Langsung ke konten utama

Haji Wada’ dan Wafatnya Rasulullah



Persiapan Haji
ž  Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya,  haji tahun ke-10 H ini akan dilakukan umat Islam di bulan Dzulhijah.
ž  Rasulullah telah mengajak seluruh umat Islam berhaji.
ž  Berita tersebut tersebar di seluruh jazirah Arab.
ž  tanggal 25 Dzulkaidah, sebagian besar umat Islam di sekitar Madinah telah berkumpul (sekitar 90.000/140.000 jiwa)

ž  Mereka mendirikan tenda di Madinah sebelum berangkat ke Makkah bersama-sama.
ž  Rasulullah dan umat Islam berangkat ke Makkah dengan kendaraan masing-masing dan berhenti di Dhu'l-Hulaifa, dekat Makkah.
ž  Di tempat inilah Rasulullah dan umat Islam mulai mengenakan pakaian Ihram.
ž  Umat Islam memasuki Makkah seraya mengucapkan "Labbaika Allahumma labbaika, labbaikala   syarika   laka   labbaika.   Alhamdu  lillah  wan-ni'matuwa'sy-syukru  laka  labbaika.   Labbaika   la   syarika   lakalabbaika."
ž  Karena banyaknya umat Islam seolah seluruh gurun dan pada pasir bertakbir menyambut Rasulullah dan rombongannya.

Ali Bin Abi Thalib
ž  Sebelum tiba pelaksanaan Haji Wada, Ali diperintahkan Rasulullah untuk berdakwah di Yaman.
ž  Ali pun bergegas ke Makkah dan bergabung dengan umat Islam lainnya tepat pada bulan Dzulhijjah.

Khatbah Terakhir Rasulullah
ž  Tanggal 8 Dzulhijjah, selepas Shalat Subuh Rasulullah berangkat ke bukit Arafah dan diikuti oleh Umat Islam.
ž  Rasulullah mengumpulkan seluruh umat Islam,  penduduk Makkah dan jamaah haji, kemudian menyampaikan khutbah.
ž  Berikut Khutbah Rasulullah:
ž  Selepas Khutbah Rasulullah membacakan QS Al-Maidah: 5. selepas itu Abu Bakar menangis tersedu-sedu, karena merasa Rasulullah akan meninggalkan umat Islam selamanya.
ž  Selepas Khutbah, Rasulullah kembali ke Mina dan menyembelih 63 ekor unta.
ž  Selembihnya sekitar 100 ekor unta disembelih di luar kota Makkah.
ž  Daging-daging unta tersebut dibagikan kepada fakir miskin.
ž  Setelah itu, Rasulullah mencukur rambut (tahalul) dan menyelesaikan Ibadah haji.
ž  Haji pada ke-10 H ini ada yang menyebut dengan Haji Wada’, Haji Balagh, Haji Islam.

Pasca Haji Wada’
ž  Setelah melaksanakan Rasulullah kembali ke Madinah.
ž  Sekembalinya dari Makkah Rasulullah menderita sakit, demam dengan suhu badan yang panas.
ž  Para istri Rasul dan sahabat mulai cemas, khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
ž  Ketika Rasulullah tidak bisa pergi ke masjid, Rasul minta Abu Bakar menggantikannya sebagai imam shalat.
ž  Rasulullah dirawat dari satu rumah istrinya ke rumah istrinya yang lain, hingga memutuskan minta di rumah Aisyah.
ž  Rasul pernah meminta disiram tujuh  kirbat  air dari pelbagai sumur.
ž  Setelah disiram Rasulullah merasa lebih enak, lantas pergi ke masjid untuk mengimami shalat.
ž  Untuk menahan sakit di kepalanya Rasulullah mengikatnya.
ž  Setelah Shalat ia berpidato, meminta maaf dan meminta umat Islam saling mengasihi (Muhajirin dan Anshar).
ž  Sekembalinya dari Masjid Rasulullah kembali didera rasa sakit yang luar biasa.
ž  Ketika demam Rasul meninggi para istri datang, termasuk anaknya Fatimah.
ž  Fatimah menangis melihat kondisi Rasul, tetapi Rasul justru mengajaknya bergurau hingga Fatimah tertawa.
ž  Para istri menaruh air di sebuah tempat, dan disitulah Raulullah memasukan tangannya kemudian mengusapkan air ke wajahnya.
ž  Asma, putri Maimunah, membuatkan obat penurun panas yang pernah dipelajarinya dari Habsyi.
ž  Ketika Rasul pingsan, para istri melihat kesempatan untuk meminumkan obat.
ž  Setelah siuman justru Rasulullah meminta yang hadir untuk meminumnya, tak terkecuali Maimunah yang kala itu sedang puasa.
ž  Setelat itu Rasul nampak lebih sehat dan para istri mengira obat telah bekerja mengatasi sakit.
ž  Rasulullah meminat ke Masjid untuk shalat berjamaah.
ž  Para sahabat sangat senang karena melihat kesehatan Rasulullah berangsur membaik.
ž  Rasul meminta Abu Bakar mengimami shalat, namun Abu Bakar menola.
ž  Rasul mendorong Abu Bakar kedepannya dan Rasul shalat duduk disebelah belakang Abu Bakar.
ž  Selepas Shalat Rasul menghadap Jamaah dan berkhutbah singkat.
ž  Rasul meminta umat Islam untuk menjaga aqidah dan berbuat baik.
ž  Para Sahabat tidak mengira jika itu pesan terkahir Rasul.
ž  Dengan kondisi itu, Abu Bakar ijin menemui istrinya di Suhn, sebuah tempat dekat Madinah.
ž  Usama  bin Zaid meminta izin kembali ke Syam dengan pasukannya.
ž  Umar, Usman dan Ali pergi dengan urusan masing-masing.
ž  Kaum muslimin gembira dengan keadaan demikian sehingga melakukan kegiatan sebagaiamana biasanya.
ž  Sepulang dari masjid, Rasul pulang ke rumah Aisyah dengan beban sakit yang semakin kuat.
ž  Rasulullah dipangku Aisyah dan wafat dalam pangkuan Aisyah.
ž  Berita wafatnya Rasul tersebar, sebagian besar sahabat tidak percaya kalau Rasul telah Wafat.
ž  Umar mengganggap berita itu bohong, dan Rasul hanya pingsan.
ž  Umar teriak, teriak hingga suaranya terdengar keluar.
ž  Umat Islam bertambah panik, dengan kondisi itu.
ž  Abu Bakar menyakinkan bahwa Rasul telah meninggal dengan melihat jasad Rasulullah.
ž  Sementara Umar masih berteriak-teriak dan tidak mau mendengarkan bujuk para sahabat yang lain, termasuk Abu Bakar.
ž  Akhirnya Abu Bakar berkhutbah singkat di depan para sahabat termasuk Umar.
"Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal. Tetapi barangsiapa mau menyembah Tuhan, Tuhanhidup selalu tak pernah mati.“
ž  Kemudian membaca QS Ali Imran: 144 "Muhammad hanyalah seorang rasul. Sebelum dia pun telah banyak rasul-rasul yang sudah lampau. Apabila dia mati atau terbunuh,apakah kamu akan berbalik ke belakang? Barangsiapa berbalik kebelakang, ia tidak akan merugikan Tuhan sedikit pun. Dan Tuhanakan  memberikan  balasan  kepada orang-orang yang bersyukur.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AL HAKIM, MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH

Oleh: Siti Farida Sinta Riyana (11510080); Nur Aufa Handayani (11510081); Ahmad Ali Masrukan (11519985); Mayura (11510096); dan Muryono ( 11511038) A.       Al Ahkam 1.         Pengertian Al-Ahkam (hukum), menurut bahasa artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu. Sedang menurut istilah ialah ‘Khithab (titah) Allah Swt. atau sabda Nabi Muhammad Saw. yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf , baik itu mengandung perintah, larangan, pilihan, atau ketetapan.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KHILAFIYAH

Disusun Oleh : Abdul Majid (111-11-074); Irsyadul Ibad (111-11-094);  dan Dwi Silvia Anggraini   (111-11-095) PENDAHULUAN Perbedaan selalu ada dalam kehidupan karena hal ini merupakan sunah Rasul yang berlaku sepanjang masa. Perbedaan juga terjadi dalam segi penafsiran dan pemahaman hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui hukum tidaklah sekaku dalam hal penerapannya pada masa awal islam, pada masa itu Nabi Muhammad sebagai tolak ukur  dan akhir dari setiap permasalahan yang ada pada masa itu. Akan tetapi perbedaan itu semakin jelas terlihat ketika era para sahabat dan para tabi’in yang ditandai dengan adanya berbagai aliran atau madzhab yang bercorak kedaerahan dengan tokoh dan kecenderungan masing-masing.

HUKUM SYAR’I (ا لحكم الشر عي)

OLEH: Ulis Sa’adah (11510046); Langga Cintia Dessi (11510089); dan Eka Jumiati (11510092) A.       HAKIKAT HUKUM SYAR’I Menurut para ahli ushul fiqh (Ushuliyun), yang dikatakan hukum syar’i ialah khitab (sabda) pencipta syari’at yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang mengandung suatu tuntutan, atau pilihan atau yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.