Langsung ke konten utama

QIYAS



Pengertian
¨  Qiyas adalah mempersamakan suatu kasus yang tidak ada nash hukumnya dengan suatu kasus yang ada nash hukumnya, dalam hukum yang ada nash hukumnya, karena persamaan keduanya dalam illat hukumnya.

Contoh Qiyas
  1. Meminum khamar adalah kasus yang ditetapkan hukumnya oleh nash, yaitu keharaman yang ditunjuki oleh nash (Al-Maidah 90). Karena suatu illat yaitu memabukkan, maka semua miras yang terdapat illat memabukan disamakan hukumnya dengan khamar.
  2. Pembunuhan ahli waris terhadap orang yang mewariskan. Hadis: “orang yang membunuh tidak memperoleh bagian harta pusaka”, karena illat menyegerakan sesuat sebelum waktunya, maka ia dihukum tidak dapat bagian. Pembunuhan penerima wasiat terhadap orang yang memberi wasiat dihukum sama.
  3. Makruhnya Jual beli waktu adzan. Karena illat melalaikan salat, maka gadai, sewa dll. makruh, diqiyaskan dengan jual beli.

Ilustrasi Contoh Qiyas
¨  Asl                   : Khamr (Haram)
¨  Far’u                : Bir
¨  Hukum Asal    : Haram
¨  Illat                  : Memabukkan

Rukun-rukun Qiyas
  1. Al-Ashlu/maqis alaih/mahmul alaih/musyabbah bih: sesuatu yngg ada nash hukumnya.
  2. Al-far’u/maqis/al-mahmul/al-musyabbah: sesuatu yang tidak ada nash hukumnya.
  3. Hukum asl: hukum syara’ yang ada nasnya pada al-asl, dan ia dimaksudkan untuk menjadi hukum pada al-far’u.
  4. Al-Illat: suatu sifat yang dijadikan dasar untuk membentuk hukum pokok, dan berdasarkan adanya keberadaan sifat itu pada cabang, maka ia disamakan dengan pokoknya dari segi hukumnya.

Syarat Hukum Asl
  1. Ia merupakan hukum yang berkenaan dengan amal manusia yang ditetapkan berdasar syara’. Jika ditetapkan berdasar ijma’ maka ada 2 pendapat, yaitu, hukum tidak bisa dijangkaukan kepada kejadian lain dan sah menjangkaukan hukumnya.
  2. Hukum pokok termasuk sesuatu yang ada jalan bagi akal untuk menjangkau illatnya. Semua hukum ada illatnya, hanya saja ada hukum yang illatnya hanya dimonopoli Allah seperti bilangan rakaat, ukuran nisab zakat dll. Ada juga hukum yang illatnya dapat diketahui oleh manusia.
  3. Hukum itu tidak khusus baginya. Hukum pokok tidak khusus kecuali dalam 2 kondisi, yaitu apabila hukumnya tidak tergambarkan keberadaannya pada selain pokok, misalnya qasar salat bagi musafir, dan jika ada dalil yang menunjukkan terhadap pengkhususan hukum pokok kepadanya, misalnya Nabi menikahi lebih dari 4 perempuan.

Illat
  1. Definisi
  2. Syarat-Syarat
  3. Macam-macam
  4. Jalannya

Definisi Ilat
¨  Illat ialah suatu sifat yang terdapat pada suatu pokok yang menjadi dasar dari hukumnya, dan dengan sifat itulah dapat diketahui adanya hukum itu pada cabang. Illat ialah sesuatu yang memberitahukan adanya hukum.
¨  Hikmah hukum merupakan motivator atas pembentukan hukumnya dan sasaran yang hendak dicapai: yaitu kemaslahatan (menarik manfaat/menolak bahaya).
¨  Illat hukum adalah hal yang jelas dan pasti, yang dijadikan dasar hukum, dan hukum itu dikaitkan dengannya baik keberadaannya/ketidakadaannya. Qasar salat 4 rakaat menjadi 2, hikmahnya adalah meringankan dan menghilangkan kesulitan.
¨  Masing-masing illat dan sebab merupakan pertanda hukum. Masing-masing keduanya menjadi dasar hukum. Masing-masing terdapat hikmah bagi syari’ dalam mengkaitkan hukum dengannya dan mendasarkan hukum atasnya. Tetapi bila persesuaian dalam hubungan tsb termasuk hal yang dapat ditangkap oleh akal kita, ia disebut dengan illat, dan juga disebut sebab. Sebaliknya jika persesuaian itu termasuk hal yang tidak dapat ditangkap oleh akal kita, ia disebut dengan sebab dan tidak disebut illat. Misalnya, bepergian  mengqasar salat adalah illat dan sebab, terbenamnya matahari yang mewajibkan kefarduan salat magrib adalah sebab bukan illat.

Syarat-syarat Illat
  1. Berupa suatu sifat yang jelas. Artinya kejelasan sifat adalah bahwa sifat tsb haruslah berupa sesuatu yang dapat dijangkau oleh panca indera lahir. Misalnya mabuk dapat ditemukan keberadaannya pada khamr, dan dengan penginderaan dapat ditemukan keberadaannya pada minuman keras lainnya.
  2. Sifat harus pasti. Artinya, ia memiliki suatu hakikat yang tertentu yang terbatas, yang memungkinkan untuk dibuktikan keberadaannya pada cabang dengan tepat karena sebenarnya asas qiyas adalah persamaan cabang dan pokok pada aspek illat hukum pokok. Misal, pembunuhan sengaja yang dilakukan ahli waris terhadap orang yang mewariskannya.
  3. Sifat merupakan hal yang  sesuai. Maksud adalah kesesuaian sifat itu menjadi tempat dugaan untuk mewujudkan hikmah daripada hukum. Misalnya memabukkan adalah sesuai bagi pengharaman khamr, karena dalam pendasaran pengharaman atas memabukkan itu terdapat upaya memelihara akal.
  4. Sifat yang tidak terbatas pada asl. Artinya, sifat yang memungkinkan untuk dibuktikan pada sejumlah individu dan ditemukan pada selain pokok. Misalnya Hukum-hukum tidak bisa diberikan illat dengan berbagai kekhususan Rasul.

Pembagian Illat
  1. Munasib Muatsir (sifat yang sesuai yang memberikan pengaruh). Misalnya  haid adalah kotoran sebagai illat diharamkannya suami mendekati istri.
  2. Munasib Mulaim (Sifat yangs sesuai dan cocok). Misalnya keadaan masih kecil bagi tetapnya kewalian ayah dalam mengawinkan anak perempuan yang masih kecil dan perawan.
  3. Munasib Mursal (sifat yang sesuai lagi bebas). Misalnya kebijakan sahabat dalam membukukan al-Qur’an, pembuatan mata uang.
  4. Munasib mulgha (Sifat sesuai yang sia-sia). Misalnya persamaan anak laki-laki dan perempuan dalam kekerabatan untuk mempersamakan mereka dalam bagian harta waris.

Jalur Illat
  1. Nash: keillatan suatu sifat bagi suatu hukum ditetapkan berdasar nash. Misalnya firman Allah (al-baqarah: 222): “Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah! Haid ini adalah kotoran, oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid….”
  2. Ijma’: keillatan suatu sifat bagi suatu hukum ditetapkan berdasar ijma’. Misalnya illat kewalian kehartabendaan atas anak kecil adalah keadaannya yg masih kecil.
  3. AS-Sibr wat-Taqsim
            AS-SIBR: percobaan. Wat-Taqsim: pembatasan sifat-sifat yang layak untuk menjadi illat pada pokok. Misalnya pengharaman khamr, illatnya bisa memabukkan, terbuat dari anggur, keadaannya sebagai benda cair.

Kehujjahan Qiyas
  1. An-Nisa’ 59: “hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat mengenai sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Quran) dan Rasul (sunnahnya)”.
  2. Hadis muadz bin jabal yang berisi pertanyaan Rasul ketika Rasul mengutus Muaz ke negeri Yaman. Hadis tentang Umar yang menanyakan ciuman orang puasa tanpa mengeluarkan mani.
  3. Allah mensyariatkan hukum tidak lain untuk kemaslahatan.
       Nash ada habisnya sedangkan kejadian tidak ada habisnya
            dikuatkan oleh fitrah yang sehat dan logika yang benar                 

Sebagian kekaburan para penolak qiyas
  1. Perkataan bahwa qiyas didasarkan atas zann, sebagaimana illat hukum ini begini. Sesuatu yang didasarkan pada zann, bersifat zann juga. Dan Allah mencela orang yang mengikutdi zann, al-Isra’:36: “dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya.
  2. Qiyas dibangun atas dasar perbedaan pandangan mengenai pemberian illat berbagai hukum. Qiyas merupakan tempat perbedaan pendapat dan pertentangan. Hukum yang bijaksana tidak ada pertentangan diantara hukum-hukumnya.
  3. Hadis-hadis yang mencela ra’yu: “jauhkanlah dirimu dari ahli ra’yu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AL HAKIM, MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH

Oleh: Siti Farida Sinta Riyana (11510080); Nur Aufa Handayani (11510081); Ahmad Ali Masrukan (11519985); Mayura (11510096); dan Muryono ( 11511038) A.       Al Ahkam 1.         Pengertian Al-Ahkam (hukum), menurut bahasa artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu. Sedang menurut istilah ialah ‘Khithab (titah) Allah Swt. atau sabda Nabi Muhammad Saw. yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf , baik itu mengandung perintah, larangan, pilihan, atau ketetapan.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KHILAFIYAH

Disusun Oleh : Abdul Majid (111-11-074); Irsyadul Ibad (111-11-094);  dan Dwi Silvia Anggraini   (111-11-095) PENDAHULUAN Perbedaan selalu ada dalam kehidupan karena hal ini merupakan sunah Rasul yang berlaku sepanjang masa. Perbedaan juga terjadi dalam segi penafsiran dan pemahaman hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui hukum tidaklah sekaku dalam hal penerapannya pada masa awal islam, pada masa itu Nabi Muhammad sebagai tolak ukur  dan akhir dari setiap permasalahan yang ada pada masa itu. Akan tetapi perbedaan itu semakin jelas terlihat ketika era para sahabat dan para tabi’in yang ditandai dengan adanya berbagai aliran atau madzhab yang bercorak kedaerahan dengan tokoh dan kecenderungan masing-masing.

HUKUM SYAR’I (ا لحكم الشر عي)

OLEH: Ulis Sa’adah (11510046); Langga Cintia Dessi (11510089); dan Eka Jumiati (11510092) A.       HAKIKAT HUKUM SYAR’I Menurut para ahli ushul fiqh (Ushuliyun), yang dikatakan hukum syar’i ialah khitab (sabda) pencipta syari’at yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang mengandung suatu tuntutan, atau pilihan atau yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.