Resume oleh: MUHAMAD NUR IKHWAN (022)
A. PENDAHULUAN
Umawiyah
yang dimaksud adalah dinasti yang didirikan oleh keturunan Umayyah atas
rintisan Muawiyah (661-680 M), yang berpusat di Damaskus. Daulah Umawiyah Timur
merupakan fase ketiga Islam yang berlangsung lebih kurang satu abad (661-750
M). Ciri menonjol dinasti ini, antara lain pemindahan ibukota kekuasaan Islam
dari Mekah ke Damaskus, kepemimipinan dikuasai militer Arab, dan ekspansi
kekuasaan Islam yang lebih meluas yaitu pada masa kekuasaan Islam terbentang
sejak dari Spayol, Afrika Utara, Timur Tengah, sampai ke perbatasan Tiongkok.
Keberhasilan ini diikuti keberhasilan perjuangan penyebaran syariat Islam, baik
dalam bidang keagamaan, poltik, dan ekonomi.
B. Kelahiran Bani Umayyah
Sebutan Daulah Umayyah bersal dari nama
“Umayyah ibn ‘Abdi Syams ibn Abdi Manaf, Salah seorang pemimpin suku Qurasy
pada zaman Jahiliyah. Bani Umyyah baru masuk Islamsetelah Nabi Muhammad saw.
Berhasil menaklukan kota Mekah (fathu
makkah). Sepeninggal Rasulullah, Bani Umayyah sesungguhnya telah
menginginkan jabatan pengganti Rasul (khalifah), tetapi belum berani
menampakkan cita-citanya itu pada masa Abu Bakar dan Umar. Baru setelah Umar
meninggal, Usman terpilih mulai saat itu Muawiyah mencurahkan segala tenaganya untuk memprkuat
dirinya dan menyiapkan daerah Syam sebagai pusat kekuasaannya di kemudian hari.
Ketika Ali ibn Abi Thalib naik menggantikan
Usman ibn Affan, Mu’awiyah selaku gubernur Syam (Syria) membentuk partai kuat,
dan menolak untuk memenuhi perintah Ali. Dia mendesaknya untuk membalas
kematian Usman, atau dia akan menyerang kedudukan khalifah bersama dengan
tentara Syria. Desakan Muawiyah tertumpah dalam perang Siffin (37/657). Peristiwa Tahkim, Umat Islam terbagi menjadi tiga
yaitu; a) Bani Umayyah (dipimpin oleh Muawiyah), b) Syi’ah (golongan yang
mendukung kekhalifahan Ali), c) Khawarij (lawan dari kedua partai tersebut).
C. Para Khalfah Umayyah
Wafatnya Ali adalah satu jembatan emas bagi
Muawiyah guna merealisasikan keputusan
perjanjian perdamaian (Tahkim), yang
menjadi dia sebagai penguasa terkuat wilayah kekuasaan Islam.
Daulah Umawiyyah, yang ibukota pemerintahannya
di Damaskus, berlangsung selama 91 tahun dan di perintah oleh 14 orang
khalifah. Mereka itu adalah: Mu’awiyah (41 H/661), Yazid I (60/680), Mu’awiayah
II (64/683), Marwan I (64/683), Abdul Malik (65/685), Walid I (86/705),
Sulaiman (96/715), Umar II (99/717), Yazid II (101/720), Hisyam (105/724),
Walid II (125/743), Yazid III (126/744), Ibrahim (126/744), dan Marwan II
(127-132/744-750).
Dilihat dari perkembangan kepemimipinan ke-14
khalifah maka periode Bani Umayyah dibagi menjadi tiga masa; Permulaan, Perkembangan/kejayaan,
Keruntuhan. Permulaan ditandai usaha-usaha Mu’awiyah meletakkan dasar
pemerintahan dan orientasi kekuasaan. Kejayaan Bani Umayyah dimulai pada masa
pemerintahan Abdul Malik, karena mampu mencegah disintegrasi yang telah terjadi
sejak masa Marwan.
Kejayaan Bani Umayyah berakhir pada masa Umar
ibn Aziz (umar II) dia terpelajar, dan taat beragama serta pelopor penyebarab
agama Islam. Sepeninggal Umar II kekhalifahan mulai melemah dan akhirnya
hancur.
D. Sistem Pemerintahan
Pemindahan kekuasaan kepada Mu’awiyah
mengakhiri bentukdemokrasi, kekhalifahan menjadi monarchi heridetis (kerajaan turun temurun). Penggantian khalifah
turun temurun di mulai dari sikap Mu’awiyah yang mengangkat Yazid anaknya
sebagai putera Mahkota. Ini di pengaruhi Syria selama menjadi gubernur disana
karena mencontoh monarchi heridetis
di Persia dan kekaisaran Byzantium.
Pada masa Mu’awiyah diadakan perubahan
adsministrasi pemerintahan, dibentuk pasukan bertombak pengawal raja, dan
dibangun bagian ksusus dalam masjid untuk pengamanan tatkala dia melakukan
shalat.
Pada masa Bani Umayyah di bentuk Dewan
Sekretaris Negara (Diwan al-Kitabab)
untuk mengurus berbagai urusan pemerintahan. Untuk mengurusi adsministrasi
pemerintahan di daerah, diangkat seorang Amir
al-Umard (Gubernur Jenderal) yang membawahi beberapa “Amir” sebagai
penguasa satu wilayah.
Pada masa Abdul Malik ibn Marwan, jalannnya
pemerintahan di bagi menjadi empat departemen yaitu; 1) Kementerian Pajak Tanah
(diwan al-kharraj), 2) Kementereian
Khatam (diwan al-Khatam), 3)
Kementerian Surat Menyeurat (diwan
al-Rasail), 4) Kementerian urusan Perpajakan (diwan al-mustagallat).
E. Orientasi Kebijakan Politik
dan Ekonomi
Kebijakan politik Umawiyyah, selain usaha
pengamanan di dalam negeri yang sering di lakukan oleh saingan politiknya serta
pertentangan di antara suku-suku Arab, adala upaya perluasan wilayah kekuasaan.
Ekspansi ke Timur maupun ke Barat mencapai
keberhasilan yang gemilang pada zaman Walid I, sebab pemerintahannya terdapat
tiga orang pimpinan pasukan terkemuka, sebagai penakluk: Qutaybah ibn Muslim,
Muhammad ibn al-Qasim dan Musa ibn Nushair.
Di masa Abdul Malik, Qutaybah di angkat oleh
gubernur Khurasan menjadi wakilnya pada tahun 86 H. bersama pasukannya menyebrangi
sungai oxus dan dapat menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Farghana, Dan
Samarkand. Dia menerapkan kedudukannya di Transoxiana. Muhammad ibn Qasim di
beri kepercayaan oleh Al-Hajjaj untuk menundukkan India. Sedangkan ekspansi ke
Barat di lakukan oleh Musa ibn Nushair.
Prinsip keuangan Negara yang di berlakukan
mengikuti apa yang ada pada masa Khulafa al-Rasyidin yaitu penetapan pajak
tanah (Kharraj) dan pajak perorangan
(Jizyah) untuk setiap individu
penghuni daerah yang tekah di kalahkan merupakan income bagi pemerintah
Umawiyyah.
F. Struktur Masyarakat dan Tali
Ikatan Persatuan
Orang-orang sebagai penduduk mayoritas
dibedakan dua criteria. Kriteria pertama menjurus pada hal-hal yang praktis dan
sering kali diterapkan pada kelompok, Kriteria kedua berupa suatu tindakan
pengabdian pada masyaraat yang sifatnya personal (individu). Sebagai tambahan
atas dua kriteria tersebut, pada periode Umawiyyah syarat keanggotaan
masyarakat harus bersal dari orang Arab.
Adapun orang-orang non muslim yang merupakan
masyarakat minoritas yang dilindungi dan di jaga keselamatannya adalah Yahudi
dan Kristen. Homogenitas masyarakat pada masa Umawiyyah, menimbulkan ambisi
para penguasa daulah ini untuk mempersatukan masyarakat dengan politik Arabisme. Bahasa resmi dari daulah
Umawiyyah adalah bahasa Arab.
G. Perkembangan Peradaban
1. Arsitektur
Seni bangunan (arsitektur) pada zaman Umayyah
bertumpu pada bangunan sipil berupa kota-kota, dan bangunan agama berupa
masjid. Beberapa kota baru atau perbaikan kota lama telah di bangun dalam zaman
Umawiyah yang diiringi pembangunan berbagai gedung dengan gaya perpaduan
Persia, Romawi, dan Arab dengan dijiwai semangat Islam.
Pada Walid I dibangun pula masjid agung yang
terkenal dengan nama “Masjid Damaskus” atas kreasi arsitektur Abu Ubaidah ibn
Jarrah. Mu’awiyah juga membangun “istana hijau” di Mayata yang pada tahun 704 M
diperbarui oleh Walid ibn Abd al-Malik.
2. Organisasi
Militer
Pada masa Umawiyah organisasi militer terdiri
dari Angkatan Darat (al-Jund),
Angkatan Laut (al-Bahriyah), dan Angkatan
Kepolisian (as-Syurtah). Berbeda
dengan masa Usman, bala tentara pada masa ini bukan muncul atas kesadaran
sendiri untuk melakukan perjuangan tetapi semacam di paksakan.
Pada masa Abd al-Malik ibn Marwan diberlakukan
Undang-Undang Wajib Militer (Nidam at
Tajdid al-Ijbari). Pada waktu itu aktifitas bala tentara diperlengkapi
dengan kuda, baju besi, pedang dan panah.
3. Perdeagangan
Setelah Daulah Umawiyah berhasil menguasai
wilayah yang cukup luas maka lalu lintas perdagangan mendapat jaminan yang
layak. Lalu lintas darat melalui jalan Sutera kr Tiongkok guna memperlancar
perdagangan sutera, keramik, obat-obatan dan wewangian. Perkembangan
perdagangan itu telah mendorong meningkatnya kemakmuran bagi Daulah Umawiyah.
4. Kerajinan
Pada masa khalifah Abd Malik mulai dirintis
pembuatan tiraz (semacam bordiran),
yakni cap resmi yang dicetak pada pakaian Khalifah dan para pembesar
pemerintahan. Di bidang seni lukis, sejak Khalifah Mu’awiyah sudah mendapat
perhatian masyarakat. Seni lukis tersebut selain terdapat di masjid-masjid juga
tumbuh di luar masjid. Seperti lukisan bebagai gambar binatang dalam Istana
Bani Umayyah.
5. Reformasi
Fiskal
Selama masa pemerintahan Umawiyah hampir semua
pemilik tanah baik muslim maupun non muslim diwajibkan membayar pajak tanah.
Bagi golongan Dzimmi, sebagaimana pada masa Rasul mereka tidak di perkenankan
dalam mengangkat senjata, tetapi harus membayar upeti sebagai ganti
perlindungan muslimin kepada mereka.
Sistem yang berbeda itu pada gilirannya menyebabkan keresahan dan ketudakpuasan dalam lingkungan muslim non-Arab, sehingga pada gilirannya menimbulkan gerakan untuk menumbangkan kekuasaan Umawiyah.
Komentar
Posting Komentar