Periode Makkah
} Fokus pada proses penanaman tata nilai tauhid, seperti
iman kepada Allah, rasul-Nya, hari kiamat, dan perintah untuk berakhlak mulia,
kebersamaan, menepati janji dan menjauhi kerusakan akhlak, seperti: zina,
pembunuhan dan penipuan.
} Mengapa demikian? Karena kondisi sosial-budaya masyarakat
Arab dalam kondisi terrendah.
} Proses pembentukan akhlaq dan dasar-dasar hukum.
Periode Madinah
} Kondisi masyarakat berbeda dengan di Makkah. Islam lebih
diterima.
} Islam berkembang tidak hanya menjadi komunitas agama,
namun juga sosial-politik.
} Periode Madinah dikenal dengan perode penataan dan
pembentukan hukum Islam.
} Ayat-ayat Al-Qur’an turun bukan hanya tentang ketahuidan,
tetapi banyak tentang hubungan antar manusia (muamalah), hukum personal (ahwal
asy-syahsiyyah), dan tata sosial-politik.
Aspek Pembentukan Hukum
} Metode Nabi menjelaskan hukum. Ada kalanya para sahabat
bertanya, kemudian Nabi menjelaskan (memberi fatwa) atau menunggu wahyu turun.
Seperti menjelaskan cara shalat.
} Kerangka Hukum. Nabi memberikan dasar-dasar hukum yang
dapat dikembangkan oleh umat Islam.
} Pembentukan hukum secara periodik, yakni ketatapan hukum
akan berlangsung ketika masyarakat siap dan layak menerima hukum. Contoh:
keharaman minum khamr.
Sumber Hukum
} Al-Qur’an, wahyu
yang diturunkan pada Nabi. Al-Qur’an menjadi pegangan Nabi untuk menjawab
persoalan umat.
} Karakter hukum yang ada pada Al-Qur’an bersifat universal
dan berisi tata nilai.
} As-Sunnah,
penjelasan dari hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an yang bersifat general.
} Karakter As—Sunnah cenderung lebih spesifik terhadap
kasus hukum yang berlangsung pada masa tersebut.
} Ijtihad Rasul. Dalam beberapa persoalan rasulullah
berijtihad dengan bantuan para sahabat. Contoh ketika memutuskan strategi
perang khandaq (parit). Ide parit dari Salman al-Farisi mengusulkan membuat
khandaq.
Ijtihad Rasul
} Ijtihad Rasulullah dilakukan jika tidak ada wakyu turun.
Hanya saja ijtihad tersebt tepat, adakalanya diluruskan oleh Al-Qur’an.
} Contoh ijtihad rasul terhadap tawanan perang Badr. Para
sahabat memberi masukan, kemudian Nabi mengambil pendapat Abu Bakar, yakni
membiarkan tawanan dengan syarat memberikan fidyah. Tetapi kemudian Nabi
diingatkan oleh ayat Al-Qur’an, yang membenarkan pendapat Umar bin Khattab:
} "Tidak
patut bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya
di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki
(pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana"
(QS. Al-Anfal [8]: 67)
Asas Hukum Islam
} Tidak menyulitkan. (yuridu allahu bikum al-yusra wa
layuridu bikum al-’usra, Al-Baqarah)
} Tidak memberikan beban berlebihan.
} Gradual penetapannya. Contoh: penetapan khamr dan Maisir.
Ketika Nabi ditanya sahabat tentang khamr. Nabu menjawab sesuai QS Al-Baqarah; fihima
istmun kabir wa manafi’u li nas, wa istmuhuma akbaru min naf’ihima. Tetapi
ketika Umar mengimami shalat dalam keadaan mabuk menjadi kacau bacaannya.
Kemudian turus QS An-Nisa: ya ayuhal ladzina amanu la taqrabus shalata wa
antum sukara, khatta ta’lamu ma taqulun. Hingga kemudian mutlak diharamkan
QS Al-Maidah: Ya Ayuhal ladzina amanu innamal khamr wal maisiru wal anshabu
wal azlamu rijsun min amali shyaithan....
Komentar
Posting Komentar