Langsung ke konten utama

HUKUM JUAL BELI VIA INTERNET




Oleh:
Abdul Ckamim (111 11 075); Nur Laeli Farhati (111 11 195);
dan Mar’atus Sholikah (111 11 214)

                               I.            Latar belakang masalah

      Kegiatan jual beli sudah berlangsung sejak dulu, dan Rasulallahpun dulu pekerjaannya juga pedagang. Makna Jual beli sendiri adalah menukar suatu barang dengan barang lain dengan cara yang tertentu (akad). Allah telah menjadikan manusia masing-masing saling membutuhkan satu sama lain, supaya mereka tolong menolong, keperluan dalam segala urusan kepentingan hidup masing-masing, salah satunya dengan jalan jual beli.

Umumnya transaksi dilakukan dengan hadirnya dua orang yang mengadakan transaksi dan adanya kerelaan kedua belah pihak yang dibuktikan dengan ijab dari penjual dan qobul dari pembeli. Seiring perkembangan teknologi, terdapat beberapa alat yang bisa digunakan dari jarak jauh. Ada yang dengan suara melalui telepon atau dengan mengirimkan salinan surat perjanjian via faks atau dengan tulisan via internet.
                            II.            Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Apakah definisi jual beli itu?
2.      Bagaimana hukum jual beli via internet?
                         III.            Tujuan penulisan
Dari rumusan masalah diatas dapat disimpulkan tujuan penulisan sebagai berikut:
1.        Mengetahui definisi jual beli.
2.       Mengetahui hukum jual beli via internet.




PEMBAHASAN

1.      Pengertian jual beli
Jual beli dalam bahasa Arab al-bai’ menurut etimologi adalah :

مُقَا بَلَةُ شَيْءٍ بِشَيْءٍ

Tukar menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain
Sayid sabig mengartika jual beli (al-bai’) menurut bahasa sebagai berikut.
اَلْبَيْعُ مَعْنَا هُ لُغَةً مُطْلَقَ الْمُبَا دَلَةَ
Pengertian jual beli adalah tukar menukar secara mutlak.
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa jual beli menurut bahasa adalah tukar menukar apa saja, baik antara barang dengan barang, barang dengan uang, atau uang dangan uang. Pengertian ini diambil dari firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ( 2 ) ayat : 16
أُلَىكَ الْذِ يْنَ اشْتَرَوُا الضَّلَلَةَ بِا لْهُدَ ى فَمَا رَ بَحَتِ تِّجَرَ تُهُمْ وَمَا كَا نُوْا مُهْتَدِ يْنَ

Mareka itulah orang yang membali kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka  mendapat petunjuk.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa jual-beli adalah akad mu’awadhah, yakni akad yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu penjual dan pembeli, yang objeknya bukan manfaat, yakni benda, dan bukan untuk kenikmatan seksual.
Rukun-rukun jual beli itu menurut jumhur ulama :
1.
Asda penjual.
2. Ada pembeli.
3. Ijab Kabul.
4. Barang yang diakadkan. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz V hal 3309)
Syarat-syarat sah jual beli itu adalah :
1. Syarat-syarat pelaku akad : bagi pelaku akad disyaratkan, berakal dan memiliki kemampuan memilih. Jadi orang gila, orang mabuk, dan anak kecil (yang belum bisa membedakan) tidak bisa dinyatakan sah.
2. Syarat-syarat barang yang diakadkan :
a. Suci (halal dan baik).
b. Bermafaat.
c. Milik orang yang melakukan akad.
d. Mampu diserahkan oleh pelaku akad.
e. Mengetahui status barang (kualitas, kuantitas, jenis dan lain-lain)
f. Barang tersebut dapat diterima oleh pihak yang melakukan akad. (Fiqih Sunnah juz III hal 123)

2.      Hukum Jual Beli Via Internet
Jual beli barang yang tidak ditempat transaksi diperbolehkan dengan syarat harus diterangkan sifat-sifatnya dan ciri-cirinya. Kemudian jika barang sesuai dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya. Tetapi jika tidak sesuai maka pembeli mempunyai hak khiyar, artinya boleh meneruskan atau membatalkan jualbelinya. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi riwayat Al Daraquthni dari Abu Hurairah yang artinya:” barang siapa membeli sesuatuyang ia tidak melihatnya, maka ia berhak khiyar jika ia telah melihatnya”.
Jualbeli hasil tanaman yang masih terpendam , seperti ketela, kentang, bawang dan sebagainya juga diperbolehkan, asal diberi contohnya, karena akan mengalami kesulitan atau kerugian  jika harus mengeluarkan semua hasil tanaman yang terpendam untuk dijual. Dan dalam objek ditransaksi yang tidak diketahui kualitas dan kuantitasnya seperti menggunakan tempat mandi umum menurut tarif yang ditentukan, tanpa diketahui jumlah air yang terpakai atau waktu penggunaan tempat mandi. Jadi, di sini bukan persyaratan yang sangat menentukan, tetapi yang menentukan jika kedua belah pihak rela dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan.
Demikian juga jual beli barang yang telah terbungkus/tertutup. Seperti makanan kaleng, LPG, dan sebagainya, asalkan diberi label yang menerangkan isinya.
Pada transaksi jualbeli secara online, sama halnya dengan transaksi jual beli biasa yang dilakukan didunia nyata, dilakukanoleh para pihak terkait, walaupun dalam jualbeli secara elektronik tidak bertemu secara langsung satu sama lain,tetapi berhubungan melalui internet. Ijab qobul bisa dilakukan melalui via sms atau e-mail, dan mencapai kesepakatan antara penjual dan pembeli.berikut ini hal-hal yang terkait dengan jualbeli via internet:
a.       Penjual atau pengusaha yang menawarkan sebuah produk melalui internet sebagai pelaku usaha
b.      Pembeli dan konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh undang-undang yang menerima penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan keinginan untuk melakukan transaksi jual beliproduk yang ditawarkan oleh penjual/pelaku usaha.
c.       Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada penjual atau pelaku usaha, karena pada transaksi jualbeli secara elektronik, penjual dan pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka berada pada lokasi yang berbeda.
d.      Pelaku usaha/ penjual sebagai penyedia jasa layanan akses internet.

Pelaksaan transaksi jual beli secara online ini dilakukan dalam beberapa tahap, sebagai berikut:
a.       Penawaran yang dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui website pada ineternet. Penjual atau pelaku usaha menediakan katalog produk dan pelayanan yang akan diberikan. Masyarakat yang memasuki website pelaku usaha tersebut dapat melihat barang-barang yang ditawarkan oleh penjual. Salah satu keuntungan transaksi jual beli melalui di toko online ini adalah pembeli dapat berbelanja kapan saj dan dimana saja tanpa dibatasi ruaang dan waktu. Penawaran melaui internet terjadi apabila pihak lain yang menggunakan media internet memasuki situs penjaual ,oleh karena itu,apabila seorang tidak menggunakan media internet dan memasuki situs milik pelaku usaha yang menawarkan sebuah produk maka tidak bisa dinamakan penawaran. Dengan demikan penawaran melalui media internet hanya dapat terjadi apabila seseorang membuak situs internet.
b.      Penerimaan, dapat dilakukan tergantung penawaran yang terjadi. Apabila penawaran dilakukan melalui e-mail addrees, maka penerimaan dilakuakn melalui e-mail,  karena penawaran hanya ditunjukkan pada sebuah e-mail yang dituju sehingga hanya pemegang e-mail tersebut yang dituju. Penawaran melalui website ditujukan untuk seluruh masyarakat yang membukla website tersebut.  Setiap orang yang berminat untuk membeli barang yang ditawarkan itu itu dapat membuat kesepakatan deangan penjual. Apabila cocok maka langkah selanjutnay registrasi atau pembayaran.
c.       Pembayaran, dapat dilkuakan baik nsecara langsung maupun tidak langsung, misalnya melalui fasilitas internet, namun tetap bertumpun pada sistem keuangan nasional, yang mengacu system local.
d.      Pengiriman, merupakan suatu proses yang dilakukan setelah pembayaran atas barang yang ditawarkan oleh penjual kepada pembeli, dalam hal ini pembeli berhak atas penerimaan barang yang dimaksud. Pada kenyataannya, barang yang dijadikan objek perjanjian dikrimkan oleh penjual kepada pembeli dengan biaya pengiriman sebagaiman telah diperjanjikan antara penjual dan pembeli.

Jual beli melalui online (internet) yang sebenarnya juga termasuk jual beli via telepon, sms dan alat telekomukikasi lainya, maka mareka yang terpenting adalah ada barang yang diperjual belikan, halal dan jelas oleh miliknya, sebagaimana hadis Nabi (yang maknanya): " tidak sah jual beli kecuali sesuatu yang dimiliki seseorang" (HR. at-Turmudziy dan Abu Dawud).
     Ada harga wajar yang disepakati kedua belah pihak, tidak ada unsur manipulasi atau penipuan dalam transaksi (HR. al-Bukhariy dan Muslim). Prosedur transaksinya benar, diketahui dan saling rela antar kedua belah pihak, sebagaimana makna firman Allah SWT:.."kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku secara saling rela di antara kamu..."(an-Nisaa' ayat 29)
Pada dasarnya segala sesuatu itu hukumnya boleh sepanjang tidak ada dalil yang mengharamkannya. Berpijak dari landasan kaidah fiqhiyyah tersebut maka jual-beli lewat online (internet) itu diperbolehkan, dan sah. kecuali jika terjadi penyimpangan, manipulasi, penipuandan sejenisnya, maka secara hukumnya ditetapkan, yaitu haram.  Oleh karena itu jika ada masalah terkait ketidaksesuaian barang antara yang ditawarkan dan dibayar dengan yang diterima, maka berlaku hukum transaksi pada umumnya, bagaimana kesepakatan yang telah dijalin. Inilah salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab batalnya transaksi jual beli dan dapat menjadi salah satu penyebab haramnya jual beli, baik online atau bukan karena adanya manipulasi atau penipuan.

Adapun keharaman jualbeli via internet karena beberapa sebab :
v  Sistemnya haram, seperti money gambling. Judi itu haram baik di darat maupun di udara (online/ internet).
v  Barang/jasa yang menjadi objek transaksi adalah barang yang diharamkan, seperti narkoba, video porno, online sex, pelanggaran hak cipta, situs-situs yang bisa membawa pengunjung ke dalam perzinaan.
v  Karena melanggar perjanjian (TOS) atau mengandung unsur penipuan.
v  Dan lainnya yang tidak membawa kemanfaatan tapi justru mengakibatkan kemudharatan.
Transaksi via tulisan (baca: faks atau internet) bisa dianalogkan dengan transaksi dengan tulisan yang ditujukan kepada orang yang tidak berada di majelis transaksi. Kasus semacam ini dibolehkan oleh mayoritas ulama karena adanya saling rela, meski kerelaan pihak kedua tidak langsung terwujud. Hal ini tidaklah masalah asalkan ada qobul (penyataan menerima dari pihak kedua) pada saat surat sampai kepada pihak kedua. Inilah pendapat mayoritas ulama. Tapi ada sebagian ulama Syafi’iyyah yang tidak membolehkannya.
Ijab dan qobul disyaratkan harus berturut-turut dan tolak ukur berturut-turut adalah kembali pada urf(kebiasaan masyarakat setempat). Menurut mayoritas ulama (selain Syafi’iyyah), qobul tidak diharus sesegera mungkin demi mencegah adanya pihak yang dirugikan dan supaya ada kesempatan untuk berpikir. Jika ijab itu via surat maka disyaratkan adanya qobul dari pihak kedua pada saat surat sampai ke tangannya.
Demikian pula disyaratkan adanya kesesuaian antara ijab dan qobul serta tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa salah satu pihak yang bertransaksi membatalkan transaksi.Menurut mayoritas ulama pihak yang mengeluarkan ijab (pihak pertama) boleh meralat ijabnya.
Banyak ulama kontemporer yang berpendapat bahwa transaksi dengan piranti-piranti modern adalah sah dengan syarat ada kejelasan dalam transaksi tersebut. Di antara mereka adalah Syeikh Muhammad Bakhit al Muthi’i, Mushthofa az Zarqa’, Wahbah Zuhaili dan Abdullah bin Mani’. Alasan beliau-beliau adalah sebagai berikut:
1.      Berdasar pendapat banyak ulama di masa silam yang menyatakan sahnya transaksi via surat menyurat dan jika ijab (penyataan pihak pertama) adalah sah setelah sampainya surat ke tangan pihak kedua. Demikian pula mengingat sahnya transaksi dengan cara berteriak.
2.      Yang dimaksud dengan disyaratkannya ‘kesatuan majelis transaksi’ adalah adanya suatu waktu yang pada saat itu dua orang yang mengadakan transaksi sibuk dengan masalah transaksi. Bukanlah yang dimaksudkan adalah adanya dua orang yang melakukan transaksi jual beli dalam satu tempat dan waktu.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka majelis akad dalam pembicaraan via telepon adalah waktu komunikasi yang digunakan untuk membicarakan transaksi. Jika transaksi dengan tulisan maka majelis transaksi adalah sampainya surat atau tulisan dari pihak pertama kepada pihak kedua. Jika qobul tertunda dengan pengertian ketika surat sampai belum ada qobul dari pihak kedua maka transaksi tidak sah.
Untuk sahnya jual-beli ini dipersyaratkan harga barang yang diperjual-belikan sudah jelas walaupun dengan nilai yang lebih tinggi dari harga seandainya dibayar tunai dan waktu penyerahannya juga sudah ditentukan secara jelas.
PENUTUP
Ø  Kesimpulan

Jual-beli adalah akad mu’awadhah, yakni akad yang dilakukan oleh dua pihak, di mana pihak pertama menyerahkan barang dan pihak kedua menyerahkan imbalan, baik berupa uang maupun barang.
Transaksi via tulisan (baca: faks atau internet) bisa dianalogkan dengan transaksi dengan tulisan yang ditujukan kepada orang yang tidak berada di majelis transaksi.
Berpijak dari landasan kaidah fiqhiyyah tersebut maka jual-beli lewat online (internet) itu diperbolehkan, dan sah, kecuali jika secara kasuistis terjadi penyimpangan, manipulasi, penipuandan sejenisnya, maka secara kasuistis pula hukumnya diterapkan, yaitu haram.
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasannya pengetahuan dan kurangnya rujukan yang ada hubungannya dengan makalah judul ini.
Penulis berharap para pembaca meberikan kritik dan saran kapada kami yang membangun demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah disempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya. Dan juga bisa menjadi motivasi unntuk kedepannya yang lebih baik. Amin.

DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Abdul. 2010. Fiqh Muamalat: Sistem Transaksi dalam Fiqh Islam. Jakarta: Amzah.
Muhyiddin, Ali. 2003. Fiqh Digital. yogyakarta: Qonun Prisma Persada.
Syarifuddin, Amir. 2005. Garis-garis Besar Fiqh. Jakarta: Prenada Media.
www.eramuslim.com

Komentar

  1. laeli ama maratussolihah dkk makasih yaa... udah membantu makalah saya.. jazakallah khoiron jaza

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

AL HAKIM, MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH

Oleh: Siti Farida Sinta Riyana (11510080); Nur Aufa Handayani (11510081); Ahmad Ali Masrukan (11519985); Mayura (11510096); dan Muryono ( 11511038) A.       Al Ahkam 1.         Pengertian Al-Ahkam (hukum), menurut bahasa artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu. Sedang menurut istilah ialah ‘Khithab (titah) Allah Swt. atau sabda Nabi Muhammad Saw. yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf , baik itu mengandung perintah, larangan, pilihan, atau ketetapan.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KHILAFIYAH

Disusun Oleh : Abdul Majid (111-11-074); Irsyadul Ibad (111-11-094);  dan Dwi Silvia Anggraini   (111-11-095) PENDAHULUAN Perbedaan selalu ada dalam kehidupan karena hal ini merupakan sunah Rasul yang berlaku sepanjang masa. Perbedaan juga terjadi dalam segi penafsiran dan pemahaman hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui hukum tidaklah sekaku dalam hal penerapannya pada masa awal islam, pada masa itu Nabi Muhammad sebagai tolak ukur  dan akhir dari setiap permasalahan yang ada pada masa itu. Akan tetapi perbedaan itu semakin jelas terlihat ketika era para sahabat dan para tabi’in yang ditandai dengan adanya berbagai aliran atau madzhab yang bercorak kedaerahan dengan tokoh dan kecenderungan masing-masing.

HUKUM SYAR’I (ا لحكم الشر عي)

OLEH: Ulis Sa’adah (11510046); Langga Cintia Dessi (11510089); dan Eka Jumiati (11510092) A.       HAKIKAT HUKUM SYAR’I Menurut para ahli ushul fiqh (Ushuliyun), yang dikatakan hukum syar’i ialah khitab (sabda) pencipta syari’at yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang mengandung suatu tuntutan, atau pilihan atau yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.