Oleh: M. Taufikhurohman (111-11-062), Diantina Bashiroh (111-11-064),
Puji Hastutik (111-11-104)
A.
Pengertian MLM
Multi level marketing
adalah sebuah system pemasaran modern melalui jaringan distribusi yang dibangun
secara permaanen dengan memposisikan pelanggan perusahaan sekaligus sebagai
tenaga pemasaran.[1]
Secara Etimologi Multi Level Marketing (MLM) berasal
dari bahasa Inggris, Multi berarti banyak sedangkan Level berarti jenjang atau
tingkat. Adapun marketing berarti pemasaran. Jadi dari kata tersebut dapat
difahami bahwa MLM adalah pemasaran yang berjenjang banyak. Disebut sebagai
multi level karena merupakan suatu organisasi distributor yang melaksanakan
penjualan yang berjenjang banyak atau bertingkat-tingkat. MLM ini bisa juga
disebut sebagai network marketing. Disebut demikian karena anggota kelompok
tersebut semakin banyak sehingga membentuk sebuah jaringan kerja (network) yang
merupakan suatu sistem pemasaran dengan menggunakan jaringan kerja berupa
sekumpulan banyak orang yang kerjanya melakukan pemasaran.
System marketing MLM
yang lahir tahun 1913 merupakan kreasi dan inovasi marketing yang melibatkan
masyarakat konsumen dalam kegiatan usaha pemasaran, tujuannya adalah agar
masyarakat konsumen di samping dapat menikmati manfaat produk, sekaligus juga
dapat menikmati manfaat financial dalam bentuk insentif, hadiah-hadiah,
kesempatan haji dan umroh, perlindungan asuransi, dan bahkan kepemilikan saham
perusahaan.[2]
Dari pengertian
tersebut dapat dijabarkan bahwa MLM adalah suatu konsep penyaluran barang (
produk dan jasa tertentu) yang member kesempatan kepada para konsumenuntuk
turut terlibat sebagai penjual dan memperoleh keuntungan di dalam garis
kemitraannya.
Multilevel Marketing (Pemasaran Multi Level) yaitu
sistem pemasaran melalui jaringan distribusi yang dibagun secara berjenjang dan
mempromosikan pelanggan perusahaan sekaligus sebagai tenaga pemasaran. yang
biasanya dikenal dengan istilah up line (tingkat atas) dan down line (tingkat
bawah). Jadi MLM adalah konsep penyaluran barang (produk/jasa tertentu) yang
memberi kesempatan kepada para konsumen untuk turut terlibat secara aktif
sebagai penjual dan memperoleh
keuntungan didalam garis kemitraannya.
B.
Syarat Sahnya MLM
Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan sistem MLM tidak hanya
sekedar menjalankan penjualan produk barang, melainkan juga produk jasa, yaitu
jasa marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa
marketing fee, bonus sebagainya tergantung level, prestasi penjualan dan status
keanggotaan distributor. Jasa penjualan ini (makelar) dalam terminologi fiqh
disebut sebagai “Samsarah/simsar” . Maksudnya perantara perdagangan (orang yang
menjualkan barang atau mencarikan pembeli) untuk memudahkan jual beli.
Pekerjaan Samsarah/simsar yang berupa makelar, distributor atau agen dalam fiqh
termasuk akad ijarah yaitu transaksi memanfaatkan jasa orang dengan imbalan.
Pada dasarnya para ulama seperti Ibnu Abbas, Imam Bukhari, Ibnu Sirin, Atha dan
Ibrahim memandang boleh jasa ini. Namun untuk sahnya pekerjaan ini harus
memenuhi beberapa syarat diantaranya :
a.
Adanya
Perjanjian yang jelas antara kedua belah pihak.
b.
Objek
akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan.
c.
Objek
akad bukan hal-hal yang diharamkan dan maksiat.
Distributor dan
perusahaan harus jujur, ikhlas, transparan, tidak menipu dan tidak menjalankan
bisnis yang haram dan syubhat (tidak jelas halal/haramnya). Distributor dalam
hal ini berhak menerima imbalan setelah berhasil memenuhi akadnya. Sedangkan
pihak perusahaan yang menggunakan jasa marketing harus segera memberikan
imbalan para distributor dan tidak boleh menghanguskan atau menghilangkannya.
Pola ini sejalan dengan firman Allah QS. Al-A’raf : 85 dan al-Baqarah : 233.
4n<Î)ur útïôtB öNèd%s{r&
$Y7øyèä©
3 tA$s%
ÉQöqs)»t
(#rßç7ôã$#
©!$# $tB
Nà6s9
ô`ÏiB
>m»s9Î) ¼çnçöxî
( ôs% Nà6ø?uä!$y_
×poYÉit/
`ÏiB öNà6În/§
( (#qèù÷rr'sù
@øx6ø9$# c#uÏJø9$#ur wur (#qÝ¡yö7s?
}¨$¨Y9$# öNèduä!$uô©r& wur (#rßÅ¡øÿè?
Îû
ÇÚöF{$# y÷èt/ $ygÅs»n=ô¹Î) 4 öNà6Ï9ºs
×öyz öNä3©9 bÎ)
OçFZà2 úüÏZÏB÷sB
ÇÑÎÈ
Artinya : “Dan
(Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syu'aib. Ia
berkata: ‘Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu
selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka
sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia
barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu
jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman’". (Al A’raf:85)
*
ßNºt$Î!ºuqø9$#ur z`÷èÅÊöã £`èdy»s9÷rr&
Èû÷,s!öqym Èû÷ün=ÏB%x.
( ô`yJÏ9 y#ur&
br&
¨LÉêã sptã$|ʧ9$# 4 n?tãur
Ïqä9öqpRùQ$#
¼ã&s!
£`ßgè%øÍ £`åkèEuqó¡Ï.ur Å$rã÷èpRùQ$$Î/
4 w ß#¯=s3è? ë§øÿtR wÎ) $ygyèóãr
4 w §!$Òè? 8ot$Î!ºur
$ydÏ$s!uqÎ/
wur ×qä9öqtB
¼çm©9
¾ÍnÏ$s!uqÎ/
4 n?tãur
Ï^Í#uqø9$#
ã@÷VÏB y7Ï9ºs
3 ÷bÎ*sù #y#ur& »w$|ÁÏù
`tã
<Ú#ts? $uKåk÷]ÏiB 9ãr$t±s?ur
xsù yy$oYã_
$yJÍkön=tã
3 ÷bÎ)ur öN?ur&
br&
(#þqãèÅÊ÷tIó¡n@ ö/ä.y»s9÷rr&
xsù yy$uZã_
ö/ä3øn=tæ #sÎ)
NçFôJ¯=y
!$¨B Läêøs?#uä Å$rá÷èpRùQ$$Î/
3 (#qà)¨?$#ur
©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# $oÿÏ3
tbqè=uK÷ès?
×ÅÁt/
ÇËÌÌÈ
Artinya : “Para
ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang
ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan
karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban
demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan
keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”(Al Baqarah :233)
C.
Hukum
MLM
Persoalan bisnis MLM yang ditanyakan
mengenai hukum halal-haramnya bergantung sejauh mana dalam praktiknya setelah
dikaji dan dinilai apakah sesuai syariah atau tidak. Karena menurut catatan
APLI (Asosiasi penjual Langsung Indonesia), saat ini terdapat sekitar 200-an
perusahaan yang menggunakan sistem MLM dan masing-masing memiliki
karakteristik, spesifikasi, pola, system, dan model tersendiri sehingga untuk
menilai satu per satu perusahaan MLM sangat sulit sekali[3]
Pada dasarnya hokum MLM itu mubah
karena termasuk dalam kategori muamalat yang
hukumnya sah dan dibolehkan, jika kegiatan bisnis tersebut sesusai dengan
syariat islam.
Namun
beberapa pakar dan pengamat ada yang berpendapat bahwa praktek yang dilakukan
oleh perusahaan MLM hukumnya haram[4]
Semua bisnis
yang menggunakan sistem MLM dalam literatur fiqh termasuk dalam kategori
muamalah yang dibahas dalam bab Al-Buyu’ (Jual-Beli). Dalam kajian fiqh
kontemporer bisnis MLM ini dapat ditinjau dari dua aspek yaitu produk barang
atau jasa yang dijual dan cara atau sistem penjualannya (selling marketing).
Mengenai produk atau barang yang dijual apakah halal atau haram tergantung
kandungannya. Begitu pula dengan jasa yang dijual apakah mengandung unsur
kemaksiatan seperti praktik perzinaan, perjudian atau perdagangan anak dsb, dan
ini semua bisa kita rujuk pada serifikasi Halal dari LP-POM MUI.
Pada dasarnya
semua bentuk kegiatan bisnis menurut syariat Islam termasuk dalam kategori
muamalat yang hukumnya sah dan boleh dilakukan. Hal ini sesuai dengan kaidah :
الأصْلُ فِيْ العُقُوْدِ وَالمُعَامَلَاتِ
الصّحَّةُ حَتَّي يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلَى البُطْلَانِ وَالتَّحْرِيْمِ
“Pada dasarnya semua akad dan muamalat
hukumnya sah sehingga ada dalil yang membatalkan dan mengharamkannya.”
Kaidah tersebut
bersumber dari hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas dan
Aisyah ra. Bahwa Rasulullah bersabda:
اَنْتُمْ اَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
“Kamu sekalian lebih tau tentang urusan duniamu.”
Berdasarkan
hadist dan kaidah di atas terlihat bahwa Islam memberikan jalan dan kebebasan
bagi manusia untuk melakukan berbagai improvisasi dan inovasi melalui system, teknik,
dan mediasi dalam melakukan perdagangan. Islam juga memberikan batasan-batasan
atau rambu-rambu yang harus diperhatikan oleh setiap pelaku bisnis. Di antara
rambu-rambu tersebut adalah bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan tidak boleh
mengandung unsur dharar(merugikan), gharar(manipulasi), jahalah(ketidakjelasan),dan
zhulm(menganiaya pihak lain),serta maisir(judi), riba(bunga), ihtikar(penimbunan),
dan bathil. Sistem pemberian bonus harus adil tidak menzalimi dan tidak hanya
menguntungkan orang atau pihak yang berada di level atas saja. Multi Level
Marketing menggunakan strategi pemasaran secara bertingkat dilihat dari sistem
dan akadnya tidak ada yang bertentangan dengan prinsip-prinsip yang terdapat
dalam syariat Islam. Bahkan dalam bisnis MLM ini terkandung unsur yang positif, seperti unsur silaturrahmi, dakwah,
dan tarbiyah. Jasa marketing dapat
diklasifikasikan sebagai perantara antara produsen dan konsumen. Dalam istilah
fiqh hal ini disebut samsarah atau simsar.
السِّمْسَارُ هُوَ الذِيْ يَتَوَسَّطُ بَيْنَ البَائِعِ
وَالْمُشْتَرِيْ لِتَسْهِيْلِ عَمَلِيَةِ البَيْعِ
“Simsar adalah orang yang menjadi perantara antara penjual dan
pembeli untuk mempermudah pelaksanaan jual beli.”
Kegiatan
samsarah (perantara) dalam bentuk distributor, agen termasuk akad ijarah, yaitu
transaksi memanfaatkan tenaga dan jasa orang lain dengan imbalan atau ujrah.
Perusahaan MLM biasa memberi reward atau insentif kepada mereka yang
berprestasi. Penghargaan semacam ini dibolehkan dalam Islam, dan termasuk dalam
konteks ijarah. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi:
عنِ المُنْذِرِ بْنِ جَبِيْرٍ عَنْ اَبِيْهِ
قَالَ :قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ : مَنْ سَنَّ سُنَّةً
حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا كَانَ لَهُ اَجْرُهَا وَمِثْلُ اَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا
لاَ يُنْقَصُ مِنْ اُجُوْ رِهِمْ شَيْئٌ وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيْئَةً فَعُمِلَ
بِهَا كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ لاَ
يُنْقَصُ مِنْ اَوْزَارِهِمْ شَيْئًا
“Barang siapa melakukan suatu karya (tradisi) yang baik kemudian
diamalkan, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengerjakannya tanpa
dikurangi sedikitpun dari pahalanya itu. Dan barang siapa yang melakukan
tradisi yang buruk, kemudian tradisi itu diamalkan, maka baginya dosanya dan
dosa orang yang mengerjakannya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosanya itu.”
Dari sisi Syariah, pemberian insentif harus
memenuhi tiga syarat sebagai berikut:
1.
Adil.
Insentif (bonus)kepada seseorang (up line) tidak boleh mengurangi hak orang
lain yang ada dibawahnya, sehingga tidak ada yang dizalimi
2.
Terbuka,
Pemberian insentif juga harus diinformasikan kepada seluruh anggota, bahkan
mereka harus diajak musyawarah dalam menentukan insentif dan pembagiannya.
3.
Berorientasi
kepada al-falah(keuntungan dunia dan akherat
Karena bisnis
MLM merupakan bagian dari perdagangan oleh sebab itu bisnis ini juga harus
memenuhi syarat dan rukun sahnya sebuah perikatan. Sehingga kita tidak bisa
terburu-buru memvonis bahwa bisnis MLM itu halal atau haram, sebelum kita
teliti dan bedah dulu `isi perut`nya dengan pisau analisa syariah yang `tajam
dan terpercaya`.
Merujuk Fatwa MUI DKI Jakarta dan
Beberapa Pendapat tentang MLM ditegaskan bahwa MLM diperbolehkan
oleh Syariah, dengan mempertimbangngkan syarat-syarat di antaranya :
1. Halal
Barang
yang diperjualbelikan suci, bermanfaat/primer, transparan/tidak samar/penipuan.
Firman Allah SWT Al Baqarah 275 : “Allah telah menghalalkan jual beli dan
Mengharamkan Riba “
2. Haram Paket Barang
Sistem
Paket yang diterima member dapat bermakna pemaksaan karena pembeli / member
tidak dapat memilih produk sesuai dengan keinginannya. Dalam hal ini terdapat
unsur keterpaksaan.
Firman
Allah SWT, An Nisa : 29 “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dgn jalan yang
bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka di antara
kamu.”.
3.
Berpegang
Rukun Jual Beli dan Legal
Selain
ada penjual/perusahaan, pembeli/member, barang yang diperjualbelikan/produk,
penting terjadinya akad transaksi. Jika perusahaan memberikan keuntungan/bonus
maka harus jelas pembagiannya, mudah
dihitung (tidak mempersulit), dan dihitung berapa pun transaksi yang telah
dilakukan. Barang/produk yang diperjualbelikan bukan sekedar kamulfase.
Perusahaan terdaftar resmi/legal oleh pemerintah.
4. Makelar Mengambil Prosentase yang Bukan Menjadi Haknya
(Makelar di atas makelar)
Yang dimaksud makelar di atas makelar
adalah jika seorang makelar menarik atau mengambil prosentase keuntungan dari
makelar yang lain. Sebagai contoh, Amir adalah makelar dari Budi untuk
menjualkan sebuah rumah. Budi mengatakan, bahwa rumah tersebut dijual seharga
100 juta, dan Amir sebagai makelar akan memperoleh komisi sebesar 10% dari
penjualan. Kemudian, Amir bertemu dengan Amar sebagai makelar yang lain. Amir
berkata kepada Amar, "Jika kamu bisa menjualkan rumah Budi, maka kamu
mendapatkan prosentase 10%, dan saya mendapatkan komisi 5% dari kamu."
Komisi yang diambil Amir dari Amar sesungguhnya bukan komisi yang dibenarkan
dalam syariat. Sebab, Amir bukanlah pemilik rumah, dan juga bukan pembeli
rumah. Oleh karena itu, ia tidak boleh menetapkan ketetapan apapun, atau
membuat perjanjian apapun dengan makelar yang lain, yakni Amar.
Sesungguhnya, makelar hanya berhubungan dengan
pemilik barang (shahib al-mâl), atau pembeli barang. Ia tidak boleh berhubungan
dengan makelar yang lain dalam hal menarik keuntungan, dan komisi. Yang berhak
memberikan komisi adalah pemilik rumah atau pembeli. (yang beli rumah bukan
Amir dan Amar tapi orang lain). Pembeli melakukan jual beli
langsung ke perusahaan bukan melalui makelar
5. Dua Akad Dalam Satu Transaksi
HR
Tarmizi : ”Tidak dihalalkan hutang
dengan penjualan, dan tidak pula ada dua syarat dalam
satu jual beli“. Imam Asy Syaukani : “Jual Beli bersyarat adalah
dikaitkan jual beli dengan syarat untuk masa
depan“
Misal
: Seorang penjual berkata : aku jual kepadamu rumah dengan syarat kamu harus menjual
barangmu yang ini atau kamu harus meminjami aku barang ini atau itu “
6. Mark Up Harga yang Tidak Wajar
Haram
jika barang yang dijual belikan lebih tinggi dari harga yang wajar (barang
sejenis/semanfaat di pasaran) Biasanya terjadi pada perusahaan MLM yang tidak
memproduksi sendiri barang yang dijual belikan (dapat 3 keuntungan) QS Al Isra
26-27 : “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros……”
7. Haram Piramida
Pembatasan
downline di bawah member melanggar ketentuan kebebasan bertransaksi jual beli konsep
ini berindikasi bentuk Money game (orang menyetor dan tiap bulan dapat bonus)
alasan bahwa sebagai bentuk arisan berantai memperjelas keharamannya.
8. MLM adalah Kerja
MLM
adalah Kerja, namun dengan paradigma membangun asset. Member yang tidak kerja
maka dipastikan tidak mendapatkan bonus/keuntungan. Namun, bekerjanya member
peringkat awal berbeda dengan bekerjanya
member yang telah lama (kebebasan waktu)
9. Keadilan
Firman
Allah SWT, Al An’am 152 : “Sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.” Adil bukan
berarti sama rata sama rasa, adil adalah menempatkan sesuatu pada
kondisinya.Dalam hal ini yang menjadi penting adalah besaran kewajiban bagi
downline pada tingkatan berbeda untuk memenuhi pembelanjaan yang menjadi
kewajibannya sebagai bisnis owner.
10. Reward
Reward berupa mobil, pesawat, dan villa bukanlah barang/produk
MLM, namun penghargaan yang diberikan kepada distributor/member yang telah
bekeja keras mencapai prestasi peringkat tertentu. Pemberian Reward dapat dihitung dan berdasarkan besaran
yang wajar atas transaksi penjualan distributor/member.
D.
Rukun
MLM
1.
Al-‘aqidain
(subjek/ dua orang yang melakukan akad)
Yaitu
para pihak yang melakukan akad. Sebagai pelaku dari suatu tindakan hukum
(subjek hukum) tertentu dan sering kali diartikan sebagai pengemban hak
dan kewajiban. Subjek hukum terdiri dari
dua macam yaitu manusia dan badan hukum. Adapun syarat manusia yang menjadi
subjek hukum adalah berakal, tamyiz (dapat membedakan), dan mukhtar (bebas dari
paksaan/suka sama suka). Sedangkan badan hukum memiliki perbedaan dengan
manusia dalam hal:
a.
Hak-hak
badan hukum berbeda dengan hak-hak yang dimiliki manusia seperti hak
berkeluarga, hak pusaka dll.
b.
Badan
hukum tidak hilang dengan meninggalnya pengurus badan hukum.
c.
Badan
hukum diperlukan adanya pengakuan hukum.
d.
Ruang
gerak badan hukum dalam bertindak dibatasi oleh ketentuan-ketentuan hukum dan
dibatasi dalam bidang-bidang tertentu.
e.
Tindakan
badan hukum adalah tetap tidak berkembang.
f.
Badan
hukum tidak dapat dijatuhi hukuman pidana tapi hanya dapat dijatuhi hukuman
perdata.
Dari
unsur diatas maka dapat dilihat bahwa bisnis MLM adalah sebuah perusahaan
bisnis yang memiliki badan hukum, yang mana dalam pelaksanaan sistemnya
dikerjakan oleh orang perseorangan serta diharuskan bagi anggota yang ingin
bergabung dengan perusahaan ini melakukan sebuah akad/transaksi yang didasarkan
atas persetujuan kedua belah pihak. Jika salah satu pihak keberatan atas sistem
dan perjanjian mereka maka salah satunya diberi hak untuk memilih untuk
bergabung atau tidak, dan ini dilakukan diawal transaksi. Sistem ini sesuai
dengan syarat syahnya subjek hukum yaitu mukhtar (tidak ada paksaan dan suka
sama suka).
2.
Objek
Perikatan (mahallul ‘aqdi)
Yaitu
sesuatu yang dijadikan objek akad dan dikenakan padanya akibat hukum yang
ditimbulkan. Hal ini bisa berupa benda (produk) atau jasa (manfaat). Adapun syarat
yang harus dipenuhi yaitu :
a.
Objek
harus ada ketika akad dilangsungkan
b.
Objek
harus dibenarkan oleh syariah
c.
Objek
harus jelas dan dikenali
d.
Objek
dapat diserah terimakan
Dalam
bisnis MLM biasanya menjual sebuah produk baik itu barang maupun jasa. Produk
tersebut haruslah memiliki kualitas yang cukup baik agar bisa bersaing di pasar
dan ini merupakan faktor kunci dari sebuah perusahaan agar bisa disebut sebagai
sebuah MLM atau tidak dan produk ini sudah disiapkan oleh perusahaan sebelum
perusahaan menjual kepada calon member atau konsumen. Ketika seorang calon member
membeli sebuah produk, dia diharuskan mempelajari terlebih dahulu kegunaan dan
manfaat dari produk yang akan dibelinya, apakah sesuai dengan syariah atau
tidak. Selanjutnya setelah dia membeli produk tersebut maka otomatis dia
memiliki hak kepemilikan atas produk tersebut serta otomatis produk tersebut
telah berpindah ketangan calon member/konsumen tersebut, dan pola ini sesuai
dengan syarat dan rukun diatas.
3.
Tujuan
Perikatan (maudhu’ul aqdi)
Yaitu
sebuah akad harus sesuai dengan azas kemaslahatan dan manfaat. Ahamad Azhar
Basyir menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu tujuan sebuah
akad dipandang sah dan memiliki akibat hukum yaitu :
a.
Tujuan
akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak-pihak yang
bersangkutan tanpa akad yang diadakan.
b.
Tujuan
akad harus berlangsung adanya hingga berakhirnya pelaksanaan akad
c.
Tujuan
akad harus sesuai syariat.
Perusahaan
yang menjalankan bisnisnya dengan sistem MLM tidak hanya sekedar menjalankan
penjualan produk barang, melainkan juga bertujuan untuk merekrut calon member
agar bisa memasarkan produknya tersebut melalui sistem multi level yang telah
ditetapkan perusahaan. Jasa pemasaran (marketing) ini akan dihargai dengan
sejumlah pemberian bonus (fee) tergantung sampai sejauh mana target pemasaran
yang telah dia peroleh. Selain produknya mendatangkan manfaat bagi konsumen
juga bermanfaat bagi member yang ingin menjalankan bisnisnya secara teratur dan
baik. Tujuan inilah yang mungkin sesuai dengan rukun akad diatas.
4.
Shigatul
aqdi (Ijab-kabul)
Yaitu ungkapan para pihak yang melakukan proses transaksi. Ijab
merupakan suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak pertama untuk
melakukan sesuatu atau tidak sedangkan Kabul merupakan pernyataan menerima atau
persetujuan dari pihak kedua atas penawaran dari pihak pertama. Ijab dan Kabul
dapat dilakukan dengan empat cara yaitu lisan, tulisan, isyarat dan
perbuatan. Sistem MLM melakukan sebuah
transaksi atas keempat hal diatas, bisa dilakukan dengan tulisan dimana calon
member/konsumen diharuskan mengisi formulir pendaftaran yang disediakan oleh
perusahaan sebelum membeli produk atau menjadi anggota dari perusahaan
tersebut, kemudian ketika dia merekrut anggota baru otomatis dia mendapatkan
bonus (fee) dari hasil kerjanya memasarkan produk tersebut kepada orang lain.
Pendapatan bonus ini bekerja secara otomatis sesuai dengan sistem yang telah
ditetapkan dan ini bisa di analogikan dengan bentuk ijab-kabul secara perbuatan
yang dalam istilah fiqhnya disebut ta’athi atau mu’athah (saling memberi dan
menerima). Adanya perbuatan saling memberi dan menerima dari para pihak yang
telah saling memahami perbuatan perikatan tersebut akan membawa kepada sahnya
transaksi tersebut.
A.
Kesimpulan
1. Multi level marketing adalah sebuah system
pemasaran modern melalui jaringan distribusi yang dibangun secara permaanen
dengan memposisikan pelanggan perusahaan sekaligus sebagai tenaga pemasaran.
2. Syarat MLM itu diantaranya adalah
a.
Adanya
Perjanjian yang jelas antara kedua belah pihak.
b.
Objek
akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan.
c.
Objek
akad bukan hal-hal yang diharamkan dan maksiat.
3.
Hukum MLM pada
dasarnya itu mubah diperbolehkan seperti halnya jual beli. Hukum MLM menjadi
haram apabila tidak sesuai dengan rukun dan syarat ketentuan dalam syariat
Islam
4.
Rukun MLM diantaranya yaitu
a.
Subjek dua orang yang melakukan akad atau perjanjian
b.
Objek yaitu sesuatu yang dijadikan objek akad berupa
barang atau jasa
c.
Tujuan perikatan asas atas dasar kemaslahatan
d.
Ijab dan qabul ungkapan para pihak yang melakukan
transaksi.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Al-Karim
Al-Sunnah
Muslich,Ahmad Wardi.(2010).Fiqh
Muammalat.Jakarta:Amzah
Agustianti, Prospek MLM Syari’ah di
Indonesia, http;//finance,group.yahoo.com
http://anget-team.blogspot.com/2012/04/bisnis-multi-leevel-marketing-mlm.html
Komentar
Posting Komentar