Oleh: Abdul
Majid (111-11-074); Syakroni (111-11-);
dan Ani Rochmani Galuh R (111-11-148)
Pengertian
Sharf
adalah jual beli uang dengan uang dari yang sejenis atau yang lainnya.
Maksudnya disini adalah emas dan perak yang sudah dicetak atau yang masih
batangan. Jika dijual dengan yang sejenis harus ada persamaan, tunai, dan
saling serah terima sebelum berpisah dan memeilih khiyar. Jika dijual dengan
yang lain jenis boleh ada kelebihan, harus tunai, saling serah terima sebelum
berpisah dan memilih khiyar. Uang adalah penentu segala sesuatu, seperti yang
diistilahkan oleh penulis kitab at-Tanbih sebab semua bejana, timah, perhiasan
bias terjadi riba sedangkan uang bukan termasuk barang pengukur nilai barang
dan dikecualikan uang kertas, jika uang itu laku maka tidak ada riba dan tidak
ada pengaruh harga oleh proses pembuatannya dalam hal ini walaupun ia membeli
dengan uang 1 dinar sebuah emas yang sudah dilepuhkan yang harganya beberapa
kali lipat harga dinar, maka perlu dilihat kesamaannya dan tidak perlu melihat
harganya.
Valuta
asing adalah mata uang luar negeri. Setiap Negara membutuhkan valuta asing
untuk alat bayar luar negeri yang disebut devisa, jika terjadi perdagangan
internasional, maka akan muncul penawaran dan permintaan devisa di bursa valuta
asing dan setia Negara memiliki wewenag penuh dalam menetapkan kurs uangnya
masing-masing (kurs adalah perbandingan nilai uangnya dengan uang asing).[1]
Syarat
Untuk syarat sahnya
jual beli mata uang adalah:
1. Taqabud
(saling menerima) ketika masih dalam satu majelis (tempat penukaran), sehingga
sifatnya langsung dan kontan,
2. Valuta
(sejenis atau tidak sejenis). Apabila sejenis harus ditukar dengan jumlah yang
sama, sedangkan yang tidak sejenis pertukaran dilakukan sesuai dengan nilai
tukar.
Adapun
landasan syariahnya:
1. Al-Qur’an
Q.S. an-Nisa: 29
يَآاَيُّهَاالَّذِيْنَ
امَنُوْالاَتَأْكُلُوْآامْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِاالْبَاطِلِاِلَّآاَنْتَكُوْنَ
تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مَّنْكُمْ وَلاَ تَقْتُلُوْآاَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَا
نَ بِكُمْ حِيْمًا.
Artinya:
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang
kepadamu”.
2. Hadis
“menjual emas dengan
emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam
dengan garam (apabila sejenis) maka harus sama dan tunai. Apabila tidak sama
maka jual belikanlah sekehendakmu secara tunai”. (HR. Muslim dan Ahmad).
Adapun sabda Rasulullah
saw.
“juallah oleh kamu
sekalian emas dan perak sekehendak hatimu jika langsung dan kontan”.
“emas ditukar dengan
mata uang adalah riba, kecuali kontan dengan kontan”.
Rukun
Syarat rukun jual beli
menurut hokum islam, antara lain yang terpenting adalah sebagai berikut:
a. Adanya
ijab dan Kabul, yakni penjual menyerahkan barangnya dan pembeli membayar tunai.
Ijab Kabul jual beli bias dilakukan dengan lisan, tulisan, atau dengan utusan,
b. Pelaku
akad disebut ba’i (penjual) adalah pihak yang memiliki valuta untuk dijual, dan
musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli valuta. Kedua
belah pihak mempunyai wewenang penuh melakukan tindakan-tindakan hukum (dewasa
dan sehat pikirannya),
c. Objek
transaksi jual beli syaratnya:
·
Suci barangnya bukan benda najis
·
Dapat dimanfaatkan
·
Dijual oleh pemiliknya sendiri atau
kuasanya atas izin pemiliknya
Jual beli barang yang
bukan miliknya, misal milik suami atau istri atau teman karibnya menurut mazhab
Maliki, Syafi’i, dan Hanbali adalah sah jual beli itu dengan syarat menunggu
izin dari suami atau istri atau teman karibnya tadi apabila diperbolehkan dan
sebaliknya, akad semacam ini disebut akad
fudhuli.
·
Dapat diserahterimakan barangnya secara
nyata
·
Dapat diketahui barangnya dengan jelas
Jual beli barang yang
tidak ada di tempa penjualan diperbolehkan dengan syarat penjual menerangkan
secara jelas cirri-ciri barang tersebut. Jika barang tersebut sesuai dengan
yang dijelaskan atau yang dikatakan penjual maka sah jual beli itu, tapi jika
tidak sesuai pembeli boleh khiyar.
·
Barangnya sudah berada di tangan
pemiliknya, jika barangnya diperoleh dengan imbalan.
Hal ini berdasarkan
hadis Nabi riwayat Ahmad, al-Baihaqi, dan Ibnu Hibban dari Hakim bin Hizam:
Yang artinya:
“jika engkau membeli
seseuatu, maka engkau jangan jual sehingga engkau menerimanya (menguasainya)”.
Jual beli barang yang
diperoleh tanpa imbalan, seperti barang warisan atau wasiat, maka jual beli itu
sah meskipun belum diterima oleh penjualnya.[2]
Hukum
Sharf ini diizinkan,
karena merupakan bagian dari jual beli, sedangkan jual beli itu diizinkan oleh
Kita Allah dan sunah. Jual beli mata uang ini ada beberapa hokum atau aturan,
diantaranya:
a. Boleh
menukarkan emas dengan emas, perak dengan perak, jika sama timbangannya, tidak
dilebihkan yang satu atas yang lainnya, dan dilakukan dalam satu majelis.
Sesuai sabda Nabi, yang
artinya:
“janganlah kalian
menjual emas dengan emas, kecuali sama dengan sama, janganlah kalian melebihkan
yang satu atas yang lainnya, dan jangan pula menjualnya yang tidak ada dengan
yang kontan”.
b. Boleh
dilebihkan jika berbeda jenisnya, seperti emas dengan perak, berlangsung dalam
satu majelis. Sesuai sabda Rasulullah saw yang srtinya:
“apabila benda-benda
itu berbeda, maka juallah sekehendak hatimu, apabila berlangsung kontan dengan
kontan”.
c. Apabila
kedua orang yang melakukan tukar menukar sudah berpisah sebelum masing-masing
menerimany, maka batallah jual beli tersebut. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul
yang artinya:
“kecuali dilakukan langsung dengan
langsung”.[3]
Kesimpulan
Jadi
sharf adalah jual beli mata uang dengan mata uang atau yang lainnya yang
sejenis secara tunai. Ada beberapa syarat sharf, diantaranya:
-
Ijab Kabul atau serah terima dalam satu
majelis,
-
Valuta yang sejenis.
Ada
pula rukun sharf, diantaranya:
-
Pelaku akad,
-
Objek akad,
-
Ijab dan Kabul.
Seperti
jual beli yang lainnya, sharf juga memiliki hukum atau aturan tertentu, yaitu:
-
Boleh menukarkan emas dengan emas, perak
dengan perak, jika sama timbangannya, tidak dilebihkan yang satu atas yang
lainnya, dan dilakukan dalam satu majelis.
-
Boleh dilebihkan jika berbeda jenisnya,
seperti emas dengan perak, berlangsung dalam satu majelis.
-
Apabila kedua orang yang melakukan tukar
menukar sudah berpisah sebelum masing-masing menerimany, maka batallah jual
beli tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya.
2011. Akad dan Produk Bank Syariah.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
M.
Azam, Abdul Aziz. 2010. Fiqh Muamalat
Sistem Transaksi dalam Islam. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
S,
Burhanuddin. 2008. Hukum Perbankan
Syariah di Indonesia. Yogyakarta: UII Press.
Jabir
al-Jazairi, Abu Bakr. 1996. Pedoman Hidup
Muslim. Jakarta: Literal AntarNusa. Penerj. Hasanuddin dan Miftahuddin,
Didin.
Zuhdi,
Masjfuk. 1997. Masail Fiqhiyah Kapita
Selekta Islam. Jakarta: PT TOKO GUNUNG AGUNG.
Komentar
Posting Komentar