Oleh: Sukron Ma’mun
Niatan pemerintah untuk ‘menghidupkan’
kembali masa kejayaan Majapahit sebagai bagian kajian sejarah masa lalu patut
di acungi jempol. Upaya ini diwujudkan dengan membangun Pusat Informasi
Majapahit (PIM) yang telah dimulai tahun 2008 lalu. Sayang niat baik ini tidak
dibarengi dengan kajian arkeologis secara mendalam, sehingga menuai protes dari
kalangan arkeolog.
Perusakan situs Trowulan menjadi dalih penolakan sejumlah kalangan
arkeolog dan sejumlah aktivis. Bagaimana tidak, pembangunan yang tengah
dilakukan justru merusak dan menghancurkan keberadaan situs Trowulan yang
diyakini sebagai pusat kota Majapahit.
Menurut Osrifoel Oesman, arkeolog dan
peneliti bangunan Majapahit (2006), Trowulan merupakan situs kota yang memiliki
banyak peninggalan bangunan arkeologis. Tinggalan arkeologis tersebut berupa
candi, gapura, bangunan air, waduk, jaringan kanal-kanal, temuan unsur
bangunan, ribuan peralatan rumah tangga dari tanah liat dan keramik. Di antara
temuan-temuan tersebut terdapat puluhan situs sisa-sisa bangunan rumah tinggal.
Berbagai penelitian dari kalangan Arkeolog
selama lebih dari 20 tahun, para peneliti berhasil merekonstruksi sedikit demi
sedikit perumahan penduduk kota Trowulan masa lalu (Oesman: 2006). Yang menarik
adalah nilai kearifan masyarakat dalam membangun perumahan. Kesan sederhana,
alami, harmoni dan selaras dengan alam dan lingkungannya merupakan kekuatan
arsitektur lokal.
Pembangunan perumahan penduduk sebagian
besar memanfaatkan sumber daya lokal yang dapat dengan mudah didapat. Trowulan
memiliki keunggulan tanah, sehingga masyarakat masa Majapahit banyak
memanfaatkannya untuk pembangunan rumah, candi, serta perkakas rumah tangga. Tidak
mengherankan jika saat ini banyak masyarakat sekitar yang bergantung pada
industri batu bata.
Peninggalan benda-benda sejarah di sekitar
Trowulan banyak didominasi oleh benda-benda yang berasal dari tanah liat atau
situs terakota. Keberadaan benda-benda situs yang sangat dekat dengan permukaan
tanah sangat memungkinkan ditemukan. Situs inilah yang telah banyak rusak oleh
kegiatan industri batu bata masyarakat sekitar dan saat ini ‘dirusak’ oleh
pembangunan PIM.
Ketidaktahuan masyarakat dan juga
pelaksana proyek memang tidak dapat disalahkan, karena mereka hanya melakukan
atas dasar pekerjaan untuk kepentingan ekonomis. Namun proyek ‘gegabah’ ini
patut dihentikan sementara dan dilakukan kajian yang mendalam, sehingga niat
baik tersebut tidak mencederai warisan budaya yang ada.
Spirit Sejarah
Mungkin benar yang diungkapkan Jaya Suprana kekayaan
warisan budaya yang kita miliki justru semakin membuat kita tidak perlu
menghargai atau melestarikannya. Ibarat sejuta rupiah bagi kaum miskin sangat
berharga, bagi para triliuner memang tidak ada artinya (Kompas, 10/01/09).
Nampaknya inilah karakter kita selama ini dalam
menghargai warisan budaya yang kita miliki. Pencurian dan penjualan benda-benda
purbakala bukan lagi berita baru di negeri ini. Bahkan hal ini dilakukan oleh kalangan
pegawai dan pejabat pemerintah terkait. Mereka lebih mementingkan nilai
ekonomis demi kepentingan pribadi dari pada esensi nilai yang terkandung dalam
benda tersebut. Mereka rela membuat duplikasi benda-benda tersebut dan menjual benda
orsinilnya.
Pentingnya melestarikan warisan benda-benda bersejarah
bukan hanya terletak pada bentuk, model, dan dari apa benda tersebut terbuat.
Namun mewarisi benda-benda sejarah merupakan bagian dari mewarisi sejarah itu
sendiri. Benda-benda sejarah merupakan citra peradaban masyarakat pada zamannya.
Darinya kita banyak belajar peradaban yang seperti apa yang sedang terjadi pada
saat itu.
Benda-benda sejarah merupakan cerminan masa lampau
yang memiliki nilai sangat tinggi. Kepedulian masyarakat dalam melestarikan dan
menghargainya sama artinya dengan kepedulian untuk mewarisi spirit kejayaan
masa lampau. Selama ini kita hanya selalu bangga dengan sejarah besar yang kita
miliki, namun kita enggan mewarisi spirit kebesarannya.
Memelihara dan melestarikan benda-benda sejarah
hanyalah bagian dari upaya menjaga spirit cita-cita bangsa ini. Namun menjual
dan merusak warisan benda-benda sejarah, menurut Arkeolog UI Prof Dr
Mundardjito, merupakan bagian dari vandalisme arkeologi. UU No 5 tahun 1992
tentang Benda Cagar Budaya juga telah mengancam dengan hukuman yang sangat
berat.
Majapahit dan Indonesia
Majapahit adalah citra Kerajaan besar yang pernah
ada di bumi ini. Kekuasaannya melampaui batas yang sekarang dimiliki Indonesia
pada saat ini. Majapahit disegani dan telah melakukan hubungan diplomatik
dengan banyak Kerajaan dan negara di Asia. kejayaan Majapahit adalah cerita
kejayaan yang dimiliki bangsa Indonesia.
Sejak berdirinya bangsa Indonesia, para founding
father sangat paham betul akan pentingnya mewarisi kejayaan yang dimiliki
Majapahit. Tidak mengherankan banyak nilai-nilai yang digali oleh para pendiri
bangsa dalam meletakkan dasar negara ini. Semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika diambil
dari karya sastra era Majapahit, kitab Sutasoma karya Mpu Tantular.
Demikian pula simbol bendera Merah Putih diilhami
panji-panji Gula Kelapa dari Majapahit, yang memiliki warna merah seperti gula
(jawa) dan putih seperti daging kelapa. Sumpah Palapa Gadjah Mada menjadi
simbol persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hingga saat ini. Negara
yang menghormati seluruh elemen masyarakat yang ada di dalamnya tanpa
membedakan suku, rasa dan agama.
Majapahit dan Indonesia dalam imajinasi para
pendiri bangsa ini memiliki keterkaitan kultur dan sejarah yang sangat kuat. Sehingga
penting menghadirkan spirit kejayaan masa lalu. Pengilhaman spirit kejayaan
masa lalu tentu terkait dengan cita-cita luhur yang hendak dicapai para pendiri
bangsa. Inilah yang harus selalu tertanam dalam kesadaran seluruh elemen
masyarakat Indonesia.
Catatan: tulisan ini pernah dimuat harian cetak Kompas, 23 Januari 2009. http://cetak.kompas.com/read/2009/01/23/14572367/situs.trowulan.dan.esensi.warisan.budaya
Komentar
Posting Komentar