Langsung ke konten utama

Tasyri’ pada Masa Khulafaurrasyidin


 
Kondisi Umat Islam Pasca Nabi
¨  Umat Islam berkembang ke berbagai wilayah, permasalahan semakin kompleks. Mesir, Iraq, Persia, Syam, dll. Sementara Al-Qur’an dan As-Sunnah sudah berhenti.
¨  Permasalahan hukum harus segera mendapatkan kepastian jawaban.
¨  Para sahabat berijtihad melalui nash Al-Qur’an dan Hadist, jika dijelaskan secara jelas. Namun jika tidak, mereka akan mengambil dari kemungkinan melakukan qiyas terhadap ayat atau hadist tersebut.


Sumber Hukum
¨  Al-Qur’an
¨  As-Sunnah
¨  Qiyas
¨  Ijma’

Al-Qur’an
¨  Pada saat Abu Bakar berkuasa sebagai khalifah, ia dihadapkan persoalan banyak sahabat, khufadz yang meninggal pada peperangan riddah.
¨  Muncul kekhawatiran Al-Qur’an akan hilang, jika tidak segera mengumpulkan ayat AL-QURAN dan menulis ulang.
¨  Umar bin Khattab yang mengusulkan pada umar untuk mengumpulkan dan menulis ulang.
¨  Awalnya Abu Bakar ragu, dengan alasan Rasulullah belum pernah melakukan. Umar menyakinkan bahwa hal tersebut merupakan hal yang baik.
¨  Abu Bakar memintan Zaid bin Tsabit, sekretaris Nabi untuk menulisnya. Zaid awalnya juga ragu dengan alasan yang sama dengan Abu Bakar, namun Abu Bakar menyakinkan.
¨  Semasa kekhalifahan Usman bin Affan, muncul persoalan adanya perbedaan bacaan yang berbeda dari Al-Qur’an. Usman khawatir akan memecah belah umat karena perbedaan tersebut.
¨  Usman berinisiatif membuat satu mushaf yang dijadikan pedoman.
¨  Usman meminta naskah yang ditulis pada masa Abu Bakar pada Hagsah, Istri Nabi. Lalu ia meminta Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’ad bi Ash, dan Abdurrahman bin Harist untuk menulis ulang (menertibkan).
¨  Mushaf ini dinamakan Mushaf Usmani dan dicetak menjadi 7 didistribusikan ke Makkah, Syam, Bashrah, Kufah, Yaman, Bahrain, dan Madinah.

Hadist
¨  Hadist pada periode khulafaurrasyidin belum dituliskan, karena mereka masih memahami adanya larang menulis hadist.
¨  Selain itu, para sahabat sebagian besar masih mengingat atau menghafal hadist-hadist Rasulullah.
¨  Meskipun demikian, nampak kehati-hatian para sahabat dalam mengungkapkan hadist.
¨  Seperti yang pernah dilakukan Abu Bakar. Ketika datang seorang perempuan tua mengadu pada Abu Bakar mengenai warisan. Abu Bakar  tidak mendapati pemecahan warisan yang ditanyakan perempuan tadi di Al-Qur’an. Mughirah bin Sya’bah yang hadir dipertemuan tersebut mengungkap bahwa Nabi pernah bersabda mengenai hal tersebut. “nenek mendapat bagian seperenam”.  Lantas Abu Bakar  siapa yang menyaksikan Nabi bersabda demikian? Lantas Mughirah mendatangkan Muhammad bin Maslamah.
¨  Pada beberapa kasus hal serupa dilakukan oleh para khalifah yang lain. Umar bin Khattab juga pernah menegaskan hal yang sama tentang sebuah hadist yang diungkap sahabat.
¨  Abu Musa Al-Asy’ari pernah mendatangi Umar bin Khattab, ketika sampe di rumah Umar ia salam hingga tiga kali tidak ada jawaban lantas pulang. Ketika Umar bertanya mengapa engkau tidak datang kerumahku? Abu Musa menyampaikan hadist yang menyatakan untuk meninggalkan rumah jika ia salam tiga kali tidak ada jawaban. Umar bertanya apa bukti benarnya hadist tersebut, lantar Abu Musa  mendatangkan Abu Sa’id al-Khudzri sebagai saksi.
¨  Artinya pada periode khulafaurrasyidin telah dimulai sebuah metode seleksi hadist, yakni jarh wa ta’dil (syarat periwayatan hadist)

Ijtihad Sahabat
¨  Para Sabahat selain memutuskan sebuah persoalan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, mereka juga melakukan qiyas, yakni menyamakan sebuah kasus dengan kasus yang telah ada ketetapannya.
¨  Kadang para sahabat juga berkumpul membahas sebuah persoalan, dan kemudian membuat keputusan bersama. Inilah yang kemudian disebut dengan ijma’.
¨  Namun tidak jarang keputusan khalifah yang satu dengan yang lain bertentangan, karena adanya perbedaan pemahaman dan situasi yang berbeda pula.
¨  Contoh ijtihad sahabat diuraikan di bawah ini:

Iddah Perempuan yang Ditalak
¨  Perempuan yang ditalak oleh suaminya, berapa lama masa iddahnya?
¨  Qs, Al-Baqarah: 228 “perempuan-perempuan yang ditalak menunggu tiga kali quru’”.
¨  Ibnu Mas’ud dan Umar bin Khattab berpendapat ketika haid ketiga berakhir. Sementara Zaid bin Tsabit berpendapat memasuki haid ketiga.
¨  Ibnu Mas’ud dan Umar mengartikan quru’ dengan haid, sementara Zaid mengartikan suci.

Unta Berkeliaran
¨  Rasulullah bersabda jika ada unta berkeliaran, maka hendaknya dibiarkan hingga ditemukan pemiliknya.
¨  Usman saat menjabat khlifah meminta untuk mengamankan. Pendapat ini berbeda dengan Umar yang mengamalkan hadist Nabi.
¨  Baik Umar ataupun Usman memiliki alasan, yang didasarkan illah (alasan hukum).
¨  Nabi berpendapat demikian, karena kondisi aman yang dimungkinkan tidak ada yang mengambil hingga pemiliknya menemukan. Sementara pada masa Usman kondisi tidak aman, sehingga jika tidak diamankan akan dicuri orang lain.
¨  Usman bin Affan, kodifikasi Al-Qur’an; hukum mengamankan unta yang lepas.
¨  Ali bin Abi Thalib, tidak banyak membuat keputusan hukum selama menjadi khalifah, karena negara dalam keadaan tidak stabil. Konflik sosial terus melanda, terutama dari internal umat Islam.
¨  Salah satu ijtihad yang pernah dilakukan Ali adalah tentang mahar perempuan yang ditinggal mati suaminya, sementara ia belum berhubungan badan.

Materi Selanjutnya
Tasyri’ pada masa Sahabat Kecil dan Tabi’in



Komentar

  1. Kog cuma singkat, apa ini ringkasan? ada gak materi yang lengkap

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

AL HAKIM, MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH

Oleh: Siti Farida Sinta Riyana (11510080); Nur Aufa Handayani (11510081); Ahmad Ali Masrukan (11519985); Mayura (11510096); dan Muryono ( 11511038) A.       Al Ahkam 1.         Pengertian Al-Ahkam (hukum), menurut bahasa artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu. Sedang menurut istilah ialah ‘Khithab (titah) Allah Swt. atau sabda Nabi Muhammad Saw. yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf , baik itu mengandung perintah, larangan, pilihan, atau ketetapan.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KHILAFIYAH

Disusun Oleh : Abdul Majid (111-11-074); Irsyadul Ibad (111-11-094);  dan Dwi Silvia Anggraini   (111-11-095) PENDAHULUAN Perbedaan selalu ada dalam kehidupan karena hal ini merupakan sunah Rasul yang berlaku sepanjang masa. Perbedaan juga terjadi dalam segi penafsiran dan pemahaman hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui hukum tidaklah sekaku dalam hal penerapannya pada masa awal islam, pada masa itu Nabi Muhammad sebagai tolak ukur  dan akhir dari setiap permasalahan yang ada pada masa itu. Akan tetapi perbedaan itu semakin jelas terlihat ketika era para sahabat dan para tabi’in yang ditandai dengan adanya berbagai aliran atau madzhab yang bercorak kedaerahan dengan tokoh dan kecenderungan masing-masing.

HUKUM SYAR’I (ا لحكم الشر عي)

OLEH: Ulis Sa’adah (11510046); Langga Cintia Dessi (11510089); dan Eka Jumiati (11510092) A.       HAKIKAT HUKUM SYAR’I Menurut para ahli ushul fiqh (Ushuliyun), yang dikatakan hukum syar’i ialah khitab (sabda) pencipta syari’at yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang mengandung suatu tuntutan, atau pilihan atau yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.