Langsung ke konten utama

PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH


Resume oleh: TRI YURIANA (079)

SEJARAH MUNCULNYA DINASTI ABBASIYAH
a.       Sebab Akibat
Runtuhnya Dinasti Amawiyah merupakan sebab dibangunnya Dinasti Abbasiyah. Menjelang akhir Dinasti Amawiyah (abad ke-1 H) terjadi kekacauan, kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para khalifah dan para pembesar Negara. Kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan-kesalahan tersebut antara lain sebagai berikut :

1.      Politik kepegawaian didasarkan pada klik, golongan, suku, kaum dan kawan.
2.      Penindasan terus menerus terhadap pengikut Ali r.a pada khususnya dan terhadap Bani Hasyim ( Hasimiyah ) pada umumnya.
3.      Anggapan rendah terhadap kaum muslimin yang bukan bangsa Arab, sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.
4.      Pelanggaran ajaran Islam dan HAM secara terang-terangan.
b.      Gerakan Rahasia
Turunan Bani Hasyim dan Bani Abbas yang ditindas oleh Dinasti Amawiyah bergerak mencari jalan bebas dengan mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Dinasti Amawiyah. Mereka dipimpin oleh Muhammad bin Ali Al-Abbasy dan bergerak dalam 2 fase, yaitu:
1.      Fase sangat rahasia
Selama Muhammad bin Ali masih hidup gerakan dilakukan dengan sangat rahasia. Propaganda dikirim ke seluruh negeri untuk mendapatkan pengikut.
2.      Fase terang-terangan dan pertempuran
Setelah Muhammad bin Ali meninggalkan kepemimpinan digantikan oleh anaknya yang bernama Ibrahim. Pada saat itu bergabunglah Abu Muslim Al-Khurasany sesosok pemuda Persia yang gagah, berani dan cerdas. Dengan masuknya Abu Muslim dimulailah gerakan dengan terang-terangan dan terjadi perang pada bulan Zulhijah 132 H, yang menyebabkan terbunuhnya Khalifah Dinasti Amawiyah terakhir, Marwan di Fusthath Mesir. Dengan terbunuhnya Marwan maka dengan resmi dibangunlah Dinasti Abbasiyah.

BERDIRINYA DINASTI ABBASIYAH
Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdul Abbas Al-Saffah dibantu oleh Abu Muslim Al-Khurasany. Dinasti Abbasiyah berkuasa selama 5 setengah abad (132-656 H/750-1258 M). Perbedaan antara Dinasti Abbasiyah dan Dinasti Amawiyah, antara lain :
1.      Dinasti Amawiyah dalam segala bidang umumnya bercorak arab murni (Arabiyah Badawiyah)
2.      Dinasti Abbasiyah disamping masih bercorak Arab Murni, tetapi juga telah bercorak Persia kecuali dalam bidang kesusasteraan masih bersifat Arab Murni.
Zaman Dinasti Abbasiyah adalah zaman keemasan Islam (Jarji Zaidan). Di zaman ini kedaulatan muslim telah sampai pada puncak kemajuan, kemuliaan, kekayaan ataupun kekuasaan.
Selama masa Dinasti Abbasiyah berkali-kali terjadi perubahan corak kebudayaan islam sesuai dengan terjadinya perubahan dalam bidang politik, ekonomi dan sosial. Berdasarkan perubahan demikian para ahli membagi masa kebudayaan Islam menjadi 4 masa yaitu ;
1.      Masa Abbasy I : Semenjak lahirnya Dinasti Abbasiyah sampai meninggalya Khalifah Al-Wastiq (132-232 H/750-847 M)
2.      Masa Abbasy II           : Dari Khalifah Al Mutawakkal sampai berdirinya Dinasti Buwaihiyah di Baghdad.
3.      Masa abbasy III           : Dari berdirinya Dinasti Buwaihiyahsampai masuknya kaum Seljuk ke Baghdad (334-447 H/946-1055 M).
4.      Masa Abbasy IV          : Masuknya orang-orang Seljuk ke Baghdad sampai jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Tartar dibawah pimpinan Hulako (447-656 H/1055-1268 M)

DAULAH ABBASIYAH I

PARA KHALIFAH ZAMAN DINASTI ABBASIYAH I
1.      Abdul Abbas As-Saffah ( 132-136 H )
2.      Abu Ja’far Al-Mansur ( 136-148 H )
3.      Al-Mansur dan Abu Muslim Al-Khurasany ( 148-158 H )
4.      Al-Mahdi ( 158-169 H )
5.      Al-Hadi ( 169-170 H )
6.      Harun Ar-Rasyid ( 170-193 H )
7.      Al-Amin ( 191-198 H )
8.      Al-Ma’mun ( 198-218 H )
9.      Al-Mu’tashim ( 218-227 H )
10.  Al-Wastiq ( 227-232 H )

POLITIK DINASTI ABBASIYAH I
Politik yang dijalankan oleh dinasti Abbasiyah I, antara lain sebagai berikut :
1.      Para khalifah tetap dari turunan Arab Murni, sementara para Mentri, Gubernur, Panglima dan pegawai lainnya banyak diangkat dari golongan Mawaly turunan Persia.
2.      Kota Baghdad sebagai Ibukota Negara yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, social dan kebudayaan dijadikan “kota pintu terbuka”, sehingga segala bangsa yang menganut berbagai keyakinan diizinkan bermukim di dalamnya.
3.      Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia. Para Khalifah dan pembesar lainnya membuka kemunginan seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan.
4.      Kebebasan berfikir sebagai hak asasi manusia diakui sepenuhmya.
5.      Para Mentri keturunan Persia diberi hak yang penuh dalam menjalankan pemerintahan, sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina tamaddun Islam.

IBUKOTA KERAJAAN ABBASIYAH DI ZAMAN ABBASIYAH I
Pada zaman Abbasiyah pertama terdapat dua ibukota yang paling terkemuka yaitu kota Baghdad dan kota Samarra’. Di bawah ini adalah keterangan mengenai kota-kota tersebut.

KOTA BAGHDAD
Kota Baghdad mempunyai cukup syarat-syarat sebagai Ibukota yang diperlukan Khalifah Al-Mansur, karena :
a.       Letak kota Baghdad di tebing Sungai Dajlah dan melalui sungai itulah datang barang-barang dagangan dari India, Sind, Cina, Basrah, Ahwas, Wasit, Mausil, Diar Bakar dan Diar rabi’ah.
b.      Baghdad juga merupakan tempat yang paling dekat diantara kedua sungai yaitu Sungai Dajlah dan Furat, mudah dibuat perhubungan diantara kawasan-kawasan yang terletak di tebing sungai Furat dan yang berdekatan dengannya. Musuh tidak dapat mencapainya, kecuali melalui jembatan, andaikata jembatan itu dihancurkan maka musuh akan terhalang.
c.       Baghdad terletak diantara negeri-negeri Arab dan negeri-negeri bukan Arab.

KOTA SAMARRA’
Kota Samarra’ terletak di timur Sungai Dajlah sejauh seratus kilometer di selatan kota Baghdad. Kota Samarra’ adalah kota yang lama dan telah diperbarui oleh golongan Abbasiyah, khususnya oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid yang telah menggali sebuah sungai yang berdekatan dengannya, dinamakan Taqul.

Dipilihnya kota Samarra’ sebagai Ibukota dikarenakan kota Baghdad semakin menjadi sesak dengan orang-orang keturunan Turki yang dihumpun  oleh Khalifah Al-Mu’tashim. Jumlah mereka kurang lebih 70.000 orang dan mengganggu hak-hak masyarakat banyak serta menimbulkan berbagai kesulitan di kota itu. Sehingga Khalifah Al-Mu’tashim memutuskan meninggalkan kota Baghdad bersama-sama dengan angkatan tentaranya.

PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN DAN ILMU PENGETAHUAN ABBASIYAH I
Zaman Pemerintahan Abbasiyah pertama merupakan zaman yang paling sesuai untuk kebangkitan kebudayaan, dikarenakan umat berada dalam keadaan yang tentram dan ekonomi yang stabil sehingga kebudayaan akan berkembang dengan mudah di kalangan masyarakat. Pada zaman ini muncul sekelompok penyair-penyair handal, filosof-filosof, ahli-ahli sejarah, ahli-ahli ilmu hisab, tokoh-tokoh agama dan pujangga-pujangga yang memperkaya perbendaharaan bahasa Arab.

Kebangkitan ilmiah di zaman Abbasiyah I terbagi ke dalam 3 lapangan, yaitu :
1.      Kegiatan menyusun buku-buku ilmiyah
Kegiatan menyusun buku-buku berjalan menurut 3 tingkatan, yaitu :
a.       Tingkat Pertama    : tingkat paling mudah dan rendah, ialah mencatat
 ide/percakapan atau sebagainya di suatu halaman kertas.
b.      Tingkat kedua       : tingkat pertengahan, merupakan pembukuan ide-ide yang
serupa/hadis-hadis Rasul dalam satu buku.
c.       Tingkat ketiga       : paling tinggi, ialah tingkat penyusunan yang merupakan lebih
sempurna daripada kerja pembukuan, karena di tingkat ini segala yang sudah dicatat diatur dan disusun dalam bagian-bagian dan bab-bab tertentu serta berbeda satu dengan lainnya.
Kaum Muslimin di zaman Abbasiyah pertama telah sampai pada tingkatan yang ketiga. Pada tahun 143 H, para ulama menyusun hadist, fiqh, tafsir, buku-buku Arab dan sejarah. Diantara penyusun terkemuka di zaman ini antara lain :
-          Imam Malik menyusun buku Al-Muwatta’.
-          Ibnu Ishaq menyusun sejarah hidup Nabi SAW.
-          Abu Hanifah menyusun fiqh dan pendapat Ijtihad.

2.      Penyusunan ilmu-ilmu Islam
Ilmu-ilmu Islam ialah ilmu-ilmu yang muncul di tengah-tengah suasana hidup keislaman berkaitan dengan agama dan bahasa Al-Qur’an. Di zaman pemerintahan Abbasiyah I banyak ilmu-ilmu islam yang mengalami perubahan dan perkembangan besar. Berikut ini adalah sebagian dari ilmu-ilmu islam yang mengalami perkembangan dan perubahan :
a.       Lahirnya ilmu tafsir dan pemisahannya dari hadis.
b.      Ilmu fiqh dan mazhab-mazhabnya.
c.       Nahu dan aliran-alirannya.
d.      Sejarah.

3.      Terjemahan dari bahasa asing
Berikut ini adalah sebagian dari penerjemah terkemuka pada zaman Abbasiyah I :
-          Abdullah bin Muqaffa’ ( 757 M ), yang pada mulanya seorang Majusi kemudian memeluk agama islam. Satu dari terjemahannya yang terkenal adalah buku “Kalilah Wa Dummah” yang berasal dari bahasa sansekerta dan telah diterjemahkan ke bahasa Parsi. Dari bahasa Parsi kemudian diterjemahkan oleh Abdullah bin Muqaffa’ ke dalam bahasa Arab.
-          Jurjis Bakhtisyu’ ( 771 M ), seorang ahli kedokteran beragama masehi yang bekerja dengan pemerintahan Abbasiyah.
-          Bakhtisyif bin Juris ( 801 M )
-          Gibril murid Bakhtisyu ( 809 M )
-          Al-Hajjaj bin Matar ( 786-833 M ), merupakan orang pertama yang menerjemahkan buku Elements karya Enclide.
-          Abu Yahya bin Batriq ( 796-806 M ), menerjemahkan buku-buku Hipprocrataes ( 536 SM ) dan Galen ( 200 M ).
Disebutkan bahwa pada masa Dinasti Abbasiyah belum ada madrasah ( sekolah ) hanya ada ma’had ( tempat belajar ), selain itu yaitu :
1.      Kuttab                               : tempat belajar dalam tingkat pendidikan rendah dan
menengah.
2.      Mesjid                                : untuk pendidikan tinggi dan takhassus.
3.      Majlis Munadharah            : tempat pertemuan para ulama, sarjana, ahli pikir, dan
pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiyah.
4.      Darul Hikmah                   : perpustakaan terbesar yang juga disediakan ruangan
ruangan tempat belajar. Didirikan oleh Harun Ar-Rasyid dan disempurnakan oleh khalifah Makmun.

MASALAH-MASALAH YANG DIHADAPI GOLONGAN ABBASIYAH PADA ZAMAN ABBASIYAH I
Meskipun kerajaan Abbasiyah telah berdiri akan tetapi perjuangan belum berakhir. Perjuangan terus berjalan guna memelihara dan melindungi kepentingan-kepentingan mereka. Belum lagi ditambah dengan adanya gerakan dari golongan-golongan yang ada. Golongan-gologan yang ada pada masa Abbasiyah I antara lain :

GOLONGAN ALAWIYAH
Golongan Alawiyah bangkit dan menggoncangkan istana pemerintahan Abbasiyah serta mencoba untuk meruntuhkannya, tetapi pemerintah Abbasiyah sangat kukuh dan tidak mudah dituntuhkan.

GOLONGAN KHAWARIJ
Golongan khawarij mulai muncul di zaman pemerintahan Abbasiyah yang pertama, setelah mereka mengalami keganasan dan kekejaman golongan Bani Umaiyah. Golongan Khawarij dikenal sebagai golongan yang berani mati dan tidak gentar kepada pertumpahan darah. Kelompok seperti mereka ini senantiasa menumpas musuh dan menimbulkan ketakutan dikalangan pihak yang menentang. Gerakan-gerakan mereka muncul dari masa ke masa disepanjang zaman pemerintahan Abbasiyah.

GOLONGAN/KELOMPOK ZINDIQ
Pada mulanya Zindiq adalah sebutan untuk pengaut-penganut ajaran Mani atau Tsanwi, yaitu penyembah-penyembah cahaya terang dan gelap. Kemudian pengertiannya menjadi lebih luas dan meliputi setiap mulhid/pembuat bid’ah. Kemudian berubah lagi dan menjadi sebutan untuk pihak yang mazhabnya bertentangan dengan mazhab Ahlus-sunnah dan kadang-kadang menjadi sebutan untuk para penyair dan penulis yang menghayati kehidupan berhibur-hibur dan berfoya-foya dengan minuman khamar dan akhlak yang rendah.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

AL HAKIM, MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH

Oleh: Siti Farida Sinta Riyana (11510080); Nur Aufa Handayani (11510081); Ahmad Ali Masrukan (11519985); Mayura (11510096); dan Muryono ( 11511038) A.       Al Ahkam 1.         Pengertian Al-Ahkam (hukum), menurut bahasa artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu. Sedang menurut istilah ialah ‘Khithab (titah) Allah Swt. atau sabda Nabi Muhammad Saw. yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf , baik itu mengandung perintah, larangan, pilihan, atau ketetapan.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KHILAFIYAH

Disusun Oleh : Abdul Majid (111-11-074); Irsyadul Ibad (111-11-094);  dan Dwi Silvia Anggraini   (111-11-095) PENDAHULUAN Perbedaan selalu ada dalam kehidupan karena hal ini merupakan sunah Rasul yang berlaku sepanjang masa. Perbedaan juga terjadi dalam segi penafsiran dan pemahaman hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui hukum tidaklah sekaku dalam hal penerapannya pada masa awal islam, pada masa itu Nabi Muhammad sebagai tolak ukur  dan akhir dari setiap permasalahan yang ada pada masa itu. Akan tetapi perbedaan itu semakin jelas terlihat ketika era para sahabat dan para tabi’in yang ditandai dengan adanya berbagai aliran atau madzhab yang bercorak kedaerahan dengan tokoh dan kecenderungan masing-masing.

HUKUM SYAR’I (ا لحكم الشر عي)

OLEH: Ulis Sa’adah (11510046); Langga Cintia Dessi (11510089); dan Eka Jumiati (11510092) A.       HAKIKAT HUKUM SYAR’I Menurut para ahli ushul fiqh (Ushuliyun), yang dikatakan hukum syar’i ialah khitab (sabda) pencipta syari’at yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang mengandung suatu tuntutan, atau pilihan atau yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.