Langsung ke konten utama

Umar bin Khattab


Umar Bin Khattab merupakan khalifah kedua, setelah wafatnya Abu Bakkar As-Shiddiq. Ia menjadi khalifah setelah mendapatkan wasiat penunjukkan dari Abu Bakar. Umar merupakan panglima perang yang sangat disegani lawan. Pada masa awalnya ia adalah penentang utama dakwah Rasulullah. Bagaimana kepemimpinan umat Islam di bawah kekhalifahan Umar bin Khattab.

Umar Bin Khattab
Khalifah Kedua

Siapa Umar Bin Khattab?
ž  Nama lengkapnya Umar Ibn Khattab Ibn Nufail. Keturunan Abdul ‘Uzza al-Quraisy.
ž  Mulanya ia adalah penentang dakwah Rasul.
ž  Ia masuk Islam pada tahun kelima kenabian Muhammad SAW.
ž  Ia mendapat julukan “Al-Faruq”, karena mampu membedakan yang bathil dan haq, pencerai berai musuh Rasul.
ž  Ia juga mendapat gelar ”Amir al-Mukminin” (Komandan orang-orang beriman).

Kekhalifahan Umar Bin Khattab
  Umar bin Khattab terpilih sebagai khalifah, pengganti Abu Bakar melalui sidang sahabat dengan mendasarkan pada wasiat Abu Bakar.
  Umar seorang pemimpin yang cakap dan memilih orang-orang yang capable dalam bidangnya.
  Perkembangan Islam sangat pesat pada masa Khalifah Umar.
  Seluruh Persia (:Iran) ditaklukan Umar pada tahun 641 M/22 H. Padahal jumlah tentara Islam dengan Persia tidak berimbang (1:6).
  Kemenangan ini disebut “Fathul-Futuh (Kemenangan dari segala kemenangan).

Capaian Khalifah Umar
  Paroh pertama masa pemerintahannya ditandai adanya pemisahan antara kekuasaan eksekutif (kekhalifahan dan ke-wali-an) dan yudikatif (qadhi).
  Diangkatnya para wulat (gubernur), ahl al-hall wa al-aqd (lembaga penengah dan pemberi fatwa), pendirian pengadilan, pengangkatan qadhi (hakim).
  Ahl al-hall wa al-‘aqd merupakan kumpulan anggota majelis syura yang terdiri atas ulama dan cendikiawan.
  Ahl al-hall wa al-‘aqd terbagi atas beberapa lembaga :
1)         Majelis Permusyawaratan .
2)         Al-Katib atau sekretaris negara.
3)         Nidzam al-Maaly (Lembaga Perbendaharaan).
4)         Nidzam al-Idary (Lembaga Administrasi).
5)         Lembaga kepolisian dan keamanan .
6)         Lembaga keagamaan dan pendidikan.

Peradaban Islam pada Masa Umar
  Kota-kota penting dibangun dengan konstruksi dan arsitektur istimewa.
  Beberapa kota yang dijadikan pusat peradaban dan pemerintahan antara lain:
1) Bashrah (Iraq). Bashrah (Arab: menyaksikan, Persia: “jalan raya yang dilalui banyak orang”).
2) Kufah, dijuluki khadd al-adzra, pipi tersayang karena keindahannya. Di sinilah Umar mendirikan Baitul Mal.
3) Fusthath (ibu kota pertama Mesir), awalnya tanah kosong di antara sungai Nil dan bukit Muqattahm.  Di sanalah didirikan masjid pertama di daratan Afrika dan menjadi pusat peradaban.

Akhir Kepemimpinan Umar
  Umar memimpin selama 10 tahun, 6 bulan, 4 hari.
  Umar membentuk dewan formatur yang terdiri dari: Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Sa’ad bin Abi Waqqas.
  Dewan formatur ini bertugas melakukan pemilihan setelah Umar Wafat.

Ketentuan Pemilihan Khalifah Menurut Umar
1 ) Haruslah anggota dari dewan formatur tersebut;
2) Apabila dua orang mendapatkan dukungan yang sama besar, maka calon yang didukung oleh Abdurrahman bin Auf yang dianggap menang;
3) Apabila ada anggota dewan formatur yang tidak mau mengambil bagian dalam pemilihan, maka anggota tersebut harus segera dibunuh;
4) Apabila salah seorang telah terpilih, dan kelompok minoritas tidak mengakuinya, maka mereka yang tidak mengakui harus dibunuh;
5) Apabila dua calon didukung oleh jumlah anggota yang sama, anggota yang menolak pilihan Abdurrahman bin Auf harus dibunuh;
6) Apabila dalam waktu tiga hari tidak berhasil memilih khalifah, maka keenam anggota harus dibunuh dan menyerahkan keputusannya kepada rakyat.

Pemilihan Khalifah
  Abdurrahman bin Auf  mendatangi Ali bin Abi Thalib dan bertanya apakah Ali mau berjanji untuk bertindak sesuai dengan al-Qur’an, Sunnah Rasulullah dan mengikuti keputusan-keputusan dari khalifah terdahulu?
  Ali menjawab “Mengenai al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, saya akan mengikutinya dengan penuh keimanan dan kerendahan hati, namun mengenai keputusan dari khalifah terdahulu, apabila sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, maka siapa yang dapat menolaknya? Tetapi bila bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, siapa yang akan menerima dan mengikutinya? Saya akan bertindak sesuai dengan pengetahuan dan kebijaksanaan saya”.
  Abdurrahman bin Auf mendatangi Usman bin Affan dan menanyakan hal yang sama pada Usman.
  Usman menyepakati apa yang ditanyakan Abdurrahman.
  Abdurrahaman memilih Usman dan mayoritas  formatur memilih Usman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AL HAKIM, MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH

Oleh: Siti Farida Sinta Riyana (11510080); Nur Aufa Handayani (11510081); Ahmad Ali Masrukan (11519985); Mayura (11510096); dan Muryono ( 11511038) A.       Al Ahkam 1.         Pengertian Al-Ahkam (hukum), menurut bahasa artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu. Sedang menurut istilah ialah ‘Khithab (titah) Allah Swt. atau sabda Nabi Muhammad Saw. yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf , baik itu mengandung perintah, larangan, pilihan, atau ketetapan.

HUKUM SYAR’I (ا لحكم الشر عي)

OLEH: Ulis Sa’adah (11510046); Langga Cintia Dessi (11510089); dan Eka Jumiati (11510092) A.       HAKIKAT HUKUM SYAR’I Menurut para ahli ushul fiqh (Ushuliyun), yang dikatakan hukum syar’i ialah khitab (sabda) pencipta syari’at yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang mengandung suatu tuntutan, atau pilihan atau yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KHILAFIYAH

Disusun Oleh : Abdul Majid (111-11-074); Irsyadul Ibad (111-11-094);  dan Dwi Silvia Anggraini   (111-11-095) PENDAHULUAN Perbedaan selalu ada dalam kehidupan karena hal ini merupakan sunah Rasul yang berlaku sepanjang masa. Perbedaan juga terjadi dalam segi penafsiran dan pemahaman hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui hukum tidaklah sekaku dalam hal penerapannya pada masa awal islam, pada masa itu Nabi Muhammad sebagai tolak ukur  dan akhir dari setiap permasalahan yang ada pada masa itu. Akan tetapi perbedaan itu semakin jelas terlihat ketika era para sahabat dan para tabi’in yang ditandai dengan adanya berbagai aliran atau madzhab yang bercorak kedaerahan dengan tokoh dan kecenderungan masing-masing.