Oleh: Siti Nina Nur Annisa
(111 11 041); Winda Ratnasari (111 11 067); Masthobib (111 11 081); dan Ana
Soraya (111 11 138)
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, dengan lahirnya bank yang beroperasi pada prinsip syari’ah seperti dalam bentuk bank muamalat Indonesia dan bank
perkereditan rakyat islam, pengetahuan tentang bank islam ini sangat dibutuhkan baik bagi para ilmuwan maupun masyarakat luas.
Lebih-lebih masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim sehingga
minat terhadap lembaga keuangan syari’ah (asuransi syari’ah) sangat diminati.
Tetapi meskipun lembaga-lembaga keuangan syari’ah mulai menyebar diberbagai
pelosok tanah air banyak masyarakat yang belum mengenal produk-produk asuransi
syari’ah.
Kajian tentang asuransi sangat
menarik sekali diantara prinsip ekonomi syariah lainya. Kajian mengenai
asuransi syari’ah terlahir satu paket dengan kajian perbankan syari’ah, yaitu
sama-sama muncul kepermukaan tatkala dunia islam tertarik untuk mengkaji secara
mendalam apa dan bagaimana cara mengaktualisasikan konsep ekonomi syari’ah.
1.2 Rumusan Masalah
·
Apa yang dimaksud dengan asuransi?
·
Apakah yang dimaksud dengan asuransi syari’ah?
·
Apa pengertian premi, resiko, dan tanggungan dalam
asuransi?
·
Apa yang menjadi pedoman dalam asuransi ?
·
Apa perbedaan asuransi syari’ah dengan asuransi
konvensional?
1.3 Manfaat dan Tujuan
·
Mengetahui pengertian asuransi dan asuransi syari’ah
·
Mengetahui pengertian premi, resiko, dan tanggungan
dalam asuransi
·
Mengetahui pedoman pelaksanaan asuransi
·
Mengetahui perbedaan asuransi syari’ah dan asuransi
konvensional
2.1 Definisi Asuransi dan Asal Usulnya
Asuransi berasal dari bahasa Belanda “assurantic”,
yang dalam hukum Belanda disebut “verzekering”,
yang artinya pertanggungan. Dari istilah “assurantic” bagi penanggung
dan “geassureerde” bagi tertanggung [1].
Jadi asuransi dapat diartikan sebagai suatu perjanjian antara dua pihak
atau lebih, dimana pihak penanggung menerima premi asuransi dari tertanggung,
dengan imbalan kewajiban untuk menanggung kerugian atau kerusakan yang diderita
oleh tertanggung.
Asuransi konvensional berasal dari
kebiasaan masyarakat Babylonia (4000-3000 SM), yang dikenal dengan Perjanjian
Hammurabi pada tahun 2250 SM. Perjanjian ini kemudian berkembang menjadi
praktik Perjanjian Bottomry sekitar tahun 1600-1000 SM yang dipraktikkan di
masyarakat Yunani. Praktik perjalanan ini kemudian berkembang ke Roma, India,
Italia, Eropa dan Amerika.
Perjanjian
asuransi modern berasal dari Barat (Eropa), yang muncul pada sekitar abad ke-13
dan ke-14 M di Italia dalam bentuk asuransi perjanjian perjalanan laut.
Perjanjian asuransi modern kelihatannya ditiru dari perjanjian asuransi laut
Yunani Kuno. Isi perjanjian tersebut adalah uang diberikan kepada kapal atau
kargo yang akan dibayar kembali dengan bunga yang banyak jika berhasil dalam
pelayaran berlaku juga sebaliknya.
Perjanjian asuransi laut pada masa itu diberikan kepada
pedagang laut, supaya dapat digunakan sebagai pengganti untuk kerugian yang
mungkin dihadapi oleh kapal atau kargo sedangkan pajak yang tinggi, yaitu premi
untuk pembayaran ganti rugi karena kegunaan modal dan resiko kerugian.
Sejalan
dengan perkembangan perdagangan dan industry di Inggris pada tahun 1668 M di
Coffee H ouse London berdirilah Lloyd of London , yang menjadi cikal bakal
asuransi konvensional yang tersebar ke berbagai penjuru dunia yang kita kenal
saat ini.
Dalam islam,
cikal bakal asuransi syari’ah berasal dari adat kebiasaan bangsa Arab jauh
sebelum Islam datang dalam bentuk “al-aqilah”. Apabila salah seorang
anggota suku terbunuh oleh suku lain dengan tidak sengaja maka pewaris korban
akan dibayar dengan uang darah (ad-diyah) sebagai kompensasi oleh
saudara terdekat dari si pembunuh. Saudara dekat dari si pembunuh tersebut
disebut al- aqilah. Sebenarnya yang harus membayar ganti rugi tersebut
adalah si pembunh, namun kelompoknyalah yang mengambil alih untuk membayarnya,
karena pembunuh tersebut salah satu anggota kelompoknya. Tradisi ini kemudian
diadopsi oleh Islam, seperti dalam penerapan hukuman diat dalam pembunuhan
menyerupai sengaja dan pembunuhan karena kesalahan.
2.2 Pengertian Asuransi Syari’ah
Dalam bahasa Arab, asuransi disebut at-ta’min,
yang artinya memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan terbebas
dari rasa takut (Modul Pengetahuan Dasar, 2005), sesuai firman Allah:
NßgoYtB#uäur ô`ÏiB ¤$öqyz ÇÍÈ
…. dan mengamankan
mereka dari ketakutan.. (Qs. Quraisy : 4)
Para ahli
fiqh seperti Wahbah Az-Zuhaili mendefinisikan asuransi syariah sebagai
at-ta’min at-ta’awuni (asuransi yang bersifat tolong menolong) , yaitu
kesepakatan beberapa orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi
ketika salah seorang diantara mereka ditimpa musibah. Musibah itu dapat berupa
kematian, kecelakaan, sakit, kebakaran atau bentuk kerugian lain (Ensiklopedi
Hukum Islam, 2003)
Berdasarkan
definisi terakhir, tersirat makna bahwa at-ta’min at-ta’awuni lebih menekankan
pada adanya saling menanggung satu sama lain jika diantara mereka ada yang
tertimpa musibah, baik kematian kecelakaan, sakit, kecurian kebakaran maupun
kerugian lainnya. Ini lebih tepat disebut dengan prinsip takaful[2].
Takaful
dapat diartikan sebagai saling menanggung atau saling menjamin. Saling menanggun g dilakukan oleh
individu sehinga individu yang satu menjadi penjamin individu yang lain jika
ditimpa musibah dengan cara individu memberikan sumbangan financial kebajikan (tabarru’).
At-takaful
al-ijtima’i tidak saja diterapkan pada sesame umat islam, tetapi juga kepada
umat selain islam. Praktik ini dicontohkan oleh Rasul di kota Madinah, yang
tetap memberikan perlindungan jiwa dan harta kepada penganut agama selain
islam, seperti : Yahudi dan Nasrani[3].
Pedoman umum asuransi syariah di Indonesia ditetapkan oleh Majelis
Ulama Indonesia melalui Fatma Dewan Syariah Nasional Nomor: 21/DSN MUI/X/2001
tertanggal 17 Oktober 2001[4].
2.3 Premi, Resiko, dan Tanggungan
Di dalam asuransi ada tiga hal yang menjadi
masalah pokok, yaitu :
a. Premi
Premi adalah bayaran asuransi atau harga sebagai jaminan penanggung
asuransi untuk bertanggung jawab. Dalam asuransi premi mempunyai nilai
tanggungan untuk tambahan kepadaanggota lain dalam masyarakat yang mengalami
kerugian, sehingga peserta juga menjadi penanggung.
b. Resiko
Resiko merupakan ancaman bahaya yang menyebabkan kerugian, tetapi belum
pasti, itulah yang dalam hukum asuransi disebut resiko. Dalam kehidupan banyak
sekali bahaya yang mengancam manusia. Ancaman tersebut dapat mengenai
kekayaan,jiwa dan raga manusia.
c. Tanggungan
Tanggungan merupakan perjanjian jaminan terhadap kerugian yang mungkin
terjadi di masa datang.
2.4 Pendapat Ulama Tentang Asuransi
Ada 4 ulama Islam yang mempunyai pendapat berbeda
mengenai hal ini.
Pertama, ada ulama
yang membolehkan secara mutlak melakukan asuransi. Jadi, asuransi hukumnya
mubah. Ulama-ulama tersebut adalah Mushthafa Ahmad Al-Zarqa, Muhammad Al-Bahy,
Muhammad Yusuf Musa, Abd Al-Wahab Khalaf, Abd Al-Rahman Isa, dan Muhammad
Nezzatullah Shiddiqi.
Kedua, ada yang
berpendapat sebaliknya, yaitu mengharamkan secara mutlak melakukan asuransi.
Jadi, hukumnya haram. Ulama-ulama tersebut adalah Isa Abduh, Sayyid Sabiq,
Abdullah Al-Qalqili, Muhammad Bakhit Ala-Mu’thi dan Yusuf Al-Qardhawi.
Ketiga, kelompok
ulama yang berpendapat bahwa hukum asuransi termasuk syubhat (samar-samar) karena tidak ada dalil-dalil agama yang
secara jelas mengharamkan atau yang menghalalkan
asuransi. Karena itu, sikap yang diambil adalah ihtiyath (berhati-hati) dalam berhubungan dengan asuransi.
Dengan demikian, hukum
asuransi menurut fiqih Islam pada dasarnya adalah mubah (boleh), kecuali jika
terdapat unsur-unsur yang dilarang oleh syariat Islam, seperti riba, gharar,
spekulasi dan kecurangan atau ketidak adilan.
2.6 Perbedaan antara Asuransi Syari’ah dan
Asuransi Konvensional
1.
Dari segi
konsep
Konsep asuransi
syariah adalah suatu konsep yang di dalamnya dikembangkan sikap saling
tolong-menolong dan memikul risiko di antara sesama peserta. Dengan
demikian peserta satu menjadi penanggung atas peserta lainya dalam risiko yang
muncul.
Konsep
tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, menjadikan semua peserta asuransi
syariah dalam suatu keluarga besar untuk melindungi dan menaggung risiko
keuangan yang terjadi di antara mereka. Konsep tafakul
yang merupakan dasar dari asuransi syariah ditegakkan di atas tiga prinsip
dasar, yaitu:
a.
Saling
bertanggung jawab.
b.
Saling bekerja
sama dan saling membantu, dan
c.
Saling
melindungi.
Dalam asuransi
konvensional, usaha asuransi merupakan usaha di bidang jasa keuangan yang
menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi, untuk memberikan
perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap
kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau
terhadap hidup atau meniggalnya seseorang. Dengan demikian, perjanjian
asuransi dalam asuransi konvensional suatu hal yang belum pasti terjadi. Dan
apabila sesuatu tersebut nyata terjadi, maka tidak serta merta menimbulkan kewajiban
bagi penanggung untuk memberikan ganti rugi, apabila syarat-syarat yang
diperjanjikan tidak terpenuhi oleh tertanggung[5].
2.
Dari segi sumber hukum
Sumber hukum
asuransi syariah adalah syariat islam berlandaskan Al-Qur’an, sunnah,
ijma’, dan Qiyas. Di samping itu, terdapat sumber hukum yang mukhtalaf, yaitu fatwa
sahabat, istilah, ‘urf, dan maslahah mursalah. Sedangkan
sumber hukum asuransi konvensional adalah pikiran manusia dan kebudayaan.
3.
Dari segi
hubungan dengan maisir, gharar, dan
riba
Asuransi syariah,
baik asuransi jiwa maupun asuransi kerugian telah terbebas dari hal-hal yang
diharamkan oleh agama, yaitu bersih dari adanya”maghrib” (gharar, maisir, dan
riba). Sedangkan
asuransi konvensional dalam kegiatannya tidak lepas dari maisir (judi),
gharar, dan riba. Unsur judi terlihat dalam harapan tertanggung untuk menerima harta
jaminan atau tanggungan yang melebihi jumlah pembayaran preminya. Unsur
gharar terlihat dalam adanya ketidakjelasan perhitungan uang yang akan
diberikan, karena hal tersebut sangat tergantung kepada perkembangan saat
tanggungan itu harus dibayarkan oleh penanggung.
4.
Dari segi akad (perjanjian)
Akad yang
digunakan dalam asuransi syariah adalah akad tijarah atau akad tabarru’
(hibah). Dalam
asuransi konvensional akad yang digunakan adalah akad mu’awadhah,
5.
Dari segi
tanggungan resiko
Mekanisme
pertanggungan pada asuransi syariah adalah sharing
of risk (saling menaggung risiko). Apabila terjadi
musibah, semua peserta asuransi syariah saling menanggung satu sama lain. Sedangkan
dalam asuransi konvensional, mekanisme pertanggungannya adalah transfer of risk (memindahkan risiko),
yakni memindahkan risiko dari individu kepada perusahaan. Dan
itulah pada hakikatnya tujuan asuransi dalam asuransi konvensional[6].
6.
Dari segi
pengelolaan dana
Pada asuransi
syariah, untuk produk-produk yang mengandung unsur tabungan, dana yang
dibayarkan oleh peserta langsung dibagi dalam dua rekening. Yaitu rekening
peserta dan rekening tabarru’. Adapun mekanisme pengelolaan dana pada asuransi konvensional, tidak
ada pemisahan antara dana peserta dengan dana tabarru’. Semua
dana bercampur menjadi satu dan status dana tersebut adalah dana perusahaan.
7.
Dari segi
investasi dana
Dalam asuransi
syariah, investasi dana-dana yang terkumpul dari para peserta hanya diberikan
melalui instrumen yang menggunakan akad yang sesuai dengan syariat
islam. Sedangkan dalam asuransi
konvensional, baik menurut Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Menteri
Keuangan, investasi yang dilakukan didasarkan kepada sistem bunga.
8.
Dari segi
kepemilikan dana
Dalam asuransi
syariah, dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi
merupakan milik peserta (shahibul mal), sementara asuransi syariah hanya
sebagai pemegang amanah (mudharib) yang mengelola dana.. Sedangkan dalam asuransi
konvensional, seluruh dana yang terkumpul menjadi milik perusahaan. Perusahaan
bebas menggunakan dan menginvestasikannya ke mana saja .
9.
Dari segi premi
Premi pada
asuransi syariah terdiri atas unsur tabarru’ dan tabungan (untuk asuransi
jiwa), dan unsur tabarru’saja (untuk asuransi kerugian). Untuk tabarru’
pada asuransi jiwa, perhitungannya diambil dari tabel mortalitas (harapan
hidup), tanpa perhitungan bunga teknik, yang besarnya tergantung usia dan
perjanjian. Sedangkan pada asuransi konvensional, untuk premi terdiri atas
tabel mortalitas, bunga, dan biaya-biaya asuransi.
10.
Dari segi
kontribusi biaya
Dalam asuransi
syariah (jiwa), tidak ada pembebanan biaya dipotong dari iuran dana peserta
(premi). Dalam asuransi konvensional jenis asuransi jiwa, kontribusi biaya
sudah tercakup dalam premi peserta, dan
biasanya premi tahun pertama dan kedua habis terserap untuk biaya kontribusi,
terutama untuk komisi agen.
11.
Dari segi
sumber pembayaran klaim
Dalam asuransi syariah, sumber pembayaran
klaim diperoleh dari rekening tabarru’. Sedangkan pada
asuransi konvensional, sumber pembayaran klaim berasal dari rekening
perusahaan, yang sifatnya murni bisnis, dan tidak ada nuansa spiritual yang
melandasinya.
12.
Dari segi
keuntungan (profit)
Dalam asuransi
syariah, profit (laba) untuk asuransi kerugian, yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi
dan hasil investasi, bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan, melainkan
dilakukan bagi hasil antara perusahaan dengan peserta, sebagaimana yang telah
diakadkan di awal ketika baru masuk asuransi syariah.
Pada asuransi
konvensional, keuntungan yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi dalam
satu tahun (untuk asuransi kerugian) adalah keuntungan perusahaan, dan menjadi
milik perusahaan, yang dalam RUPS akhir tahun dibagikan kepada pemegang saham
atau dikembalikan lagi keperusahaan sebagai penyertaan modal.
2.7 Manfaat Asuransi
Mengikuti
program asuransi memberikan manfaat yang luas, baik untuk pribadi, keluarga,
masyarakat, maupun negara. Berikut ini beberapa manfaat mengikuti program
asuransi (materi Training Konsultan Asuransi Takaful Keluarga,1997)[7]:
a. Mendidik untuk berpandangan jauh ke hari
depan dan berencana
b. Menghilangkan rasa was-was terhadap
kerugian akibat terjadinya kejadian-kejadian yang tidak diharapkan datangnya
c. Membantu sesama dalam masalah finansial
d. Mencegah terjadinya keterbelakangan bagi
generasi penerus
e. Menanamkan loyalitas karyawan terhadap
perusahaan
f. Menghindarkan kebangkrutan usaha dan
merangsang produktivitas kerja
g. Menjadi sumber mobilitasdana untuk
pembangunan
h. Menekan inflasi dan memberikan kestabilan
moneter
i.
Menjadi salah satu sumber pemasukan pajak
KESIMPULAN
Asuransi
berasal dari bahasa Belanda “assurantic”, yang dalam hukum Belanda disebut “verzekering”,
yang artinya pertanggungan. Dari istilah “assurantic” bagi penanggung
dan “geassureerde” bagi tertanggung.
Para ahli
fiqh seperti Wahbah Az-Zuhaili mendefinisikan asuransi syariah sebagai
at-ta’min at-ta’awuni (asuransi yang bersifat tolong menolong) , yaitu
kesepakatan beberapa orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi
ketika salah seorang diantara mereka ditimpa musibah. Musibah itu dapat berupa
kematian, kecelakaan, sakit, kebakaran atau bentuk kerugian lain.
Pedoman umum asuransi syariah di Indonesia ditetapkan oleh Majelis
Ulama Indonesia melalui Fatma Dewan Syariah Nasional Nomor: 21/DSN MUI/X/2001
tertanggal 17 Oktober 2001.
Asuransi itu mengandung tiga unsur
utama yang bertransaksi dan terikat oleh suatu akad dan kesepakatan, yaitu: pertama, pihak tertanggung yang berjanji
akan membayar premi kepada pihak penanggung sekaligus atau dengan cara di
angsur. Kedua, pihak menanggung yang
akan berjanji membayar sejumlah uang atau mengganti kepada pihak tertanggung
sekaligus atau diangsur apabila ada unsur ketiga. Ketiga, suatu peristiwa yang belum terjadi, dan jenis peristiwa itu
disepakati oleh kedua belah pihak.
Dari sini dapat dipahami bahwa
perusahaan asuransi Islam dapat digambarkan sebagai syarikat perongsian untung
rugi antara perusahaan dengan nasabahnya, yang mana kedua belah pihak
bersepakat untuk saling menjamin (dalam bentuk finansial) atas kematian, kecelakaan,
kebakaran, kehilangan atau kerusakan harta benda yang mungkin menimpa salah
satu nasabahnya.
Ada juga beberapa ulama yang
memfatwakan bahwa asuransi itu mubah, ada juga yang mengharamkannya, dan ada
juga yang mubah dan yang haram.
DAFTAR PUSTAKA
·
Anwar,Khoiril.2007.Asuransi Syari’ah Halal &
Maslahat.Solo:TIGA SERANGKAI
·
Wardi,Ahmad.2010.Fiqh Muamalat.Jakarta: AMZAH
Komentar
Posting Komentar