Langsung ke konten utama

Jual Beli Multi Level Marketting dan Bisnis Berjenjang




Oleh: Galih Aji .P (111 11 066);  Fajriyatur .R (111 11 122); Siti Masitoh (111 11 197; dan Faizatul Anisa (111 11 198)

A.    Pengertian
MLM adalah singkatan dari Multi Level Marketing yang juga disebut dengan istilah Network Marketing. Secara Etimologi Multi Level marketing (MLM) berasal dari bahasa Inggris,Multi berarti banyak sedangkan Level berarti jenjang atau tingkat. Adapun marketing berarti pemasaran. Jadi dari kata tersebut dapat difahami bahwa MLM adalah pemasaran yang berjenjang banyak. Dalam bahasa Indonesia MLM dikenal dengan istilah Pemasaran Berjenjang, atau Penjualan Langsung Berjenjang.
Secara umum Multi Level Marketing adalah suatu metode bisnis alternatif yang berhubungan dengan pemasaran dan distribusi yang dilakukan melalui banyak level (tingkatan), yang biasa dikenal dengan istilah Upline (tingkat atas) dan Downline (tingkat bawah), orang akan disebut Upline jika mempunyai Downline. Inti dari bisnis MLM ini digerakkan dengan jaringan ini, baik yang bersifat vertikal atas bawah maupun horizontal kiri kanan ataupun gabungan antara keduanya.

MLM adalah menjual atau memasarkan langsung suatu produk baik berupa barang atau jasa konsumen sehingga biaya distribusi dari barang yang dijual atau dipasarkan tersebut sangat minim bahkan sampai ke titik nol yang artinya bahwa dalam bisnis MLM ini tidak diperlukan biaya distribusi. MLM juga menghilangkan biaya promosi dari barang yang hendak dijual karena distribusi dan promosi ditangani langsung oleh distributor dengan sistem berjenjang.[1]

B.     Sistem Kerja Multi Level Marketing
Mekanisme operasional pada MLM ini adalah seorang distributor dapat mengajak orang lain untuk ikut juga sebagai distributor. Kemudian orang lain itu dapat mengajak pula orang lain lagi untuk ikut bergabung. Begitu seterusnya, semua yang diajak dan ikut merupakan suatu kelompok distributor yang bebas mengajak orang lain lagi sampai level yang tanpa batas. Inilal salah satu perbedaan MLM dengan pendistribusian secara konvensional yang bersifat single level.[2]

Sistem MLM berusaha memperpendek jalur yang ada pada sistem penjualan konvensional dengan cara mempersingkat jarak antara produsen dan konsumen. Perbedaan antar MLM (sistem penjualan langsung) dan sistem penjualan konvensional dapat dilihat pada diagram berikut:

Penjualan Konvensional                                  Penjualan Langsung
Produsen                                            


 
distributor/agen tunggal                                         produsen
                                                           
                grosir/sub agen                                       distributor independen


 
pengecer                                                    konsumen


 
                    konsumen[3]
C.     Hukum Multi Level Marketing Perspektif Hukum Islam
Secara fiqh sebuah akad (transaksi) harus ada ma’qud ‘alaih (obyek transaksinya), akad tanpa ma’qud alaih adalah batal.Tidak bias disebut dengan Multi Level Marketing, kalau tidak ada sesuatu yang di marketing -kan. Untuk MLM yang menjual produk berupa barang, maka pada hakekatnya kegiatan MLM adalah transaksi jual beli ( al-bai’ atau al-buyuu’), dan sudah menjadi kesepakatan ulama’ bahwa jual beli adalah merupakan akad yang dihalalkan oleh syariah Islam, berdasarkan Al-quran, sunnah dan Ijma’.
Semua bisnis yang menggunakan sistem MLM dalam literature syariah Islam pada dasarnya termasuk kategori muamalah yang dibahas dalam bab al-Buyu’ (jual beli) yang hukum asalnya secara prinsip boleh berdasarkan kaidah fiqh (al-ashlu fil asya’ al-ibahah) hukum asal segala sesuatu termasuk muamalah adalah boleh selama bisnis tersebut bebas dari unsur-unsur haram, seperti riba (sistem bunga), gharar (tipuan), dan jahalah (ketidakjelasan). Dzulm (merugikan hak orang lain) disamping barang atau jasa yang dibisniskan adalah halal.
Pada dasarnya, hukum MLM ditentukan oleh bentuk muamalatnya. Jika muamalat yang terkandung di dalamnya adalah muamalat yang tidak bertentangan dengan syariat Islam, maka absahlah MLM tersebut. Namun, jika muamalatnya bertentangan dengan syariat Islam, maka haramlah MLM tersebut.
 Memang pada dasarnya segala bentuk mu’amalah atau transaksi hukumnya boleh (mubah), sebagaimana Allah SWT berfirman :
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS Al Baqarah: 275)
Rasulullah SAW bersabda:
إنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
“Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha.” (HR al-Baihaqi dan Ibnu Majah)
.[4]

D.    Keunggulan dan Sisi Negatif  Multi Level Marketing
·         Keunggulan Multi Level Marketing
1.      Keunggulan dari sisi modal
Keunggulan utama dari MLM adalah orang tidak memerlukan modal banyak untuk bisa melibatkan diri. MLM hanya membutuhkan uang yang jumlahnya relatif kecil untuk mulai ikut bergabung di dalamnya.
2.      Keunggulan dari sisi waktu
MLM membutuhkan waktu yang fleksibel, sehingga dalam melakukan presentasi pada waktu lain yang bisa ditentukan sendiri dan menggunakan waktu dengan baik.
3.      Keunggulan dari sisi pemasaran
MLM mempunyai jaringan pemasaran yang sangat baik, jaringan yang sejenis ini akan menguntungkan di dalam bisnis apapun.
4.      Keunggulan dari sisi kelompok
Dari sudut pandang MLM, berurusan dengan banyak orang akan banyak menolong. Menurut Robert Kiyosaki, ada dua hal yang harus dimiliki oleh seseorang untuk bisa mendapatkan sukses di dunia bisnis, yakni:
a.       Untuk berhasil, harus belajar menaklukan rasa takut ditolak, dan berhenti mencemaskan apa yang dikatakan orang lain.
b.      Belajar memimpin orang.
5.      Keunggulan dari sisi bisnis
MLM seperti membeli waralaba pribadi. Oleh karena itu, ketika sebuah jaringan sudah terbentuk maka seseorang tinggal menunggu untuk mendapatkan hasil dari usaha yang telah dilakukan.
6.      Tempat belajar yang baik
MLM merupakan tempat yang baik untuk belajar ketrampilan bisnis dalam kehidupan nyata.[5]
·         Sisi Negatif Multi Level Marketing
1.      Kejenuhan pasar (market saturation)
2.      Problem organisasi
3.      Problem etika dan moral
4.      Hubungan

E.     Alasan Multi Level Marketing Haram
Pertama, transaksi tersebut mengandung riba dengan dua macam jenisnya; riba fadhl[penambahan] dan riba nasi’ah[tempo/waktu]. Anggota membayar sejumlah kecil dari hartanya untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar darinya. Produk yang dijual oleh perusahaan kepada konsumen tiada lain hanya sebagai kedok untuk barter uang tersebut dan bukan menjadi tujuan anggota (untuk mendapatkan keuntungan dari pemasarannya) , sehingga (keberadaan produk) tidak berpengaruh dalam hukum (transaksi ini).
Kedua, ia termasuk gharar apa yang belum diketahui akan diperoleh atau tidak, dari sisi hakikat dan kadarnya yang diharamkan menurut syari’at, karena anggota tidak mengetahui apakah dia akan berhasil mendapatkan jumlah anggota yang cukup atau tidak? Dan bagaimanapun pemasaran berjejaring atau piramida itu berlanjut, dan pasti akan mencapai batas akhir yang akan berhenti padanya. Sedangkan anggota tidak tahu ketika bergabung didalam piramida, apakah dia berada di tingkatan teratas sehingga ia beruntung atau berada di tingkatan bawah sehingga ia merugi? Dan kenyataannya, kebanyakan anggota piramida merugi kecuali sangat sedikit di tingkatan atas. Kalau begitu yang mendominasi adalah kerugian.
Tiga, apa yang terkandung dalam transaksi ini berupa memakan harta manusia dengan kebatilan, dimana tidak ada yang mengambil keuntungan dari akad (transaksi) ini selain perusahaan dan para anggota yang ditentukan oleh perusahaan dengan tujuan menipu anggota lainnya.
 Empat, apa yang terkandung dalam transaksi ini berupa penipuan, pengkaburan dan penyamaran terhadap manusia, dari sisi penampakan produk seakan-akan itulah tujuan dalam transaksi, padahal kenyataanya adalah menyelisihi itu. Dan dari sisi, mereka mengiming-imingi komisi besar yang seringnya tidak terwujud. Dan ini terhitung dari penipuan yang diharamkan. [6]
Namun demikian standar baku baik tidaknya MLM secara syariah di Indonesia memang belum ada. Dewan Syariah Nasional MUI sampai saat ini belum mengeluarkan fatwa mengenai hal itu. Demikian pula sertifikat syariah untuk perusahaan MLM belum ada kecuali dua perusaan, yaitu :
1.      PT Usahajaya Ficooprasional (UFO), dan
2.      PT Ahad Net Internasional.[7]

F.     KESIMPULAN
1.      Multi Level Marketing adalah sebuah system pemasaran modern melalui jaringan distribusi yang dibangun secara permanen dengan memposisikan pelanggan perusahaan sekaligus sebagai tenaga pemasaran.
2.      MLM adalah sistem penjualan yang dilakukan oleh perusahaan, dimana perusahaan kepada konsumen yang sudah terdaftar (member), tidak melalui agen/ penyalur, selain itu perusahaan juga memberikan kesempatan kepada setiap konsumen yang sydah terdaftar (member) untuk menjadi tenaga pemasar/ penyalur. Dengan cara ini maka seorang konsumen secara otomatis menjadi tenaga pemasar. Dengan kata lain, seorang konsumen akan berfungsi ganda di mata perusahaan, yakni pertama ia sebagai konsumen, kedua ia juga sebagai mitra perusahaan dakam memasarkan produknya.
3.      Islam memberikan jalan dan kebebasan kepada manusia untuk melakukan berbagai improfisasi dan inovasi melalui system, teknik, dan mediasi dalam melakukan perdagangan. Di samping memberikan kebebasan, Islam juga memberikan batasan-batasan yang harus diperhatikan oleh pelaku bisnis.
4.      Pada dasarnya hukum MLM adalah mubah/ boleh, namun menjadi haram jika dalam kegiatan bisnis tersebut menyalahi syariat Islam.


DAFTAR PUSTAKA

·         Wardi Achmad Muslich.2010.Fiqh Muamalat.Amzah : Jakarta.
·         Dzulqornain bin Sunusi, Jual Beli Sistem MLM,
·         Ika Rikatriana,MLM dalam Pandangan Islam, http://harzikatrianasastraadmadja.blogspot.com
·         Santoso, Benny.2003 All About MLM memahami lebih jauh MLM dan pernak-perniknya. CV Andi Offset :Yogyakarta.
·         Agustianti, Prospek MLM Syari’ah di Indonesia, http;//finance,group.yahoo.com
·         http://anget-team.blogspot.com/2012/04/bisnis-multi-leevel-marketing-mlm.htm


[1]http://citizennews.suaramerdeka.com/
[2] Agustianti, Prospek MLM Syari’ah di Indonesia, http;//finance,group.yahoo.com
[2] Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Amzah, Jakarta, 2010, hal 614

[3] Benny Santoso, All About MLM memahami lebih jauh MLM dan pernak-perniknya, CV Andi Offset, Yogyakarta, 2003, hal 17

[4] Ika Rikatriana,MLM dalam Pandangan Islam, http://harzikatrianasastraadmadja.blogspot.com

[5] Benny Santoso, All About MLM memahami lebih jauh MLM dan pernak-perniknya, CV Andi Offset, Yogyakarta, 2003, hal 110-135
[6] Dzulqornain bin Sunusi, Jual Beli Sistem MLM, http ://sp-cellular.blogspot.com
[7] Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Amzah, Jakarta, 2010, hal 615






Komentar

Postingan populer dari blog ini

AL HAKIM, MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH

Oleh: Siti Farida Sinta Riyana (11510080); Nur Aufa Handayani (11510081); Ahmad Ali Masrukan (11519985); Mayura (11510096); dan Muryono ( 11511038) A.       Al Ahkam 1.         Pengertian Al-Ahkam (hukum), menurut bahasa artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu. Sedang menurut istilah ialah ‘Khithab (titah) Allah Swt. atau sabda Nabi Muhammad Saw. yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf , baik itu mengandung perintah, larangan, pilihan, atau ketetapan.

HUKUM SYAR’I (ا لحكم الشر عي)

OLEH: Ulis Sa’adah (11510046); Langga Cintia Dessi (11510089); dan Eka Jumiati (11510092) A.       HAKIKAT HUKUM SYAR’I Menurut para ahli ushul fiqh (Ushuliyun), yang dikatakan hukum syar’i ialah khitab (sabda) pencipta syari’at yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang mengandung suatu tuntutan, atau pilihan atau yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KHILAFIYAH

Disusun Oleh : Abdul Majid (111-11-074); Irsyadul Ibad (111-11-094);  dan Dwi Silvia Anggraini   (111-11-095) PENDAHULUAN Perbedaan selalu ada dalam kehidupan karena hal ini merupakan sunah Rasul yang berlaku sepanjang masa. Perbedaan juga terjadi dalam segi penafsiran dan pemahaman hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui hukum tidaklah sekaku dalam hal penerapannya pada masa awal islam, pada masa itu Nabi Muhammad sebagai tolak ukur  dan akhir dari setiap permasalahan yang ada pada masa itu. Akan tetapi perbedaan itu semakin jelas terlihat ketika era para sahabat dan para tabi’in yang ditandai dengan adanya berbagai aliran atau madzhab yang bercorak kedaerahan dengan tokoh dan kecenderungan masing-masing.