Langsung ke konten utama

Ali bin Abi Thalib


Sosok Ali bin Abi Thalib
¨  Ali adalah putra Abi Thalib, paman Nabi yang mengasuhnya semenjak kematian Abdul Mutthalib.
¨  Ali lahir di halaman Ka’bah, dan sejak kecil diasuh oleh Khatijah beserta Rasulullah.
¨  Ali masuk Islam pada usia yang masih sangat muda.
¨  Ali merupakan sahabat, menantu, dan orang dekat Rasul yang paling cerdas. Rasul menyebut “Ana madinatul ilm, wa Ali babuha”.


Pemilihan Ali Sebagai Khalifah
¨  Dewan formatur memilih Ali secara aklamasi setelah terbunuhnya Usman bin Affan.
¨  Ali dibaiat di Masjid Nawabi.
¨  Awalnya Ali menolak, namun kemudian menerima dengan alasan kemaslahatan umat.

Pemerintahan Khalifah Ali
¨  Ali mulai menyingkirkan pejabat-pejabat yang korup di masa khalifah Usman.
¨  Ali menyelidiki keuangan Baitul Mal.
¨  Melanjutkan kebijakan yang digariskan Rasulullah, Abu Bakar dan Umar.
¨  Ali tidak mengangkat Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam yang sangat menginginkan jabatan, meskipun mereka berdua ikut membaiat Ali.

Konflik Politik Kekhalifahan Ali
¨  Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam bersama Aisyah, istri Rasul, melakukan pemberontakan terhadap Ali.
¨  Pemberontakan Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam disertai alasan menuntut balas atas kematian Usman.
¨  Pemberontakan Aisyah dilakukan dengan berbagai alasan.
¨  Alasan Aisyah;
1)        Aisyah menaruh dendam pada Ali sehubungan dengan tuduhan bohong (hadis al-ifki) yang dihembuskan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul, seorang tokoh munafik Yahudi terhadap Aisyah.
2)        Saat Abu Bakar terpilih sebagai khalifah ditentang dengan keras oleh Fatimah terutama masalah tanah Fadak, dan karena sangat menghormati dan menghargai pendirian istrinya, Ali tidak berbaiat kepada Abu Bakar sampai Fatimah meninggal dunia.
3)        Ali adalah suami Fatimah, putri Nabi dan Khadijah. Sepanjang hidup, Nabi tidak dapat melupakan Khadijah bahkan di depan Aisyah sering menyebut kebaikan, perhatian, keteguhan, dan ketulusan Khadijah dalam mendukung dakwah dan perjuangan Nabi. Hal ini membuat Aisyah cemburu terhadap Khadijah, yang akhirnya memunculkan rasa tidak suka terhadap Fatimah dan Ali.
¨  Perang antara kubu Aisyah, Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam dengan Ali ini disebut dengan Perang Jamal (perang unta).
¨  Perang ini merupakan kerugian umat Islam, kerena 13 rinbu pasukan Aisyah dan 5 ribu pasukan Ali tewas.
¨  Kejadian ini disebut dengan al-fitnat al-kubra (bencana besar) kedua setelah kematian Usman sebagai bencana besar pertama.

Konflik Politik Kedua
¨  Muawiyyah tidak bersedia baiat terhadap Ali. Bahkan Muawiyyah medeklarasikan diri sebagai khalifah (amirul mukminin).
¨  Perangpun tak terhindarkan antara kubu Ali dan Muawiyyah.
¨  Pasukan Ali sebanyak 95 ribu dan 85 ribu dipihak Muwaiyyah.
¨  Perang ini terjadi pada bulan Shafar tahun 37 H.
¨  Awalnya Ali menantang duel dengan Muawiyyah, untuk menghindari pertumpahan darah yang lebih besar, namun ditolak karena Muawiyyah tahu Ali tidak pernah terkalahkan oleh siapapun.
¨  Pertumpahan darah tak terelakkan, dan hampir dimenangi pihak Ali.
¨  Amr bin Ash, di pihak Muawiyyah, memasang strategi licik dengan mengangkat lembaran mushaf sebagai tanda diambilnya jalan damai.
¨  Disepakati tahkim, di pihak Ali diwakili oleh Abu Musa Al-Asyari dan Amr bin Ash di pihak Muawiyyah.
¨  Abu Musa termakan tipu daya Amr, ia naik mimbar dan menyatakan pencabutan kekuasaan Ali dan Muawiyyah.
¨  Kemudian disusul Amr naik mimbar, namun Amr menyatakan pencabutan kekuasaan Ali dan mengangkat Muawiyyah sebagai Amirul Mukminin.
¨  Peristiwa tersebut mengakibatkan friksi-friksi dalam Islam.
¨  Ada tiga kelompok, Syiah pendukung Ali, kelompok Muawiyyah, serta Khawarij penentang Ali dan Muawiyyah.

Akhir Hayat Ali
¨  Kelompok Khawarij menganggap Ali, Amr bin Ash dan Muawiyyah telah murtad. Mereka bertiga harus dibunuh untuk menyelesaikan masalah.
¨  Diutuslah Ibnu Muljam untuk membunuh Ali, Al-Hajjaj bin Abdullah bertugas membunuh Muawiyah, dan Amir bin Bakar diberi tugas membunuh Amr bin Ash.
¨  Rencana pembunuhan dilaksanakan pada tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H.
¨  Dari ketiganya hanya Ibnu Muljam yang sukses menjalankan tugasnya.
¨  Ali menjadi khalifah selama 4 tahun, 9 bulan, 8 hari.

Warna Pemerintahan Ali
¨  Disibukkan oleh persoalan internal politik, terutama integritas umat Islam. Sehingga perluasan wilayah nyaris tidak terjadi.
¨  Selain mereformasi pemerintahan, ia juga meletakkan dasar-dasar gramatika bahasa Arab, memberikan khutbah-khutbah tentang ilmu agama, retorika, falsafah, dan tentang kewajiban manusia kepada Tuhan.

Kebijakan Politik Ali
¨  Memindahkan ibukota kekhalifahan Islam dari Madinah ke Kufah.
¨  Menerapkan kembali kebijakan Abu Bakar al-Shiddiq berkaitan dengan distribusi keuangan Negara.
¨  Menjalankan kebijakan Umar bin Khattab yang tidak menugaskan para sahabat besar untuk memimpin suatu wilayah, namun tetap tinggal di Madinah demi keselamatan mereka dan demi menjaga kelangsungan urusan pemerintahan di berbagai wilayah negara Islam.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

AL HAKIM, MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH

Oleh: Siti Farida Sinta Riyana (11510080); Nur Aufa Handayani (11510081); Ahmad Ali Masrukan (11519985); Mayura (11510096); dan Muryono ( 11511038) A.       Al Ahkam 1.         Pengertian Al-Ahkam (hukum), menurut bahasa artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu. Sedang menurut istilah ialah ‘Khithab (titah) Allah Swt. atau sabda Nabi Muhammad Saw. yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf , baik itu mengandung perintah, larangan, pilihan, atau ketetapan.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KHILAFIYAH

Disusun Oleh : Abdul Majid (111-11-074); Irsyadul Ibad (111-11-094);  dan Dwi Silvia Anggraini   (111-11-095) PENDAHULUAN Perbedaan selalu ada dalam kehidupan karena hal ini merupakan sunah Rasul yang berlaku sepanjang masa. Perbedaan juga terjadi dalam segi penafsiran dan pemahaman hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui hukum tidaklah sekaku dalam hal penerapannya pada masa awal islam, pada masa itu Nabi Muhammad sebagai tolak ukur  dan akhir dari setiap permasalahan yang ada pada masa itu. Akan tetapi perbedaan itu semakin jelas terlihat ketika era para sahabat dan para tabi’in yang ditandai dengan adanya berbagai aliran atau madzhab yang bercorak kedaerahan dengan tokoh dan kecenderungan masing-masing.

HUKUM SYAR’I (ا لحكم الشر عي)

OLEH: Ulis Sa’adah (11510046); Langga Cintia Dessi (11510089); dan Eka Jumiati (11510092) A.       HAKIKAT HUKUM SYAR’I Menurut para ahli ushul fiqh (Ushuliyun), yang dikatakan hukum syar’i ialah khitab (sabda) pencipta syari’at yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang mengandung suatu tuntutan, atau pilihan atau yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.