Oleh: Maharani Dyah N (11110009); Nurul Arofah (11110161); Fatchur Rohman (11111070); Ninik Himawati (11111127)
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Manusia
adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi. Dengan berinteraksi, mereka
dapat mengambil dan memberikan manfaat. Salah satu praktek yang merupakan hasil
interaksi sesama manusia adalah terjadinya jual beli yang dengannya mereka
mampu mendapatkan kebutuhan yang mereka inginkan. Islam pun mengatur
permasalahan ini dengan rinci dan seksama sehingga ketika mengadakan transaksi
jual beli, manusia mampu berinteraksi dalam koridor syariat dan terhindar dari
tindakan-tindakan aniaya terhadap sesama manusia, hal ini menunjukkan bahwa
Islam merupakan ajaran yang bersifat universal dan komprehensif.Melihat paparan
di atas, perlu kiranya kita mengetahui beberapa pernik tentang jual beli yang
patut diperhatikan bagi mereka yang kesehariannya bergelut dengan transaksi
jual beli, bahkan jika ditilik secara seksama, setiap orang tentulah bersentuhan
dengan jual beli. Oleh karena itu, pengetahuan tentang jual beli yang
disyariatkan mutlak diperlukan.
2.
Rumusan Masalah
a.
Apakah yang disebut dengan
Jual Beli?
b.
Apakah Rukun dan Syarat
jual beli?
3.
Tujuan
a.
Untuk mengetahui
pengertian Jual Beli
b.
Untuk mengetahui Rukun dan
Syarat Jual Beli
Bab II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Jual Beli
Secara etimologis, jual
beli menurut bahasa berarti al-bai’,al-tijarah, dan al-mubadalah. Atau berarti
( menukar/mengganti sesuatu dengan sesuatu) .dengan
tujuan memindahkan kepemilikan, dengan mengucapkan ataupun perbuatan yang
menunjukkan terjadinya transaksi
2. Rukun dan Syarat Jual Beli
Rukun Jual beli
mencakup pejual dan pembeli, benda yang dijual atau dibeli serta ijab Kabul.
a. Penjual dan pembeli
Syarat penjual dan pembeli, antara lain
1) akil (berakal sehat)
2) balig (dewasa);
3) atas kehendak sendiri
b. Benda yang Dijual atau Dibeli
Syarat benda yang dijual atau dibeli adalah
sebagai berikut
1) Benda yang dijual/dibeli dalam keadaan suci,
sedangkan bangkai tidak boleh dijual
2) Ada manfaatnya.
3) Barang yang
diserahkan, tidak sah menjual barang yang tidak dapat diserahkan kepada
pembeli. Misalnya, ikan di laut dan burung di udara.
4) Barang tersebut
merupakan kepunyaan si penjual, yang diwakilinya, atau yang mengusahakannya.
5) Barang tersebut
diketahui si penjual ataupun si pembeli, baik zat, bentuk, kadar (ukuran),
maupun sifat-sifatnya sehingga antara keduanya tidak akan terkecoh.
c. Ijab Kabul
Ijab adalah perkataan
penjual. Misalnya, “Saya jual barang ini dengan harga sekian. “ Kabul adalah
perkatan pembeli. Misalnya, “Saya beli barang ini dengan harga sekian.”
3.
Dasar
Hukum
Hukum jual beli adalah sebagai berikut:
a. mubah (boleh), merupakan hukum asal jual
beli
b. wajib, misalnya
seorang kadi/hakim menjual harta muflis, yaitu orang yang banyak hutangnya dari
pada hartanya;
c. haram, misalnya menjual barang yang akan
digunakan untuk keperluan maksiat;
d. sunah, misalnya jual
beli kepada kerabat, sahabat, dan kepada orang lain yang sangat membutuhkan barang
tersebut.
4. Macam-macam jual beli :
1.
Jual Beli yang dilarang
Jual beli yang tidak sah menurut rukun atau syaratnya
adalah sebagai berikut:
·
Menjual
air mani hewan jantan Rosulullah saw.
Bersabda sebagai berikut Artinya
“Sesungguhnya
Nabi saw. Melarang menjual pejantan.”(H.R.Muslim dan Nasa’i)
·
Menjual
suatu barang yang baru dibelinya, sebelum barangnya diterima Rosululllah bersabda sebagai berikut Artinya
“Janganlah
engkau menjual sesuatu yang engkau beli sebelum engkau terima.”
(H.R. Ahmad dan Baihaqi)
·
Menjual buah-buhahan
sebelum saatnya dipetik atau dipanen sehingga dikhawatirkan rusak atau
busuk.Rosululllah bersabda sebagai berikut Artinya
“Nabi
saw telah melarang menjual buah-buahan sebelum tampak masak (pantas ambil). (Muttafaq Alaih)
Jual Beli yang Sah,
tetapi Terlarang
2. Jual beli yang sah,
tetapi terlarang adalah sebagai berikut :
·
Membeli
barang dengan harga lebih mahal dari pada harga pasar dengan tujuan orang lain tidak dapat membeli barang tersebut
·
Membeli
barang yang sudah dibeli orang lain, tetapi masih dalam masa khiar (memilih).
·
Membeli
barang untuk ditahan(ditimbun) agar dapat dijual kembali dengan harga lebih mahal.
·
Menjual
barang yang berguna, tetapi kemudian dijadikan alat maksiat oleh yang
membelinya.
·
Jual
beli yang disertai unsur penipuan dari pihak penjual maupun pembeli.
Di dalam fikih Islam
terdapat konsep khiar, yaitu memilih untuk ,meneruskan atau membatalkan akad
jual beli. Tujuannya adalah agar kedua belah pihak dapat memikirkan kemaslahatan
masing-masing sehingga tidak terjadi penyesalan di kemudian hari.
Adapun macam-macam
khiar ada tiga, yaitu khiar majelis, khiar syarat, dan khiar ‘aibi.
a. Khiar majelis adalah si
pembeli dan si penjual boleh memilih meneruskan atau mengurungkan selama
keduannya masih dalam satu tempat jual beli.
b.
Khiar syarat adalah khiar yang dijadikan
syarat pada waktu akad oleh penjual dan pembeli atau oleh seorang dari
keduannya.
c.
Khiar
‘aibi adalah pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya apabila barang
itu terdapat cacat sehingga mengurangi kualitas barang..
6. Hikmah dan Manfaat Jual Beli
Banyak manfaaat dan hikmah jual beli,
diantaranya :
1. Dapat menata struktur
kehidupan masyarakat
yang
menghargai hak milik orang lain.
2. Dapat memenuhi kebutuhan
atas dasar kerelaan atau suka sama suka.
3. Masing-masing pihak merasa puas.
4. Dapat menjauhkan diri dari memakan atau
memiliki barang yang haram(batil).
5. Penjual dan pembeli mendapat rahmat Allah.
6. Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
7. Melaksanakan Jual
Beli yang benar dalam kehidupan.
Jual Beli itu merupakan
bagian dari pada ta”awun (saling tolong menolong). Bagi pembeli menolong
penjual yang membuuhkan uang, sedangkan bagi penjual juga berarti enolong
pembeli yang sedang membutuhkan barang. Karenanya jual beli itu adalah
perbuatan yang mulia dan pelakunya mendapatkan ridha dari Allah, bahkan
Rasulullah menegaskan bahwa penjual yang jujur dan benar kelak diakhirat akan
ditempatkan bersama para Nabi, syuhada dan orang-orang shaleh. Akan tetapi lain halnya
apabila didalam jual beli itu terdapat unsure kedzaliman, seperti berdusta,
mengurangi takaran, dan lainnya. Maka tidak lagi bernilai ibadah, tetapi
sebaliknya yaitu perbuatan dosa. Untu menjadi pedagang yang jujur itu sangat
berat, tetapi harus disadari bahwa kecurangan dan kebohongan itu tidak ada
gunanya. Jadi usaha yang baik dan jujur itulah yang paling menyenangkan yang
nantinya akan mendatangkan keberuntungan, kebahagiaan dan sekaligus Ridha
Allah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jual beli menurut
bahasa berarti menukar/mengganti sesuatu dengan sesuatu. Sedangkan menurut istilah adalah
Menukar barang dengan barang atau barang dengan uangdenga jalan melepaskan hak milik
yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.
Rukun jual beli
• Akad, yaitu Ikatan kata antara penjual dan pembeli
• Penjual dan pembeli
• Ma’kud alaih(objek akad) / Benda-benda yang diperjual belikan
Syarat sah ijab Kabul :
• Jangan ada yang memisahkan,
• Jangan diselangi kata-kata lain antara ijab dan kabul.
• Beragama islam.
Jual Beli yang dilarang
Barang yang dihukumkan najis oleh agama seperti anjing, babi, berhala, bangkai dan khamar.
Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh keturunan, jual beli ini haram hukumnya
Rukun jual beli
• Akad, yaitu Ikatan kata antara penjual dan pembeli
• Penjual dan pembeli
• Ma’kud alaih(objek akad) / Benda-benda yang diperjual belikan
Syarat sah ijab Kabul :
• Jangan ada yang memisahkan,
• Jangan diselangi kata-kata lain antara ijab dan kabul.
• Beragama islam.
Jual Beli yang dilarang
Barang yang dihukumkan najis oleh agama seperti anjing, babi, berhala, bangkai dan khamar.
Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh keturunan, jual beli ini haram hukumnya
-
Jual
beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya.
-
Dapat
memenuhi kebutuhan atas dasar kerelaan atau suka sama suka.
-
Dapat
menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang haram(batil)
-
Penjual dan pembeli mendapat rahmat Allah.
-
Menumbuhkan
ketentraman dan kebahagiaan .
Saran
Demikian makalah ini penulis susun, dengan
harapan semoga ada manfaatnya bagi pembaca, khususnya bagi penulis sendiri.
Saran-saran dan kritik yang bersifat konstruktif
sangat penulis harapkan untuk melengkapi makalah ini dan untuk kemajuan ilmu
pengetahuan kedepan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Rasjid,H. sulaiman, FIQIH
ISLAM, Sinar baru algensindo bandtang 2011.
2.
Qardhawi,Dr. Yusuf, Halal
Haram dalam Islam, Era Intermedia,solo 2003.
siti asiyah
BalasHapus11111014
PAI F
seperti pembahasan presentasi kemarin, kebiasaan dalam jual beli yang tidak seharusnya di lakukan oleh masyarakat sekarang seperti halnya jual beli buah yang belum pada saatnya berbuah (tebas). untuk itu bagaimana upaya kita sebagai seorang muslim bahkan sebagai calon guru PAI mengingatkan atau mengubah bahwa apa yang dilakukan oleh masyarakat tsb di dalam syariat islam itu tidak boleh?
ACHMAD RIFAI
BalasHapus11111028
KELAS PAI F
saya ingin berpendapat sedikit tentang pembahasan makalah yang kemaren, ada pertanyaan bahwa bagaimana hukumnya orang yang jual beli buah yang belum pada saatnya?, bahwa kejadian seperti itu sangat wajar dan hal kebiasaan yang sangat salah kaprah dalam kehidupan masyarakat, mungkin dalam syari'at islam hal sprti itu jelas dilarang, tetapi dalam kehidupan sehari-hari mngkin ada yang membolehkan karena Tergantung ada manfaat atau tidaknya, contoh : seperti halnya orang yang menjual buah masih pentil tapi cuma satu biji saja, jelas itu dilarang karena tidak ada manfaatnya sama sekali. Berbeda dengan orang yang menjual buah pentil yang banyak tpi masih dalam pohonnya, itu jelas mungkin ada yang membolehkan karena mungkin orang itu membelinya pada saat itu karena ingin menunggunya buah tersebut sampai masak sehingga ia akan memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Achmad Rifai dan Siti Aisiah: apa yang ada berdua sampaikan ada benarnya. Memang demikian pendapat dari ulama, sebagain besar ulama menolak jual beli buah yang masih muda (pentil) untuk dipanen suatu saat nanti. Hal ini karena ada unsur gharar dan kemungkinan merugikan salah satu pihak. Keterangan ini bisa dibaca dalam kitab As-Syarwani Juz VI, I'anatut Thalibin; Iqna'; Fiqh Empat Madzhab. Rasulullah juga melarang jual beli yang demikian. Jika masih mau memaksakan tentu harus ada aqad yang berbeda. Misalnya Saya jual buah ini (pada usia buah saat itu) dengan harga sekian); kemudian ada aqad penitipan buah pada tangkainya dengan kontrak yang lain tentunya dengan kesepakatan harga. wallahu a'lam
BalasHapus