Langsung ke konten utama

MEMBUKA TANAH (IHYA’UL MAWAT) dan BARANG TAMBANG (MA’ADIN)




Oleh : Kelompok 5 (kelas E)
(Ahmad Zamroni 111-11-169; Faizatun 111-11-196; Ma’rifatus Sa’adah 111-11-226)

  1. Ihyaul Mawat (Membuka Lahan Baru)
  1. Pengertian dan Hukum Ihyaul Mawat (Membuka Lahan Baru)
Ihyaul mawat adalah membuka lahan atau tanah mati dan belum pernah ditanami sehingga tanah tersebut dapat memberikan manfaat untuk tempat tinggal, bercocok tanam, dan sebagainya. Misalnya membuka hutan untuk pertanian.

Membuka tanah hukumnya ja’iz (boleh) dengan dua syarat, yaitu:
1. Orang yang membuka harus islam.
2. Tanah yang dibuka masih bebas
Sabda Rosulullah:
مَنْ اَحيا اَرْضًا مْيتةً فَلهُ فيهَا اَجرٌ، وَما اكَلَهُ اَلعوافِي فَهوَ لَهُ صَدَقَةً. (رواه النسائي وصححه ابن حبان)
Artinya: “ Barang siapa yang membuka tanah yang belum ada pemiliknya (mati) maka dia mendapat pahala, dan apa-apa yang dimakan (tanamanya) maka hal itu adalah merupakan shadaqoh baginya” (H.R. Nasa’I dan disahkan oloeh Ibnu HIbban).
مَنْ اَحْيَا اَرْضًا مَيِّتة فَهي له (رواه التر مذي)
Artinya: Brangsiapa yang membuka tanah baru, maka tanah itu menjadi pemiliknya. (H.R. Tirmidzi)
Apabila tanah yang dibuka itu milik seseorang, maka hal itu tidak diperbolehkan kecuali dengan izin yang punya.
Sabda Rosulullah SAW:
عَنْ سَعيدِ بنِ زيدٍ رضي الله عنه اَنَّ رسوُل الله صل الله عليه وسلم قال: مَنِ اقتَطعَ شِبْرًا مِنَ اَلاْرضِ ضُلْمًا طَوّ قَهُ اللهُ اِيّاهُ يَوْم القيامةِ مِنْ سَبعِ اَرَاضِيْنَ (رواه بخاري و مسلم)
Artinya: “ Said bin zaid r.a berkata: “ Rosulullah SAW bersabda: “ Brangsiapa yang merampas sejengkal tanah dibumi ini dengan cara aniaya, Allah akan mengalungkan tanah yang dirampasnya itu kelehernya diharikiamat, dan ketujuh petala bumi” (H.R. Bukharidan Muslim)

  1. Syarat-Syarat Membuka Tanah
Lahan atau tanah boleh dianggap tak bertuan dengan syarat bahwa tanah tersebut jauh dari bangunan perumahan (lingkungan masyarakat), sehingga ditanah itu tidak ada fasilitas bangunan dan tidak ada dugaan ada orang yang menghuninya.Untuk mendasari hak pembukaan lahan atau tanah kosong tersebut kembali pada adat kebiasaan yang berlaku, terutama untuk mengetahui pengertian jauh dari bangunan perumahan. Dalam membuka lahan baru caranya diserahkan kepada kebiasaan setempat biasa ditandai dengan patok, pager keliling dengan dibuatkan pintu masuk atau dengan ditanami pepohonan.
Apabila seseorang telah memulai pekerjaan memberikan tanda atau batas sebidang tanah, maka ia lebih berhak memiliki tanah itu dengan syarat:
  1. Tanah itu tidak lebih dari sekedar keperluan. Bila lebih orang lain boleh mengambil kelebihan.
  2. Dia yakin sanggup dan cukup peralatan untuk mengelolanya. Jadi bukan semata-mata untuk menguasai tanah.

  1. Gugurnya Hak Atas Lahan Tanah
Bila ada tanah yang telah dipatok atau ditandai tetapi tidak segera dikelola, maka penguasa dinegeri itu boleh memperingatkan dengan memberikan batas waktu(3 tahun). Dan jika waktu yang ditentukan telah selesai namun tidak juga tanah itu dikelola maka haknya batal(gugur) dan orang lain berhak mengelolanya.
Riwayat dari Salim bin Abdullah bahwa Umar bin Khattab r.a berpidato diatas mimbar, “ Barangsiapa yang membuka lahan (tanahbaru), maka tanah itu menjadi miliknya. Namun, apabila tanah tersebut diabaikanya lebih dari 3tahun, tanah tersebut bukan lagi menjadi haknya. Karena banyak sekali orang yang setelah membuka lahan baru tanpa mengelol atau menggarap lagi.
Riwayat dari thawwus, Rosulullah besabda:
عَا دِيُ اْلاَرضِ للهِ وللرَسُولِ ، ثُمّ لَكُم مِنْ بَعدُ، فَمَنْ اَحْيا اَرضًا مَيّتةً فَهيَ لهُ وَ لَيسَ لِمُحْتَحِرٍ، بَعدَ ثَلاثِ سِنيِن
Artinya: “Tanah-tanah lama yang pernah ditinggalkan maka menjadi milik Allah dan Rosul-Nya, kemudian untuk kalian sesudah masa tersebut. Barangsiapa orang yang membuka lahan atau tanah baru, maka tanah itu menjadi miliknya dan tidak memiliki hak lagi apapila selama 3 tahun diabaikanya.” (H.R. Abu Ubaid dalam kitab al amwal).

  1. Membuka Lahan Orang Lain tanpa Mengetahui Statusnya
Pada masa umar bin khattab dan umar bin abdul aziz diberlakukan apabila seseorang membuka sebidang tanah yang ia duga kuat sebagai tanah tidak bertuan. Kemudian datang seseorang yang membuktikan bahwa tanah itu miliknya, maka ia boleh memilih dalam persoalan tersebut, antara meminta pengembalian tanah tersebut dari orang yang menggarapnya setelah ia membayar upah kerja, atau ia memindahkan kepemilikan kepada penggarap setelah ia menerima kompensasi bayaran. Tentang hal tersebut Rosulullah SAW bersabda,
مَنْ اَحيَا اَرْضًا مَيْتةً فَهيَ لَهُ ، وَلَيْسَ لِعِرْقٍ ضَالِمٍ حَقٌّ.
Artinya:”Barangsiapa yang membuka lahan (tanah) yang gersang, maka tanah itu menjadi miliknya, dan untuk jerih payah orang dhalim maka ia tidak mempunyai hak apapun juga.”


  1. Distribusi Tanah, Hasil Tambang dan Air
Penguasa (pemerintah) yang adil dibolehkan untuk membagi-bagikan tanah yang gersang, lahan tambang alam dan air kepada individu-individu selama dibutukan dan guna kepentingan public tertentu. Rosulullah dan para khalifah setelahnya mempraktekkan hal tersebut.
Abu yusuf berkata:”Kabar-kabar tersebut benar adanya bahwa Rosulullah telah membagi-bagikan tanah, lahan tambang, dan air. Demikian pula para khalifah sesudahnya. Rosulullah memandang hal tersebut berguna karena dapat menumbuhkan kecintaan akan islam, disamping tanah tersebut akan dikelola dengan baik.
Para khalifah melanjutkan praktek tersebut yang dianggap sebagai langkah strategis untuk memperkaya dunia islam sekaligus melumpuhkan musuh. Praktek tersebut dianggap sebagai yang terbaik. Jika tidak, para khalifah tidak akan mempraktekanya dan mendistribusikan hak-hak publik muslim.
Pencabutan Hak Milik Atas Tanah Terbengkalai
Penguasa membagi-bagikan tanah, hasil tambang, dan air, tujuannya hanya demi kemaslakhatan publik. Jika kemaslakhatan tidak tercapai. Namun apabila tanah terbengkalai karena pihak yang mendapat distribusi tidak mengelolanya dengan baik, hak milik atas tanah boleh dicabut oleh penguasa.
Dalam sebuah riwayat terdapat hal-hal seperti berikut:
  1. Daru Umar bin Syu’aib, dari bapaknya, “ Rosulullah mendistribusikan sebidang tanah kepada beberapa anggota masyarakat muzainah atau juhainah. Namun, mereka tidak mengelola atau menggarapnya dengan baik. Kemudian dating sekolompok yang mengelolanya. Masyarakat juhainah atau muzainah mengadukan hal tersebut kepada umar bin khattab. Umar berkata,” kalau tanah tersebut aku atau abu bakar yang mendistribusikan, niscaya aku akan mengambilnya kembali akan tetapi dari Rosulullah SAW. Sendiri yang membagikanya.” Umar melanjutkan,” barangsiapa yang memiliki tanah hasil distribusi kemudian ia mengabaikanya selama 3 tahun dan ada pihak yang mengelolanya dengan baik, maka pihak tersebut lebih berhak atas tanah distribusi tersebut.”
  2. Dari Haris bin Hilal bin Haris al Muzanni, dari bapaknya, bahwaRosulullah SAW mendistribusikan seluruh tanah di daerah aqiq. Kemudian ia berkata,” pada zaman umar dahulu, ia berkata kepada bilal,” sesungguhnya Rosulullah tidak memberimu bagian tanah hanya agar kamu menguasainya, akan tetapi untuk di kelola. Oleh karena itu, ambil bagian tanah yang mampu kau garap, dan kembalikan sisa tanah tersebut.”

  1. Barang Tambang (Ma’adin)
  1. Definisi Barang Tambang
Barang tambang adalah benda-benda yang dihasilkan dari dalam tanah dan dibutuhkan oleh semua manusia, untuk tujuan yang berbeda-beda. Seperti emas dan perak yang Allah titipkan didalam tanah terlihat atau tidak, dan ma’din pada asalnya nama tempat. diambil dari kata ‘adn yang atinya tinggal diantara surga.
  1. Jenis-jenis Barang Tambang
Barang tambang yang dikeluarkan dari dalam tanah terbagi menjadi dua jenis, yaitu barang tambang secara zhahir (yang terlihat) dan bathin (yang tak terlihat).
  1. Barang Tambang yang Terlihat
Yaitu barang tambang yang keluar tanpa ada proses sebab nilai perhiasannya, sudah terlihat tanpa ada usaha dan hanya perlu mencari, terkadang susah terkadang mudah. Beberapa barang tambang yang keluar dari dalam tanah yaitu:
  • Minyak mentah (nifth). Az-Zarkasyi mengatakan, ia adalah minyak yang ada di atas air dalam mata air dan dalam kamus Ash-shihah dia adalah nama untuk minyak yang sdah dikenal orang.
  • Belerang, yaitu air yang mengalir dan jika dia membeku, maka menjadi belerang, berwarna putih kekuningan, keruh, dan merah. Tempatnya ada dibelakang lembah semut yang pernah dilewati oleh Nabi Sulaiman a.s. dan bercahaya dari tempatnya dan jika dipindahkan, maka hilang sinarnya. Dikatakan yang merah adalah permata. Oleh sebab itu, maka menjadikannya sebagai perumpamaan untuk kemuliaan dan yang langka, mereka mengatakan dia lebih bagus dari belerang merah.
  • Gala-gala
  • Mumi, yaitu sesuatu yang dilemparkan laut ke tepi pantai lalu dia membeku dan menjadi seperti gala-gala. Ada yang mengatakan mumi adalah batu hitam yang ada di Yaman yang berlubang, adapun yang dibuat dari tulang orang yang sudah meninggal, maka hukumnya najis atau terkena najis.
Jika mumi merupakan sesuatu yang dilemparkan oleh laut ketepi pantai, maka anbar (sejenis minak wangi) yang tumbuh didasar laut lalu dibawa ombak kepermukaan sampai kedaratan.
  • Batu untuk membuat periuk masak dan batu untuk membuat tempat menumbuk.

Hukum memiliki barang tambang yang terlihat
Barang tambang ini tidak bisa dijadikan hak milik dengan cara menggarap tanah tak bertuan, dan tidak bisa dijadikan hak khusus dengan cara memberi tanda dan tidak ada pemberian dari penguasa sebab hak bersama baik muslim atau kafir. Seperti air dan rumput. Sabda Nabi Muhammad SAW, “memberi sebidang tanah kepada seorang sahabat di kawasan bergaram di Ma’rib1, kemudian dia berkata kepada Nabi, “Ya Rosulullah dia seperti air jernih.” Lalu Nabi berkata: “jika begitu jangan.” Diriwayatkan oleh penulis kitab-kitab sunan yang empat dan Ibnu Majah.
Oleh sebab itu, tidak boleh bagi imam untuk memberikan sebidang tanah atau memberi tanda tanah untuk mengambil kayu bakar dan hewan buruan, dan koam untuk mengambil ikannya baik pemberian bersifat pemberian hak milik atau hak garap saja.
  1. Barang Tambang yang Tidak Terihat
Adalah barang tambang yang harus melalui proses. Seperti emas, perak, besi, baja, timah, fairus, dan batu akik yakut dan semua jenis permata yang ada di dalam lapisan tanah.

Hukum memiliki barang tambang yang terlihat
Barang tambang ini tidak bisa dimiliki oleh manusia, kecuali dengan syarat-syarat sbb:
Pertama, ia bisa dmiliki setelah menggali dan berusaha. Menurut pendapat yang lebih kuat, namun bisa dimiliki dengan eksploitasi dan mengeluarkannya sebagaimana barang tambang yang tampak yang tidak bisa dimiliki oleh orang yang menggarap sesuatu sesuai dengan tujuannya.2
Kedua, bisa dimiliki dengan niat memiliki sebagaimana dengan menggarap tanah yang tidak bertuan, dan perbedaannya dengan yang pertama bahwa tanah tidak bertuan bisa dimiliki jika dikelola. Sedangkan menggali barang tambang adalah bentuk penghancuran dan tanah tidak bertuan jika dimiliki si pengelola tidak perlu bekerja dan barang tambang terletak didalam lapisan tanah setiap hari perlu di gali dan usaha.3
Merujuk pendapat yang membolehkannya menjadi hak milik tanpa harus melakukan usaha eksploitasi, maka harus ada niat memiliki dan sampai keluar barang tambangnya, apabila belum keluar berarti baru menandai.
Sementara menurut pendapat yang tidak membolehkan menjadi hak milik, maka dia yang lebih berhak. Adapun tempat barang tambang itu tidak boleh digali dan berusaha secara mutlak.

  1. Beberapa masalah penting terkait dengan Barang Tambang, adalah sebagai berikut:
  1. Jika ada dua orang yang berselisih tentang barang tambang yang keluar dari dalam tanah dan hasilnya tidak mencukupi keduanya, maka lebih diutamakan yang pertama, mengambil sesuia kebutuhannya dan untuk menentukan hajat diukur dengan adat kebiasaan yang ada.
  2. Jika dia menggarap tanah tak bertuan lalu muncul barang tambang biak yang tampak atau tidak, maka dialah yang berhak memilikinya beserta lokasinya karena lokasi tersebut menjadi hak miliknya dengan cara ihya’. Jika dia mengetahui barang tambang tersebut sesudah dibuat rumah, maka dia tidak berhak sedikitpun atas barang tambang itu ataupun tanahnya karena menurut pendapat yang lebih kuat, hal tersebut sudah merusak. Sebab barang tambang tidak bisa dijadikan rumah, lahan pertanian, dan kebun.


  1. Jenis-jenis dan Proses Pemanfaatan Barang Tambang
Bahan tambang dapat diolah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Adapun pemanfaatannya antara lain sebagai berikut:
  • Besi dapat digunakan untuk membuat jembatan, jalan kereta api, kons truksi bangunan, dan industri mobil.
  • Aluminium merupakan logam yang ringan dan kuat yang digunakan untuk membuat badan pesawat terbang, kapal laut, alat dapur, perkakas rumah tangga, uang logam, dan sebagainya.

  • Timah digunakan sebagai bahan untuk membuat kaleng, tube, bahan pelapis besi agar tidak berkarat dan untuk patri. Logam ini sangat lunak sehingga dapat dibuat sangat tipis hampir serupa dengan kertas. Kertas timah dipakai untuk pembungkus rokok dan permen.
  • Nikel untuk bahan campuran dalam industri besi baja agar kuat dan tahan karat.
  • Tembaga untuk bahan kabel dan industri barang-barang perunggu dan kuningan.
  • Emas dan perak untuk bahan perhiasan.
  • Seng dan Plumbum untuk atap rumah dan industri rumah tangga.
  • Intan sebagai bahan perhiasan dan pemotong kaca.
  • Minyak bumi untuk penerangan rumah, tenaga penggerak mesin pabrik, untuk bahan bakar kendaraan bermotor.
  • Gas alam untuk bahan bakar rumah tangga dan industri.
  • Batu bara sebagai bahan bakar pemberi tenaga dan bahan mentahuntuk cat, obat-obatan, wangi wangian, dan bahan peledak.
  1. Peranan Tambang Dalam Pembangunan Indonesia
Indonesia terkenal sebagai negara yang kaya raya akan bahan tambang. Bahan tambang di Indonesia ditemukan di darat dan di laut. Untuk mendapatkan serta mengolah bahan tambang tersebut diperlukan banyak modal, tenaga ahli, dan teknologi tinggi. Pemerintah menghimpun kesemuanya ini dari dalam maupun dari luar negeri.
Peranan barang tambang dan bahan galian dalam pembangunan Indonesia sebagai berikut:
a. Mengurangi pengangguran karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja.
b. Menambah pendapatan negara karena bahan tersebut dapat di ekspor ke luar negeri.
c. Memajukan industri dalam negeri.
d. Memajukan bidang transportasi dan komunikasi di Indonesia.


KESIMPULAN

  1. Ihyaul mawat adalah membuka lahan atau tanah mati dan belum pernah ditanami sehingga tanah tersebut dapat memberikan manfaat untuk tempat tinggal, bercocok tanam, dan sebagainya. Misalnya membuka hutan untuk pertanian.
  2. Rosulullah SAW menganjurkan untuk membuka tanah seperti dalam sabda beliau: “Barangsiapa yang membuka lahan (menyuburkan) yang gersang, maka tanah itu menjadi miliknya.” (H.R Abu Dawud, an-Nasa’I, dan Tirmidzi).
  3. Membuka tanah hukumnya ja’iz (boleh) dengan dua syarat, yaitu:
  1. Orang yang membuka harus islam.
  2. Tanah yang dibuka masih bebas
  1. Penguasa (pemerintah) yang adil dibolehkan untuk membagi-bagikan tanah yang gersang, lahan tambang alam dan air kepadain dividu-individu selama dibutukan dan guna kepentingan publik tertentu. Rosulullah dan para khalifah setelahnya mempraktekkan hal tersebut.
  2. Barang tambang adalah benda-benda yang dihasilkan dari dalam tanah dan dibutuhkan oleh semua manusia, untuk tujuan yang berbeda-beda. Seperti emas dan perak yang Allah titipkan didalam tanah terlihat atau tidak, dan ma’din pada asalnya nama tempat.
  3. Barang tambang terbagi menjadi dua jenis, yaitu barang tambang yang dapat terlihat dan tidak terlihat.




DAFTAR PUSTAKA

  1. Sabiq, Sayid. 2004. Fiqih Sunnah Jilid 4. Pena Pundi Aksara: Yogyakarta.
  2. Moh. Azzam, Prof.Dr. Abdul Aziz.Fiqh Muamalat. Amzah. Jakarta: 2010.
  3. Al Aziz S., Ust. Drs. Moh. Saifulloh. Fiqih Islam Lengkap. Terbit Terang. Surabaya.
  4. http://ssbelajar.blogspot.com/2012/04/jenis-proses-pemanfaatan-dan-peranan.html


1 Ma’rib nama satu tempat di Yaman

2 Prof.Dr.Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), hal 386

3 ibid


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

AL HAKIM, MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH

Oleh: Siti Farida Sinta Riyana (11510080); Nur Aufa Handayani (11510081); Ahmad Ali Masrukan (11519985); Mayura (11510096); dan Muryono ( 11511038) A.       Al Ahkam 1.         Pengertian Al-Ahkam (hukum), menurut bahasa artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu. Sedang menurut istilah ialah ‘Khithab (titah) Allah Swt. atau sabda Nabi Muhammad Saw. yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf , baik itu mengandung perintah, larangan, pilihan, atau ketetapan.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KHILAFIYAH

Disusun Oleh : Abdul Majid (111-11-074); Irsyadul Ibad (111-11-094);  dan Dwi Silvia Anggraini   (111-11-095) PENDAHULUAN Perbedaan selalu ada dalam kehidupan karena hal ini merupakan sunah Rasul yang berlaku sepanjang masa. Perbedaan juga terjadi dalam segi penafsiran dan pemahaman hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui hukum tidaklah sekaku dalam hal penerapannya pada masa awal islam, pada masa itu Nabi Muhammad sebagai tolak ukur  dan akhir dari setiap permasalahan yang ada pada masa itu. Akan tetapi perbedaan itu semakin jelas terlihat ketika era para sahabat dan para tabi’in yang ditandai dengan adanya berbagai aliran atau madzhab yang bercorak kedaerahan dengan tokoh dan kecenderungan masing-masing.

HUKUM SYAR’I (ا لحكم الشر عي)

OLEH: Ulis Sa’adah (11510046); Langga Cintia Dessi (11510089); dan Eka Jumiati (11510092) A.       HAKIKAT HUKUM SYAR’I Menurut para ahli ushul fiqh (Ushuliyun), yang dikatakan hukum syar’i ialah khitab (sabda) pencipta syari’at yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang mengandung suatu tuntutan, atau pilihan atau yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.