menjadi landasan atau keyakinan untuk mau tumbuh dan berkembang. Keterpaduan mengisyaratkan adanya harapan untuk mencapai sukses di dunia dan akhirat serta keterpaduan antara sisi maal dan tanwil (sosial dan bisnis). Kekeluargaan dan kebersamaan berarti upaya untuk mencapai kesuksesan tersebut diraih secar  bersama. Kemandirian berarti BMT tidak dapat hidup hanya dengan bergantung pada uluran tangan pemerintah, tetapi harus berkembang dari meningkatnya partisipasi anggota dan masyarakat untuk itulah pola pengelolaanya harus profesional.
v  Prinsip utama BMT
1.      Keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT denagn mengimplementasikannya pada prinsip-prinsip syariah dan muamalah islam ke dalam kehidupan nyata.
2.      Keterpaduan, yakni nilai-nilai spiritual dan moral menggerakan etika bisnis yang dinamis, proaktif, progresif, dan berakhlaq mulia.
3.      Kekeluargaan, yakni mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi.
4.      Kebersamaan, yakni kesatuan pola pikir, sikap dan cita-cita antara semua elemen BMT.
5.      Kemandirian, yakni mandiri di atas semua golongan politik.
6.      Profesionalisme, yakni semnagat kerja yang tinggi (‘amalussolih/ahsanu amala), yakni di landasi dengan dasar keimanan.
7.      Istiqomah; konsisten, konsekuen, kontiunitas/berkelanjutan tanpa henti dan tanpa pernah putus asa.
v  Fungsi BMT
1.      Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan mengembangkan potensi serta kemampuan potensi ekonomi anggota muamalat (pokusma) dan daerah kerjanya.
2.      Meningkatkan kualitas SDM anggota dan menjadi pokusma menjadi lebih profesional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global.
3.      Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota.
4.      Menjadi perantara keuangan (financial internediary) antara agniya sebagai shohibul maal denagn duafa sebagai mudhorib terutama untuk dana-dana sosial seperti zakat, infaq, sedekah, wakaf, hibah.
5.      Menjadi perantara keuangan (financial intermediary), antara pemilik dana (shohibul maal) baik sebagai pemodal maupun dengan pengguna dana (mudhorib) untuk pengembangan usaha produktif.
v  Ciri-ciri utama BMT
1.      Berorientasi, bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling banyak untuk anggota dan masyarakat.
2.      Bukan lembaga sosial, tetapi bermanfaat untuk mengefektifkan pengumpulan dana pensyarufan dana zakat, infaq, dan sedekah bagi kesejahteraan orang banyak.
3.      Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat di sekitarnya.
4.      Milik bersama masyarakat bawah bersama dengan orang kaya disekitar BMT, bukan milik perseorangan atau orang dari luar masyarakat. Atas dasarnya ini BMT tidak dapat berbadan hukum perseroan.


DAFTAR PUSTAKA
Syafi’i antonio muhammad. 2001, bank syariah dari teori ke praktik, Jakarta, GEMA INSANI.
Ridwan muhammad. 2004, manajemen baitul maal wa tamwil (BMT),yogyakarta.UII press.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AL HAKIM, MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH

Oleh: Siti Farida Sinta Riyana (11510080); Nur Aufa Handayani (11510081); Ahmad Ali Masrukan (11519985); Mayura (11510096); dan Muryono ( 11511038) A.       Al Ahkam 1.         Pengertian Al-Ahkam (hukum), menurut bahasa artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu. Sedang menurut istilah ialah ‘Khithab (titah) Allah Swt. atau sabda Nabi Muhammad Saw. yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf , baik itu mengandung perintah, larangan, pilihan, atau ketetapan.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KHILAFIYAH

Disusun Oleh : Abdul Majid (111-11-074); Irsyadul Ibad (111-11-094);  dan Dwi Silvia Anggraini   (111-11-095) PENDAHULUAN Perbedaan selalu ada dalam kehidupan karena hal ini merupakan sunah Rasul yang berlaku sepanjang masa. Perbedaan juga terjadi dalam segi penafsiran dan pemahaman hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui hukum tidaklah sekaku dalam hal penerapannya pada masa awal islam, pada masa itu Nabi Muhammad sebagai tolak ukur  dan akhir dari setiap permasalahan yang ada pada masa itu. Akan tetapi perbedaan itu semakin jelas terlihat ketika era para sahabat dan para tabi’in yang ditandai dengan adanya berbagai aliran atau madzhab yang bercorak kedaerahan dengan tokoh dan kecenderungan masing-masing.

HUKUM SYAR’I (ا لحكم الشر عي)

OLEH: Ulis Sa’adah (11510046); Langga Cintia Dessi (11510089); dan Eka Jumiati (11510092) A.       HAKIKAT HUKUM SYAR’I Menurut para ahli ushul fiqh (Ushuliyun), yang dikatakan hukum syar’i ialah khitab (sabda) pencipta syari’at yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang mengandung suatu tuntutan, atau pilihan atau yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.